Motivasyong

7K 1.6K 69
                                    

Underground Rascal masih dalam modenya. Bisu. Senyap. Diam. Tidak ada suara. Tidak ada dentum apapun yang berkicau di detik ini.

Ail yang biasa stay cool tidak merasa ganjil. Ia bahkan lebih nyaman saat kawan-kawannya mengatupkan bibir seperti ini. Tetapi, detik ini masalahnya lain. Mereka diam karena bingung. Tidak ada ide. Tidak ada keputusan.

"Jam istirahatnya tinggal lima menit, kawan-kawan!" Suara Zian terdengar dari sana. Sudah hampir lima menit ia memberi waktu untuk empat remaja itu. Nampaknya ia sudah bosan menunggu.

Brianda mengembus napas. "Gue deal," dengan berat hati ia mengecapkannya.

Orang yang pertama bereaksi adalah Andro. Ia melotot sehingga bola matanya nyaris keluar menembus kacamata.

"Gue juga deal."

"Dav!" reaksi Andro bukan lagi hanya mimik, melainkan suara. Ketika dipandangnya cowok dan cewek yang yang barusan mengutarakan keputusan, ia kembali mengembus napas jengkel. "Gue sih, no deal. Ail, lo gimana?"

Cewek es batu itu melirik sekejap ke arah Zian dan Naomi. Sepasang manusia itu masih belum berubah. Zian yang tersenyum penuh kemenangan, sementara Naomi menunduk terus. Menghitung jumlah debu barangkali.

"Deal," jawab Ail sambil menyandar ke lemari.

Dengan kesal Andro menjatuhkan diri ke atas kursi. Menimbulkan suara gedebuk yang cukup keras. Sialan! pekiknya dalam hati. Ia memang jengkel. Pilihan Ail yang sangat menentukan malah kontradiksi. Padahal Andro sangat berharap Ail ada di pihaknya.

Meskipun keputusanya imbang, yakni dua lawan dua, masih ada kemungkinan Andro yang menang. Pasalnya, alasan Ail selalu logis, penuh perhitungan, dan bisa diterima.

"Kita nggak punya pilihan lain, Ndro." Ail seakan tahu perasaan cowok berkacamata ini. "Kesialan kita bakal lebih banyak kalau nggak nerima mereka."

Brianda menepuk bahu sahabatnya. "Ail bener. Sumber dana kita bakal ketutup dan muka kita tercoreng."

"Bahkan mungkin kita bakal dikeluarin dari sekolah," Davan menambahkan.

Andro membisu. Bibirnya masih menekuk dan alisnya terus bertaut. Dengan jengkel ia melepas kacamatanya lalu memasang wajah pasrah. Yaudah, kalian urus aja mereka. Barangkali itu maksud mimiknya saat ini.

"Kalian berdua," Davan memanggil sepasang manusia di dekat pintu. "Sini!"

Mereka menghampir. Zian dengan langkah percaya diri sedangkan Naomi tak berani mengangkat pandangan dari lantai.

"Sebagai bahan pertimbangan, tolong sebutin tujuan kalian pengin masuk Underground Rascal!" titah Davan dengan nada tenang-tenang.

"Apa ini semacam syarat?" Zian balik bertanya. Senyumnya amat memuakkan. Bikin mual. Itu menurut Andro.

"Anggap aja begitu," cetus Brianda. Ia mendukung pendapat Andro soal senyum Zian yang memuakkan. "Lo berdua, dengerin syarat ini baik-baik. Pertama, kalian harus beriman. Kedua, berada di pihak netral tapi mengedepankan keadilan. Ketiga, bisa berkonstribusi penuh. Keempat, jomblo berfaedah. Kelima, punya motivasi."

Kemarahan Andro perlahan reda. Ingin rasanya ia menjitak kepala Brianda. Cewek tomboi ini memang luar biasa. Ada saja ucapannya yang mengubah mood. Apa katanya tadi? Jomblo berfaedah?

Lalu, sejak kapan Underground Rascal bisa seformal ini? Harus punya motivasi, katanya. Pfft! Motivasi mereka cuma satu kata empat huruf. Yakni, U-A-N-G alias D-U-I-T

"Syarat macam apa itu?" cibir Zian. "Nggak berfaedah!"

"Sengak banget ya, Bapak yang satu ini." Brianda menyikut perut Zian. "Buru ikutin kata-kata gue! Ail, siapin rekaman! Dav, pastiin mereka ngikutin kata-kata gue. Dan Andro, nggak usah masang muka kayak gitu! Lo makin jelek tahu, nggak?"

Underground RascalWhere stories live. Discover now