Chapter 20 - Malam Mingguan

2.1K 194 23
                                    

"Gue laper nunggu lo lama," ucap gue dengan makanan di mulut gue. Setelah menelannya gue bertanya kepada Iqbaal. "Lo bilang lo di jodohin, ya? Dijodohin sama siapa lo?" Setelah bertanya gue kembali melahap makanan gue.

"Zidny."

Gue langsung tersedak mendengar Iqbaal sebut nama Zidny dan gue langsung minum.

"Lo makan rusuh banget, ya?" ledek Iqbaal mendelik gue.

"Heh Baal, kenapaa lo gak terima aja perjodohan itu? Bukannya lo deket ama Zidny?" ucap gue setelah meneguk minum gue.

"Gue gak suka dia, dan gue gak deket," ucapnya lalu melahap makanannya dan gue menunggu Iqbaal melanjutkan ceritanya.

"Zidny yang deketin gue, gue akui dia baik, pinter, tapi bukan tipe gue," tambahnya lalu meneguk jus jeruknya.

"Gue jadi kepo kenapa lo minta bantuan gue? Kenapa gak Caitlin atau Steffy aja yang temen deket lo?" ucap gue menaikan alis gue.

"Yeuu oon juga ya lo, heh Cacing Pipih! Kalau gue minta bantuan mereka berdua, yang ada mereka berdua malah maksa gue buat terima perjodohan itu ... lagian mereka kan temen deket Zidny, gimana sih lo?!" ucapnya yang terlihat kesal.

"Selow napa gue kan kagak tempe," ucap gue. "Ohiya, gue gak mau kalau Kak Ari sampai tahu kalau kita pacaran boongan."

"Kenapa?"

"Ya rencana gue buat deketin Kak Ari nanti failed, Baal!" kesal gue.

"Ah, tenang aja gue jagonya jaga rahasia," ucapnya pede.

"Jago ngancem juga lo!" ledek gue mendelik Iqbaal dan Iqbaal malah tertawa licik lalu melanjutkan makanannya.

***

Gue dan Iqbaal berjalan-jalan di taman. Gue menatap penjual es krim yang sedang di penuhi antrian pembeli dan menatap Iqbaal. "Baal," lirih gue berhenti berjalan.

Iqbaal ikut berhenti dan menatap gue. "Apa?" tanyanya.

Gue menunjuk penjual es krim itu. "Itu kan antriannya panjang, (namakamu)," ucap Iqbaal yang sudah tahu gue menginginkan es krim itu.

"Oke, gue tinggal ngadu sama nyokap lo kalau gue pacar palsu lo," ancam gue jutek dan memasang wajah bete.

"Lo ya, huft." Iqbaal memasang wajah kesal dan berjalan menuju antrian es krim itu dan gue tertawa puas.

Gue berjalan menghampiri bangku kosong dan gue duduk di sana sambil mendengarkan musik.

Sepuluh menit Iqbaal kembali membawa dua es krim. "Lo ya malah enak-enakan dengerin musik di sini, sedangkan gue? Gue berdiri lama di sana mana panas lagi," omelnya lalu duduk di samping gue.

Gue masih bisa mendengar omelannya meskipun gue memakai headseat. "Coklat, kan?" tanya gue memastikan.

"Iya." Iqbaal memberikan es krim itu dan gue mengambilnya dengan gesit.

"Bagi-bagi," lanjutnya melepaskan satu headseat dari telinga gue dan memakaikannya di telinganya. "Jangan protes!" tambahnya dan gue cuma mendengus kesal lalu mulai memakan es krim.

"Lo suka es krim vanilla? Menurut gue gak enak rasa vanilla," komentar gue menatap Iqbaal yang sedang memakan es krim rasa vanilla itu.

"Rasa vanilla lebih enak dari coklat," ucapnya melirik gue, "mau nyobain?" tawarnya dan gue mengangguk pelan karena gue mulai penasaran dengan es krim yamg dimakan Iqbaal.

Gue membuka mulut gue dan Iqbaal malah menyodorkan es krim itu tepat di pipi kanan gue. "Ishh, Iqbaal!" teriak gue kesal dan Iqbaal malah tertawa puas.

Dua Saudara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang