Bagian 02 (revisi)

244K 10.9K 224
                                    

Matahari bersinar cerah pagi ini, burung-burung berkicau lembut. Namun sayangnya, sinar dan kicauan Burung itu mengusik seorang yang tadinya tidur dengan nyamannya didalam dekapan pria tampan yang beberapa jam lalu sah menjadi suaminya.

Mora mengerjapkan matanya karena silau matahari. Aroma sabun yang harum dan menenangkan masuk kedalam indra penciumnnya, Mora mendongakkan kepalanya menatap Arka yang masih memejamkan mata.
Mora mencoba menyingkirkan tangan Arka yang melingkar dipinggangnya sejak semalam. Tapi usahanya sia sia karena Arka makin mengeratkan pelukannya. Jadi mau tak mau Mora masuk lagi dalam dekapan Arka.
"Mau kemana Ra?" Tanya Arka serak khas bangun tidur. Mora mendongakkan kepalanya menatap Arka yang masih memejamkan matanya tapi dia tau Arka sudah terjaga dari tidurnya.

"Bangun Ka, udah pagi banget ini. Aku mau mandi."
Mora mencoba lagi melepaskan tangan Arka tapi tetap sama hasilnya. Dia tak bisa melepaskan diri dari dekapan Arka. "Bentar Ra, gue nyaman kayak gini." Arka menunduk dan menenggelamkan kepalanya di lekukan leher Mora.

Mora menahan kuat-kuat dirinya agar tak bergerak, karena rambut tajam Arka yang menusuk nusuk lehernya. "Ka... Jangan gitu, geli tau." Bukannya menjauh Arka makin menenggelamkan kepalanya dilekukan leher Mora. "Ka... Geli sumpah. Gue ngak tahan" Mora mulai memberontak, mencoba lepas dari Arka.

Arka dengan sengaja menghembuskan nafas Hangatnya di leher Mora. "ARKA!" kaget Mora. Reflek Mora menjambak rambut Arka. Bukannya menggerang sakit Arka malah menampilkan senyuman menggodanya pada Mora. "Kenapa sayang? Mau lagi?" Tanya Arka sambil menggoda. Rona pipi Mora seketika berubah merah padam membuat Arka tak bisa menahan lekungan senyum tipis diwajahnya.

"Gemes deh..." Arka mencubit kedua pipi Mora. Membuat gadis itu mengaduh kesakitan. "Nyebelin lo! Sakit tau!" Maki Mora begitu Arka melepaskan cubitannya  dan kembali medekap Mora. Karena kesal Mora menghempaskan Tangan Arka kasar dan berjalan menuju kamar mandi.

===0o0o0===

Mora turun ke ruang makan, disana sudah ada Nia, Revan, Lusi, Kenan, Aria dan Arga - adik kembar Arka. "Pagi semuanya..." Sapa Mora.
"Pagi sayang."
"Pagi kakak ipar" kompak dua adik kembar Arka.

"Arka mana Ra?" Tanya Nia pada putrinya yang sudah duduk dikursinya biasa. "Mandi Ma." Jawab Mora seadanya. Mora menatap dua iparnya yang nampak santai. "Lo berdua ngak pada sekolah?" Tanya Mora pada Arga dan Aria.

"ngak, nanggung kalo masuk sekarang. Besok juga libur. Sekalian aja masuk lusa." Jawab Aria santai yang diangguki oleh Arga.Mora mengangguk mengerti. "Eh iya Ga, lo kan Satu sekolah sama guekan. Kok gue ngak pernah liat lo sih?" Tanya Mora penasaran, dia ingin tau sejak dulu kenapa dia tak pernah melihat Arga disekolah. Kalau dilihat dari wajah Arga yang tampan itu, tak mungkin Arga tak famous disekolahnya.

Mora mengambil selembar roti tawar dan mengolesinya dengan selai coklat kesukaannya. Aria cekikikan sendiri mendengarkn pertanyaan Mora. "Mana lo bisa liat Ar-"
"Pagi semuanya." Omongan Aria terpotong karena kedatangan Arka. Arka segera duduk disebelah Mora. Dengan sigap Mora mengambil selembar Roti tawar. "Mau selai apa?" Tanya Mora pada Arka yan sudah berada disebelahnya. "Coklat aja. Jangan banyak-banyak. Ngak suka manis." Mora mengangguk mengerti. Dia mengambilkan selai sesuai pesanan Arka.

"Oh iya Ar, tadi kamu mau ngomong apa?" Tanya Mora sambil mengolesi Roti dengan selai. Arka menatap adik perempuannya penasaran."Oh itu. Lo ngak bakal liat Arga disekolah, kan kalau sekolah namanya bukan Arga tapi Satria." Kata Aria santai. Arga hanya diam, membiarkan Aria yang menjelaskan.

"Satria? Kayak pernah denger deh. Kelas apa sih lo?" Tanya Mora pada Arga. Dia ragu dengan apa yang adadikepalaya sekarang ini. Tetu saja Mora sangat tau nama Satria di sekolahnya tapi Satria itu agak, gimana gitu. "IPS 1." jawab Arga santai.

"APA!!" Kaget Mora. "Mora... Suaranya!" Tegur Revan. "Maaf Pa, Ma, Bunda Ayah. Mora kaget sampe ngak sadar kalau teriak." Mora terkekeh kecil."Ini rotinya Ka." Mora memberikan roti buatannya pada Arka. "Makasih Ra." Mora duduk lagi ditempatnya.
"Sumpah lo Satria? Satria yang tompelan, kacamata owl, dan bulukan itu!" Kata Mora tak percaya, tapi melihat Arga mengangguk dan memamerkan senyuman tipisnya membuat Mora yakin.

"Masa segitunya sayang?" Tanya Nia pada Arga. "Iya Mama, emang Arga gitu kalau sekolah. Dia itu aneh-aneh aja deh. Udah alhamdulillah punya wajah ganteng, malah sekolah kayak gembel gitu wajahnya." Serobot Arka sambil menggejek saudara kembarnya. “malu maluin wajah gue aja Lo, Ga!.” Arka memberikan senyuman tipisnya pada Arga yang jelas membuat Arga melotot tak terima.

"Emangnya gak kena bully disekolah?" Tanya Revan pada Arga. "Aduh pa... Dia itu bukan korban bully lagi. Tapi babu." Serobot Mora. Arga menatap tajam kearah Mora. "Yang bener Mora!." Kaget Lusi. Mora dengan santainya menganggukkan Kepalanya.

‘Dasar! Suami sama Istri sama sama tukang serobot sama ember mulutnya’ Batin Arga kesal.

Lusi menatap Arga dengan tajam. "Kamu pindah kesekolah Papa Revan! ngak ada penolakan atau bantahan dan ngak ada nyamar nyamaran lagi!." Perintah Lusi Mutlak. "Bunda... Kok gitu sih." Protes Arga. Lusi tak bergeming. Arga dengan berat hati mengiyakan perintah mutlak Bundanya.
Tiba-tiba sebuah ide melintas dikepala Arga untuk membalas Mora, Arga menatap Mora tajam sambil menyeringai. "Bunda... Aku mau pindah, besok dipindahin juga ngak apa apa, Aku terima kok. Tapi ada syaratnya Bunda." Nego Arga sok misterius.

"Apa syaratnya.?"
"Mora juga harus Pindah." Mora tersedak mendengar namanya disebut. "Lah kok bawa-bawa gue juga sih? Ngak ada! Ngapain gue pindah coba!" Protes Mora.

"Gue kan ngak tega ya liat kakak ipar gue dibully mulu tiap hari sama gengnya cabe kriting gocengan." Kata Arga sambil menampilkan wajah iba dan prihatinnya. Revan dan Nia tersedak, "bully? Kamu jadi korban bully Mora?" Tanya Revan pada Mora, karena Anak gadisnya itu tak pernah mengatakan kalau dia di Bully disekolahnya.
"E-enggak Pa, Mora ngak pernah kena bully kok. Arga ngaco Pa! Dia aja ngak tau aku di sekolah kelas apa, kayak apa." Kata Mora mencoba meyakinkan Papanya.

"Ngak Pa, dia beneran di Bully habis habisan sama gengnya cabe-cabean. Tiap hari itu Pa ya, kalo ngak dilempari tepung ya telur, udah gitu telurnya busuk. Pernah juga itu-"
"Stop Ga! Lo ngak tau gue disekolah!" Kesal Mora pada adik iparnya yang ternyata cerewet sampai dia tak sadar sudah meneriaki Arga.
"Kata siapa gue ngak tau Lo, Lo itu Amoura Revania P, Kan anak IPS 2. Yang biasanya kesekolah kepangan dua, kacamata besar, rok semata kaki, lengan panjang. Terus apa lagi ya..." Arga nampak berfikir mengingat ingat seorang gadis culun yang menjadi langganan Bully disekolahnya.

"Besok Lo pindah kesekolah gue. Ngak ada penolakan atau bantahan dan ngak ada nyamar nyamaran!." Kata Arka tajam dan dingin pada Mora persis seperti Lusi tapi sedikit lebih menakutkan menurut Mora membuat dia tak berani menatap Arka, jadilah dia menunduk di kursinya.
"Aku duluan Pa, ma, Bunda, Ayah." Pamit Arka meninggalkan meja makan dan menaiki tangga menuju kamar. Mora memandangi kepergian Arka. Jujur dia binggung dan takut melihat sikap Arka barusan. "Udah marah aja tuh si abang." Kata Aria yang melihat sikap dingin Arka yang menguar.

"Ini gara gara Lo! Kenapa coba lo ember!" Kesal Mora pada Arga. "Lah... Kok jadi gue sih. Yang mulai duluan kan Lo. Kalo Lo ngak ember gue ngak bakalan pindah, dan ngak bakal gue buka mulut." Balas Arga tak terima disalahkan oleh Mora.

"Ish... Bete gue sama Lo!" Mora meninggalkan meja makan menyusul Arka. Mereka yang ada diruangan itu hanya menggelengkan kepalanya melihat Mora dan Arga berdebat.

===0o0o0===

Too Young [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang