Chapter 5 : Hero

167 25 9
                                    

    Mentari menyonsong di ufuk timur, menampilakn semburat ke-oren-an di sekitarnya. Pagi kali ini terasa lebih dingin, tak terkecuali Michelle yang entah sudah ke berapa kali menarik selimutnya kembali meskipun alarm sudah berbunyi memekakkan telinga.

"Ah.." lenguhnya kesal. Apalagi diri dan pikirannya masih belum bisa beranjak dari pertemuannya semalam dengan kevin, membuat dirinya harus tidur lebih larut.

Tapi...

"Astagfirullah, ini kan hari senin!!" teriak nya terkaget menyadari hari ini ialah hari senin, hari paling terkutuk bagi para siswa di se-antero dunia.

Hari senin ini menjadi makin buruk, karna ini hari pertamanya di kelas 8. Yap, memulai awal kelas 8 dengan telat bukanlah hal yang baik.

Sekejap Michee melihat jam di meja belajarnya sudah menunjukan pukul 05.40. Michelle segera mengambil handuk hijau tosca nya.

40 menit kemudian, ia telah siap dengan seragam rapih. Tak lupa ia menyempatkan diri 'tuk melihat dirinya di kaca untuk memastikan bahwa dirinya t'lah benar benar siap.

Michelle kembali mengecek tas nya. "Ah udah ada semua.." ucapnya

Tak lama, bunda Michelle pun memanggil Michelle untuk turun sarapan, "Michelle, ayo turun nak, kamu sarapan dulu sini sebelum berangkat," Teriak Bunda Michelle dari lantai bawah.

Michelle segera turun ke bawah untuk mengisi perut sebelum dirinya pergi memulai awal kelas 8 nya.

Michelle sudah ada di depan meja makan. Berdiri diam disitu, karna tak ingin menggangu apa yang sedang bunda nya dengan ayah tirinya lakukan, mereka berpelukan. Ya, mungkin itu bukan hal yang aneh. Tapi, ini hal yang aneh. Bunda nya bahkan tidak pernah menanyakan perihal setujukah Michelle dengan ayah tirinya. Dan sekarang? Mereka berpelukan.

"Ekhem.." Michelle berdeham.

"Eh, sayang sejak kapan kamu disitu?" Tanya bunda nya.

"Sejak jaman batu bun," celetuk Michelle.

"Ah kamu bisa aja sayang," Sahut ayah tirinya.
Sejurus kemudian, Michelle. menatapnya sinis

"Sudah sudah ayo sayang kita sarapan dulu," Ajak Bunda Michelle.

"Bun..." Tanya Michelle, menggantung.

"Iya sayang?" Sahut Bunda Michelle

"Bunda berubah," kata Michelle, dalam hati.

"Eh gapapa bun, aku lupa mau ngomong apa,"
Dan kembali lagi, Michelle berfikir bahwa hidupnya semakin suram. Bahkan ia sendiri ingin rasanya menertawakan kehidupannya sekarang. Miris.

Suasana hening yang hanya menemani Michelle dan keluarganya sarapan. Hari ini bunda nya menyiapkan omelet daging untuk sarapan ditemani jus jeruk segar.

"Oh ya ngomong-ngomong kamu hari ini hari pertama kamu di kelas 8 kan?" Tanya bunda memecah keheningan.

"Iya bun, semoga di kelas 8 ini bisa lebih banggain bunda," Balas Michelle .

"Oh ya bun!"

"Apa?"

"Mmm... anu bun"

"Anu apa?"

"Uang jajan" Michelle menyengir polos.

"Ah kamu ini kayak gapernah minta sama bunda, kamu mau berapa si?" Balas Bunda Michelle, melihat kepolosan anak gadisnya.

"10 ribu aja"

"Nih," bunda memberiku 2 lembar uang 5 ribuan.

"yaudah bun, aku berangkat dulu ya!" Izin Michelle.

"Iya, hati-hati ya,"

Michelle mencium punggung tangan bunda dan bunda nya pun mengelus pelan ujung kepala ku.

Michelle langsung melenggang pasti menuju pintu keluar.

"Michelle kamu ga salam sama ayah mu?" Tanya bunda, membuat Michelle berhenti sejenak.

Michelle tidak menjawab pertanyaan bunda dan kembali melanjutkan perjalanan menuju sekolahnya.

Michelle masih mendengar bunda memanggilnya , tapi ia tetap jalan dengan santai.

"Aku masih belum menerima semua ini. Maaf bunda," Ucap Michelle dalam hatinya.

   Michelle melihat jam di hp nya," duh udah jam setengah 6 lewat lagi," terlebih lagi ia terjebak macet di angkot yang pengap dan panas.

"Bang bang, kiri bang," Ucap ibu ibu di samping pintu. Ia turun di depan Kantor pemasaran.

Tak lama dari situ, seorang pria naik ke angkot tersebut. Michelle tidak terlalu memetingkan pria tersebut, pikirannya sekarang hanya memikirkan apa alasan yang tepat jika nanti ia telat.

Pria tersebut duduk disebelah kanan Michelle.

Michelle yang pikirannya masih semrawut itu pun lumayan tersentak. Apalagi saat ia melihat paras pira tersebut.

"Misi," ucap pria itu
"Eh iya," Michelle pun bergeser dan duduk agak ke dalam.

Sejurus kemudian, ada hal aneh yang berkelebat di pikirannya, "Ganteng juga ya,"  Katanya dalam hati.

   Angkot sudah mendekati sekolah Michelle yang letaknya persis di pinggir Jalan Adikusumo.

"Bang- " omongan Michelle terhenti
"Kiri," lanjut cowo itu.

"Cowo itu berhenti di SMP yang sama kayak gue?"  Tanya Michelle dalam hatinya. Ia merasa aneh, karna ia bahkan tak pernah melihat cowok itu di sekolah.

Michelle punya segera turun mendahului si pria itu

"Eh,duit gua mana perasaan udah dikasih bunda tadi," batin Michelle.
"Neng, mana duitnya ? " tanya tukang angkot itu agak ketus.
"Nih bang duitnya, berdua." kata seseorang di sampingku

Dan saat Michelle menoleh,

Deg.

Ternyata itu pria yang tadi.
"Makasih " kata gua sambil menunduk karna pipi yang gak bisa di ajak kompromi—blushing—.

"Hmm," Ia berdeham singkat mengartikan 'iya sama-sama'

Pria itu langsung melenggang mendahului Michelle, sedangkan Michelle masih membeku di pinggir jalan padahal guru piket sudah mendata mangsanya.

"Dingin ya, tapi ganteng jadi
penasaran," gumam Michelle.

"Eh kok jadi muji dia. Inget michelle lu harus dingin juga kayak dia. " Terus Michelle.

---------------------------------------------------------
Cerita ini sedang di re-write
Ig: @kvnfrmn_

Un[ex]pected AdventureWhere stories live. Discover now