2 - Tarian Badai

2.6K 72 9
                                    

"Camelia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Camelia ...."

Camelia membuka mata perlahan, suara Dahlia membangunkannya. "Camelia, bangun," ucap ibunya pelan. Camelia akhirnya berhasil membuka mata dengan sempurna. "Bangun, Sayang," kata Dahlia lagi.

Camelia memaksakan bangkit dan duduk tegak. Dilihatnya, Dahlia sudah duduk di pinggir tempat tidur sambil memandangi dirinya dengan tatapan sendu. "Mama kapan pulang?" tanya Camelia heran ketika melihat jam masih menunjukkan jam setengah empat sore. Biasanya Dahlia pulang kantor jam setengah lima sore.

"Barusan," jawab Dahlia. Ia masih memandangi anaknya. "Ehm ... kamu cepet mandi, habis itu kita makan malem, yuk?"

"Makan malem?" ulang Camelia dengan kening yang berkerut. "Masih jam segini?"

Dahlia mengangguk sambil tersenyum. "Iya," katanya. "Kita makan di luar." Ia kemudian berdiri dari tempat tidur. "Ayo, cepet mandi!" serunya sebelum keluar dari kamar Camelia.

"Iya, Bos," sahut Camelia malas.

****

Malam mulai menunjukkan kedatangannya ketika mobil mereka merayap di jalanan. Ya, dibilang merayap karena sejak tadi Dahlia menyetir mobilnya dengan santai-Camelia menyebutnya terlalu berhati-hati. Dengan kecepatan 40 km/jam, Camelia tidak tahu kapankah mereka akan sampai tujuan.

"Ini macet, Sayang," ujar Dahlia ketika mendapati ekspresi bosan anaknya. Dia sendiri tadi yang menyuruh Camelia duduk di bangku penumpang, bukannya bangku kemudi. Jarang sekali ia membiarkan Camelia menyetir mobil ketika pergi bersama-sama. Entah, apa karena dia gengsi atau karena takut dengan cara mengemudi anaknya tersebut.

Camelia menghela napas. "Seharusnya kita enggak lewat sini, Ma," gerutu Camelia. Jalanan memang lumayan penuh, tapi tidak benar-benar macet layaknya di Jakarta ketika petang tiba.

"Lewat mana, dong?" Alis kiri Dahlia terangkat.

"Lewat Bandung."

"Ih!" Dahlia kesal namun akhirnya terkekeh. "Bentar lagi sampe, kamu sabar aja."

"Yes, Mom," Camelia mengangguk. Diambilnya ponsel dari saku celana, terlihat pemberitahuan di layar. Gita, ia mengirim beberapa pesan teks beserta voice note untuk Camelia. Sudah beberapa minggu ini dia sibuk mempersiapkan UAS sehingga tidak bisa memberi Camelia kabar. "Hai, Nyot!" seru Camelia semangat ketika Gita mengangkat telepon darinya. Dahlia tentu sudah tahu siapa orang yang dipanggil Gonyot tersebut.

"Udah puluhan tahun kita temenan, berhenti manggil gue Gonyot apa susahnya, sih?" protes Gita. Camelia terkekeh. Sahabatnya selalu protes dengan kalimat yang sama setiap kali dipanggil seperti itu oleh Camelia. "Apa kabar lu?" tanya Gita.

Tersenyum, Camelia melirik keluar jendela mobil, ia terpaku pada pedagang es cendol yang sedang berjalan di bahu jalan raya. Pulang, sepertinya. Camelia tidak benar-benar mau tahu hal itu. Yang ia tahu sekarang, dirinya punya satu ton beban di pundak yang siap diceritakan kepada Gita di seberang sana. Tapi, Camelia memilih tidak menceritakannya sekarang. Ia tidak mau ibunya tahu hal ini.

Kafe DhuhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang