"Hmm.." Gian hanya menjawab kata-kata Sandra dengan gumaman. Sandra menoleh kearah Laura.

"Hmm.." Laura mengikuti apa yang kakaknya lakukan. Jujur ia tak rela jika harus di tinggal selama itu. Mengingat kelakuan kakaknya yang senang bermain dan lupa waktu.

"Yaudah. Umi pamit berangkat ya.."

"Sekarang Umi?" kaget Laura.

"Iya sayang.." Sandra mengelus surai Laura lembut.

"Biar Gian yang nganter."

Gian masuk kedalam kamarnya. Dan keluar mengambil kunci mobilnya.

"Rara ikut."

"Udah gausah. Lo jaga rumah aja." Laura menatap kesal ke arah Gian. Ia memicing matanya.

"Pokoknya aku ikut. Titik!"

"Iya-iya semua ikut." kata Sandra mencoba melerai anak-anaknya.

Gian memutar bola mata malas. Kemudian berjalan menyeret koper milik Sandra yang berada di lantai bawah.

"Kopernya biar Gian yang bawa." Teriak Gian.

***

Laura dan Gian pun akhirnya sampai dirumah. Langit sore kini berganti gelap. Laura berjalan kearah dapur. Ia mengusap perut datarnya. Lapar.

"Kamu laper?" tanya Gian dengan nada lembut yang membuat Laura jijik melihatnya.

"Kalo di tanya tuh jawab." sindir Gian meminum air yang ia ambil di kulkas.

Laura diam. Ia tak menggubris kata-kata kakaknya. Ia masih kesal karna kejadian kemarin.

Gian melihat Laura membawa roti kemeja makan pun mengikutinya dari belakang.

"Kamu marah sama kakak?"

Laura tak menggubrisnya. Ia sedang kesusahan untuk membuka tutup selai dengan tangan kirinya. Gian yang melihatnya pun merebut selai itu dan membukanya.

"Sini." Gian mengambil roti Laura. Lalu ia mengoleskan roti itu dengan selai cokelat. Dan menyerahkannya ke tangan Laura.

"Makasih."

Laura menerima roti di tangan kakaknya. Tak lupa ia mengucapkan kata terimakasih walau ia sedang kesal dengan kakaknya.

Laura memakan rotinya. Gian menatap Laura yang sedang makan layaknya orang kelaparan pun, terkekeh.

"Masih laper nggak?"

Laura menoleh. Ia telah mengahabiskan tiga roti yang terletak di meja makan.

"Iya kak.." lirih Laura, pasalnya Laura memang tipikal gadis yang suka makan. Disaat semua gadis memilih untuk berdiet ia malah sebaliknya.

"Mau makan apa? Biar kakak yang masakin." Gian berjalan ke arah dapur. Kini berganti Laura yang terkekeh geli.

"Pfftt.. Bwaahahaha.." Gian menoleh saat suara tawa Laura menggelegar. Laura berkata lagi "Emang kakak bisa masak?" Gian menyilakan kedua tangannya di depan dadanya.

"Lo ngeremehin gue?"

Laura diam.

"Masak apaan yang kak Gian bisa?"

Gian berfikir sejenak. Lalu tersenyum senang.

"Masak air."

Gubraak

Laura hampir terjungkal dari kursi saat mendengar jawaban sang kakak.
Lalu ia pun berdiri.

"Udah serius-serius malah jawabnya becanda, dasar kakak macem apa lo?"

"Macem cogan.." Gian melihat Laura hendak pergi. Ia pun mengikuti adiknya. "Mau kemana?" tambah Gian.

"Tidur."

"Oh. Yaudah.. Gue anter sampe kamar."

"Gausah sok manis deh kak. Lo kira ini drama korea?"

"Lah tontonan lo kan itu? Gue cuma mau mastiin lo tidur dengan baik."

"Oke.. Lo boleh masuk kamar gue asal..?" Laura menaikan satu alisnya. Gian memutar bola matanya malas.

"Asal apa?"

"Asal lo miror dulu udah mirip sama Lee Minho belom. Kalo belom? Jangan ngarep deh bisa masuk. Bye.." Laura masuk kamarnya dan menutup dengan segera sebelum kakaknya itu menerobos ingin masuk.

"Sialan lo Ra!" teriak Gian. Laura hanya tertawa menanggapinya.

***

Laura nampak gelisah. Ketika ia tidur ia terus melihat ke arah jendela. Ia merasa takut. Entah ini perasaannya atau memang benar. Ia melihat bayangan laki-laki di dekat jedela kamarnya.

Laura bangun dan berjalan keluar kamar. Ia berjalan dengan cepat ke arah kamar kakaknya.

Tok

Tok

Tok

"Kak Gian buka pintunyaaa.." teriak Laura di balik pintu kamar sang kakak.

Gian yang memang belum terlelap pun tak terbangun dari ranjangnya. Ia pura-pura tak mendengar teriakan Laura mengingat kejadian tadi, membuatnya malas.

"YaAllah kak Gian! Laura tau kakak belom tidur. Cepet bukain."

Gian berdecak, lalu ia pun membuka pintu kamarnya. Bisa dilihat tubuh Laura yang gemetar entah kenapa dan dengan cepat pula Laura memeluk kakaknya. Ia menangis.

"Ra, lo gak papa kan?" Gian mencoba menenangkan tubuh Laura.

"Aku takut kak.." lirih Laura. Gian tau adiknya memang penakut level akut, jadi ia harus memakluminya.

"Kenapa? Takut tidur sendirian? Atau mau tidur sama kakak aja, disini?"

"Mau."

"Mau apa?" Goda Gian. Laura berdesis.

"Rara tidur sini ya sama kak Gian yang ganteng, tapi--"

"Udah gausah sok manis. Tidur-tidur aja." potong Gian

"Siapa yang sok manis?" Laura merebahkan tubuhnya di ranjang Gian. "Gue kan belom selese ngomong kak." Gian pun ikut tidur di ranjang sebelah Laura.

"Emang apaan lanjutannya?"

"Tapi boong. Itu lanjutannya,hahahah.."

"Anjir lo Ra." Gian hendak melayangkan pukulan namun Laura sudah terlelap lebih dulu.

"Ya ampun adek gue pelor amat." Gian mengelus surai Laura lembut.

"Night ya dek.."

Setelah mengatakan itu Gian pun ikut terlelap disamping Laura.

Vomment :*

Secret AdmirerOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz