Kejadian Keduabelas

17 1 0
                                    



Vada sebenarnya tidak akan heran bila hubungan pertemanannya dengan Amy hancur seperti sekarang ini. Ia sudah bisa menebak bagaimana akhir dari pertemanan mereka sejak keduanya saling mengakrabkan diri.

Kesejahteraan keduanya dari dulu jarang terlihat. Setiap hari harus ada setidaknya sekali perang adu mulut kayak pacaran aja. Itu mengganggu keduanya, tapi pasti ada satu kata maaf yang maha kuat hingga setelahnya bisa balik lagi berteman seperti biasanya. Seolah pertengkaran yang terjadi diartikan sebagai penguat agar pertemanan mereka awet.

Tapi nyatanya, dunia tidak sepasaran itu.

Lalu kenapa mereka harus segera meninggalkan? Kenapa artinya mereka berpisah sebagai seorang musuh? Bukan sekedar menjadi teman biasa saja?

Mengapa pada akhirnya mereka harus saling diam dan membalas satu sama lain?

"Vad, besok dateng ke rumah gue, ya? Mama ngajak lo makan di rumah," sahut Amy sambil terus memperhatikan ponselnya kala itu.

Vada mengangguk.

Sepersekian detik kemudian Amy mendongak dan melihat Vada yang asik membaca.

"WOI!" Amy berteriak.

Mulai lagi PMS-nya.

Vada dengan kemayu berbalik. Menoleh pada Amy dan tersenyum semanis mungkin. "Kenapa, Amy?"

"Gue dikacangin sama lo, budek," ujar Amy. "Gue bilang besok datang ke rumah gue. Emak gue ngajak lo makan. Lo gak respon."

Vada mendengus. "Makanya kalo punya mata, jangan cuma fokus sama satu hal doang." sumpah, yang Vada lakukan adalah menyindir Amy habis-habisan.

Kali ini Amy yang mendengus. "Daripada banyak hal tapi semuanya ancur?"

"Lah, elo satu doang tapi kenyataannya lo bikin ancur. Contohnya baru-baru aja lo lakuin!"

Dan jadilah perang adu mulut sampai Vada mengusir Amy dan tidur.

Tapi esoknya dia dateng ke rumah Amy sambil minta maaf. Terus mereka pelukan dan keduanya baikkan.

Gitu-gitu aja sampai beberapa hari yang lalu. Vada lelah untuk meminta maaf. Vada lelah menjadi pemeran yang selalu berusaha meminta maaf dan bersikap seolah dialah yang selama ini berbuat kesalahan.

Tapi tak bisa Vada ingkar, kalo dia juga rindu pada Amy. Rindu untuk main ps bareng, berantem kecil-kecilan bareng, makan di kantin bareng, gila-gilaan bareng.

Bukan hanya mantan pacar saja yang susah untuk dilupakan. Ternyata mantan teman juga tak kalah sulit.

Hari Sabtu ini, Vada jalan-jalan bareng Mama. Sering mereka sebut our time biar kelihatan kekinian walau sebenarnya gagal total.

Karena mereka bosan dengan suasana mall, sekarang saatnya pindah haluan ke pasar malam deket kompleks perumahan Vada.

"Mama liat deh!" sahut Vada sambil menunjuk stand tertutup dengan nama Amanda Bisa Melihat.

Mama mengernyit bingung sedangkan anaknya lompat-lompat kegirangan entah karena apa. "Ma! Ayo coba deh!"

"Itu apaan, sih? Kalo gak jelas, gak usah coba!" ah! Mama perusak harapan banget!

"Kayak liat masa depan gitu, Ma. Ayolah! Sekali coba aja, kalo gak nyaman langsung out."

Mama kayaknya sedang berpikir keras untuk mengijinkan atau melarang Vada untuk ke tempat itu. Tapi karena tidak tega (dan Mama juga gak mau nenangin Vada kalo nangis di tengah-tengah kerumunan orang) akhirnya ia mengiyakan permintaan Vada dengan berat hati.

"Sekali aja, ya?"

Vada mengangguk senang seperti diizinkan buat punya pacar saat berumur 10 tahun.

Astaga!

Cepat-cepat Vada berjalan sambil menggandeng Mama.

"Vada jalan jangan cep— Kan! Vada stop!" teriak Mama kesal.

Vada menoleh sambil memberi tatapan bingung. "Kenapa?"

"Gara-gara kamu Mama injak—Hu! mama sebel bukan main!"

Vada pengen ketawa sambil guling-guling.

--

Sabtu, 28 Januari 2017, 19.32 WITA.

A.s

BetersWhere stories live. Discover now