Kejadian Kesepuluh

20 1 0
                                    

"Nevada!" Itu sudah pasti bukan dari Amy. Melainkan sahabat Vada lainnya- Nichole.

"Kenapa, Nichoe?" Goda Vada sembari memberikan seringai tengilnya pada Nichole. Wajah Sang Sahabat pun kesal.

Nichoe adalah panggilan sayang Vada untuk Nichole. Sebenarnya mereka telah sepakat untuk tidak saling mengejek satu sama lain, tapi hei, kali ini Nichole tidak berniat untuk mengejek Vada. Nichole punya informasi yang sangat penting untuk dibagikan bersama Vada.

Karena Nichole tidak mau menunda pemberitahuan yang sangat penting untuk dikatakan kepada Vada, ia langsung saja tersenyum selebar yang Nichole bisa. "Ghani dateng ke makam gue masa!" ujar Nichole sambil menari asal saking bahagianya.

Vada lantas tersenyum senang melihat sahabatnya yang satu ini bahagia minta ampun. Kapan lagi sih, dia bisa lihat Nichole bahagia?

Tapi tak lama setelah Nichole ber-gila-ria, dia cepat-cepat cemberut saat merasa tak dapat respon dari Vada.

"Woi! Ikutan seneng kek, lompat kek, nari bareng gue, apa aja yang penting jangan cuma senyum. Gimana sih lo. Gak asik banget!" wajah Nichole benar-benar muram. Ia sedang bahagia, Vada yang dapet kabar gembira ini sebenarnya harus bahagia juga. Ya, walau sebenarnya kebahagiaan itu cuma Nichole yang merasakannya.

Vada memaksakan untuk tertawa. Biar kedengeran garing. Tapi selang beberapa waktu kemudian dirinya tertawa lepas seolah-olah dia mendengar kalau Noah alzheimer.

"Lo gak sakit, kan?"

Vada menggeleng.

"Back to topic! Ghani bener-bener dateng, Vad."

Yang Vada bisa lakukan adalah mengangguk dan terus mendengar cerita Nichole yang mengalir.

Setidaknya dengan cara ini dia bisa menghilangkan untuk semenit saja pikirannya tentang Noah dan Amy.

"Katanya dia bakal datang lagi besok. Vada, gue bole minta tolong?"

Entah sudah berapa lama dia mendengar celotehan Nichole tapi mendengar nada Nichole yang sedikit meredup dari yang tadi, alisnya terangkat. "Apaan?"

Wajah Nichole yang putih pucat itu tak pernah berubah. Alisnya yang rapi bersama mata belonya seolah-olah ikut andil bersama bibir untuk tersenyum. Seolah memberikan arti terima kasih kepada Vada yang sudah setia bersamanya.

"Elo bisa ketemuan gak sama Ghani? Sampein terima kasih gue sama dia."

Vada langsung mengangguk tanpa memikirkan apapun. Lagipula ia cukup kenal Ghani dengan baik.­

Setelah Nichole mengucapkan selamat malam dan pamit untuk berkeliaran lagi, Vada langsung naik ke tempat tidur dan memikirkan sebahagia apa Nichole melihat Ghani masih peduli dengan sahabatnya itu setelah meninggal.

Apa gue harus repot-repot bunuh diri dulu baru dapet perhatian dari orang yang gue sayang, ya? Batin Vada. Agak ngaco

--

Tanah yang becek karena kemarin hujan tidak menyurutkan niat pemuda berseragam putih abu-abu yang baru sampai di pemakaman umum. Sekali dua kali dia menarik nafasnya agar ia tidak melakukan hal aneh di tempat yang tidak sepantasnya.

Ia tersenyum ketika sampai di tempat yang ia tuju. Melangkah beberapa kali dan berjongkok untuk sekedar mengusap batu nisan dingin yang ada di depannya.

Dipandangnya batu itu sembari menahan air mata agar tak keluar dari pelupuk matanya. Kembali ia menarik nafas.

"Lo bikin gue kayak banci aja, Nic." Ia tertawa hingga membuat matanya seperti bulan sabit.

Nichole Freya Ganina

Lahir : 25 Oktober 1998

Meninggal : 26 Oktober 2015

Pemuda itu menelan ludah dengan sulit. Makam di depannya adalah kekasihnya setahun yang lalu. Tempat ia bersandar ketika ia lelah, tempat ia menjelaskan secara detail aksi tawuran yang ia lakukan sepulang sekolah, tempat ia datang lalu pergi untuk kembali, tempat ia tersenyum sepuasnya.

Tempat di mana ia tidak pernah merasa kecewa ataupun sedih. Seperti sekarang ini.

"Maaf gue gak bisa datang sesering yang gue bisa. Gue cuma sulit ngadepin kenyataan kalo elo udah gak bisa bareng sama gue lagi." Dia diam untuk beberapa menit. Karena ia merasa kata-katapun sudah tak mampu untuk menjelaskan segala hal lagi.

"Ghani?"

Suara itu mampu membuat ia menoleh. Melihat perempuan di depannya yang tengah tersenyum manis untuk dirinya.

"Vada, elo kenapa bisa di sini?"

"Sama kayak yang elo lakuin di sini," cerocos Vada. Berjalan dengan cepat menuju tempat Ghani duduk.

"Nichole pasti bakalan seneng kalo liat elo bisa dateng kesini lagi."

Ghani ikut tersenyum. Membayangkan Nichole tersenyum melihat Ghani ada di sini.

"Maaf gue belum bisa nerima kenyataan."

Vada diam. Tak lagi menampilkan senyumnya. Tapi tak ayal dia mendekat pada Ghani dan menatap mata elang pemuda itu dengan cermat.

"Kapan pun, Ghan. Asal suatu saat nanti lo bisa dengan tulus nerima kepergiannya," jelas Vada.

Dengan berakhirnya urusan Vada di sini, ia melenggang pergi dengan perasaan lega sekaligus khawatir.

"Maafin gue, Ghan."

--

Kamis, 5 Januari 2017 16.29 WITA

A.s

BetersWhere stories live. Discover now