Kejadian Kedelapan

18 2 1
                                    


Mungkin, roda sudah berputar ke arah yang semestinya. Buktinya, ia mendengar kabar bahwa Noah kembali pindah dari Harapan Bangsa. Tentu bagi seorang Vada, hal itu menjadi suatu yang harus dirayakan besar-besaran.

Namun, kelihatannya roda berputar kembali. Karena Vada menangkap kehadiran Amy dan antek-antek barunya.

Vada mendesis.

Kampret!

Tak seperti perkiraan Vada, Amy bersama jongos-jongosnya melewati Vada dengan tatapan miris.

Vada jadi ikutan miris melihat Amy menunjuk mereka sebagai pengganti Vada. Jujur saja, Vada tidak setuju digantikan oleh cewek-cewek berkepala udang di samping Amy.

Nah, kan. Ketahuan deh kalo dalam lubuk hati gadis mungil kita, ia masih ingin memperbaiki hubungan persahabatannya.

Serasa masalah Vada baru saja lewat, ia melanjutkan langkah berikutnya dengan ringan. Tidak ada beban. No more pressure.

Tapi, kayaknya roda memang cepat sekali berputar.

Di hadapannya, hampir seluruh anak seangkatan memandangnya dengan tatapan tak percaya. Agak menganggu kesehatan mental Vada sebenarnya, tapi segera ia melangkah panjang untuk menjauhi mereka.

Ia terus saja melewati kelas demi kelas, namun salah satu hiasan dinding kelas membuat Vada berhenti.

Mading sekolah, mading utama sekolah mereka, ditempeli huruf-huruf yang sepertinya baru saja dicetak. Merangkai kata-kata sehingga menjadi sebuah kalimat yang langsung saja membuat otak Vada berputar. Dan detik itu juga, Vada kita yang lugu pingsan di depan mading sekolah.

--

"Alpha mana?" Noah, pengen rasanya mati di tempat. Pengen teriak tapi takut mengganggu kesehatan Vada. Ia tersenyum kecut dan mengambil tempat duduk di samping Vada.

"Kemarin dulu elo pingsan." Cuman itu yang bisa Noah bilang. Bukan hak dia sekarang untuk berkata-kata.

Jangan sampai orang di depannya ngamuk dan membanting Noah seperti kain lepek yang baru saja mencuci sesuatu. Lupakan kenyataan bahwa ia baru saja bangun dari koma..., atau pingsannya itu. Vada bisa mengerikan kalau ia mau.

Noah bisa saja mencubit pipi Vada sekarang. Ekspresi perempuan itu sungguh-sungguh lucu dan Noah ingin membuat pipi Vada tembam sekarang juga.

Dengan bibir ia majukan dengan bantuan puppy eyes legendaris, Vada langsung berkata, "Elo keluar dulu, ya."

"Kata nyokap lo, gue harus di kamar elo dalam keadaan apapun," ujar Noah seperti tidak bersalah sama skali. Wajahnya lugu, kayak anak anjing yang mukanya innocent.

Tentu saja, Vada jadi kesal. "Gue pengen ganti sesuatu. Lagi mens, nih."

"Anjing! Gue sentil juga bibir lo." Vada tertawa. Mata Noah membulat.

"Makanya keluar!" Apa bukan Alpha saja yang menjaganya, ya? Ia bisa-bisa kena serangan jantung atau asam urat kalau berada bersama Noah di satu ruangan.

"Kita sun tare," ucap Noah dengan wajah jahilnya.

Lantas bola mata Vada pengen lompat keluar saking terkejutnya mendengar perkataan Noah barusan.

"Artinya apaan, sih?"

"Baganti jo!"

Vada mengedikkan bahunya cuek dan mengusir Noah secara paksa.

Kalau dipikir-pikir, Noah itu manis. Wajahnya kayak minta dicium. Eh.

"Cie cie," seruan itu, sudah pasti milik Nichole yang membahana di tengah-tengah kamar. Alis Nicole yang naik turun sanggup membuat semburat merah di pipi Vada.

"Apaan sih!" seru Vada sambil berusaha mengusir kehadiran Nicole. Walau sebenarnya ia masih suka mendengar kecengan Nichole barusan.

"Udahlah, Vad. Lo obviously suka sama Noah," ujar Nichole dan mengambil posisi duduk menghadap Vada. Nichole sudah pasti ingin tertawa kencang-kencang melihat Vada. Tapi ia pasti akan merusak segalanya.

"Sana! Jangan ganggu gue! Gue lagi gak mood!" pekik Vada lalu cepat-cepat menutup wajahnya dengan bantal. Malu maksimal karena perkataan Nichole seperti langsung mengena uluh hati.

Tapi untuk Nichole, mengejek Vada adalah hal terindah dalam kegilaan ini. Maka ia terus menerus mengganggu Vada hingga perempuan itu capek sendiri.

Vada ingin rasanya langsung terlelap, tapi pikirannya terus memaksanya untuk terus-menerus memikirkan Noah. Dan Vada tidak suka dengan hal begitu.

"Nic?" panggil Vada pada Nichole. Pandangan sang pemanggil masih menghadap ke langit-langit kamar, tapi gadis itu tau, Nichole sudah menoleh kepadanya.

"Hm?" balas Nichole sebagai tanda ia tidak tuli.

"Kenapa gue terus kepikiran Noah, ya?" Nichole mengernyit bingung, tapi tak lama kemudian tertarik untuk mendengar pernyataan Vada berikutnya.

"Terus kenapa lama kelamaan gue sering deg degan kalo di dekat dia?" Vada kelihatan kesal lalu ia melanjutkan dengan geraman, "Sebel! Gue seharusnya benci bukan jadi suka!"

Nichole terkekeh. Pikirannya terus bercabang tapi tak berani bicara. Yang wajib ia lakukan sekarang hanya mendengar cerita Vada. Untuk kali ini saja, ia menjadi seorang pendengar bukan pembicara.

Saat Nichole sedang asik melamun, Vada malah tiba-tiba menggeleng dan menutup matanya rapat-rapat.

"Gue gak mau sampe suka sama dia. Jangan sampe. Gue gak mau kena jebakan batman lagi trus baper karena di-php-in."

Kelihatannya, perkataan Vada sangat dalam.

Nichole terkekeh sekali lagi dan akhirnya bersuara, "Tidur sana!"

Walau ia cemberut mendengar kata Nichole tadi, ia tetap melaksanakan perintah Nichole dengan sikap ogah-ogahan.

--

Kamis, 5 Januari 2017 -- 19.01 WITA

A.s

BetersHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin