No Reason

1.9K 225 29
                                    

GET READY......!!!!!

.

.

.

.

.

SHOWTIME.....!!!!!

.

.

.

.

_Disaster_

BRAKK

Dengan begitu saja Junhoe membuka pintu dengan keras. Membantingnya sebelum ia melenggang menuju cermin besar di ruangan.

Berkali - kali ia menggeram kesal. Membanting sesuatu yang berada di dekatnya meski itu hanya sebuah vas bunga yang untungnya tidak hancur.

Ia harus bisa meredam kemarahannya sekarang. Karena di rumah ini masih ada kedua orangtuanya dan ia tak mau mereka bertanya akan apa yang telah ia lakukan.

Maka saat itu juga Junhoe hanya mampu terduduk dilantai seraya menyandarkan bahunya pada dinding. Matanya memandang kosong kedepan, seolah fokus terbaiknya adalah apa yang ada disana. Junhoe tak bisa kembali memikirkan apapun lagi. Pikirannya terus teringat satu nama. Sebuah nama yang belakangan ini selalu ia ucapkan dengan manis pada bibirnya.

Namun nyatanya Junhoe merasa apa yang telah dia ucapkan tadi tak sesuai dengan apa yang ada dalam hati. Junhoe menyesal, ingin menarik kembali ucapannya namun sepertinya tidak bisa.

Seseorang yang tak terkontrol memang selalu seperti ini. Menyesal di akhir atas apa yang telah ia perbuat.

Cahaya terang dari dalam ruangan membuat Junhoe malu. Seharusnya semua ini meredup mendukung perasaan kelabunya sekarang.

Dengan gontai ia bangkit, duduk di sisi ranjang dengan pandangan yang kosong dan ia menangis seraya menahan sesak. Tak sedikitpun ia pandai melakukan ini, dengan susah payah karena memang hati ini menginginkan, ia menangis sendirian di ruangan besar ini.

Namun tak jauh dari sini, tepat di sebelah ruangan sosok manis itu ikut menangis dalam diam. Menghantarkan suatu perasaan yang sangat tak diduga sebelumnya. Jinhwan pikir ini terlalu mendadak. Disaat perasaan cintanya melambung jauh hanya untuk Junhoe, dengan gampangnya si pelaku mematahkan hati itu.

Jinhwan yang malang dengan perasaan yang dipermainkan. Padahal ia telah memberikan semuanya pada Junhoe. Tapi kenapa secepat ini, seolah semua yang telah mereka lalui mulai terhapus sia - sia.

Ucapan manis itu, semua kata cinta yang ia terima memudar hanya dengan hitungan menit.

Memperjuangkan sesuatu memang susah dan menyakitkan jika hasil akhirnya tak sesuai keinginan. Seperti sekarang ini, dimana ia hanya bisa menangis seraya memeluk kedua lutut tersebut. Menyembunyikan wajahnya dengan tubuh yang sangat menempel pada dinding.

Mungkin hal ini adalah mimpi terburuknya dalam hidup. Hingga rasanya ia ingin segera bangun dan melupakan itu. Namun nyatanya ini bukanlah sebuah mimpi, senyata mereka yang bergelut dengan perasaan mereka sendiri.

Kesedihan, ketidak relaan. Saat salah satu dari mereka mulai bingung hingga kehilangan arah.

.

.

.

.

_Disaster_

Pagi itu kediaman Oh kembali seperti hari - hari biasa. Dimana kedua orangtua yang akan pergi bekerja seperti biasa di pagi hari hingga malam mendatang.

[END] Disaster/JUNHWAN/BINHWAN/YAOITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang