Bunga terdiam sejenak. Jujur Bunga belum siap bertemu dengan Arjuna, dia masih takut segala kenangan buruknya kembali menghantuinya. Trauma? yah jelas, Bunga masih memiliki sedikit trauma namun tak menutup kemungkinan trauma itu akan melemahkannya kembali.

"Bunga!" Zu sedikt berteriak.

Adik angkatnya terlihat ketakutan, keringat dingin jatuh dari pelipisnya. Tangannya pun sangat dingin. Dia jelas masih merasakan trauma itu. Zu menatap Bunga prihatin.

"Jika nanti kamu tak sanggup menemani Alif bertemu dengan ayahnya, biar Priko saja yang menemaninya."

Bunga mengangguk dan tersenyum tipis. "Makasih kak."

Delapan tahun sudah kejadian kelam itu namun rasa trauma itu hanya berkurang sedikit. Hal inilah yang membuatnya tak pernah bisa berlama-lama berdekatan dengan Arjuna. Kalau bukan karena Alif mungkin Bunga sudah tak sanggup duduk satu mobil dengan pria itu dulu. Zu dan orang terdekatnya yang mengetahui hal tersebut akhirnya tidak membawa Bunga dalam persidangan. Mereka takut tekanan dalam sebuah persidangan akan menghancurkan mental Bunga.

"Ibu ...," panggil Alif.

Bocah 7 tahun itu menyusul masuk ke kamar Zu. Sekitar bibir dan hidungnya penuh dengan coklat. Dia terlihat sangat lucu.

"Nak, kok jadi kotor gini sih?" Bunga menatap anaknya lembut.

Alif memamerkan giginya yang juga penuh coklat.

"Aku makan donat coklat sama kak Jainab. Donatnya enak Bu." ceritanya.

Sedangkan Bunga sibuk mengelap semua sisa coklat itu seraya mendengar cerita anaknya. Sejenak Bunga tersenyum tipis. Anaknya memang diberikan Allah untuk menguatkannya. Alif-lah perantara dariNya untuk Bunga.

"Anakmu ini jangan dibiarin main sama Zainab, bisa ikut tengil entar." ucap Zu memperingati.

Bunga terkekeh.

"Bu ... Ayah jadi ke sini-kan?" tanyanya polos.

Bunga mengekrut dahinya hean.

"Priko yang memberitahunya kemarin lewat telfon. Pria itu tak bisa menyembunyikan sesuatu sedikit pun." Dumel Zu.

Bunga tersenyum lembut lalu mengangguk mantap. "Om Priko 'kan udah janji, mau bawa ayah Alif ke sini ... "

Alif tersenyum lebar. "Yes! nanti Alif mau ajak Ayah jalan-jalan. Ibu ikut Alip sama ayah yah. Kita jalan-jalan bertiga bu." ucapnya semangat.

Bunga tersenyum senang melihat anaknya lalu mengangguk."Ibu pasti temenin Alif."

Alif bersorak lalu mengecup pipi ibunya sayang. Bunga tersenyum turut berbahagia melihat anaknya yang sangat bahagia.

"Alif mau nunggu ayah didepan." katanya seraya berlari meninggalkan kamar itu.

Zu menepuk bahu Bunga seraya duduk disamping Bunga. "Kamu yakin akan nemenin Alif ketemu dia?"

Zu tahu, Bunga tak akan pernah berbohong kepada anaknya. Jika dia bilang iya maka itulah yang akan terjadi begitu pula sebaliknya.

Bunga tersenyum dan kembali mengangguk."Alif yang akan membuat Bunga kuat kak, Allah sudah menjadikannya penguat buat Bunga." katanya.

Zu tersenyum tipis, seorang ibu akan menjadi wonder women hanya dengan melihat senyum anaknya. Begitu pula Bunga, bagaimanapun lemah dan traumanya dia, demi Alif ananknya, wanita seperti dia akan menjadi kuat.

Brak!

Pintu kamar itu terbuka dengan kasar.

Zu mendelik melihat siapa yang membuka pintu kamar Zu. 'Kenapa juga tuh bocah sering banget bikin kesel' batin Zu kesal.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 24, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Little MotherWhere stories live. Discover now