DUA

29.3K 1.8K 80
                                    


"Mbah kepala bunga akhir-akhir ini sering pusing, Bunga juga suka mual mbah. Bunga sebenernya sakit apa toh mbah?" ujarnya manja seraya memeluk neneknya.

Mata neneknya sudah berkaca-kaca. Air matanya terus menyeruak meminta keluar. Namun demi cucunya dia harus menahannya. "Bunga nggak sakit. Bunga sekarang sedang mengandung."

Setelah satu minggu yang lalu Dokter Ratih memberitahukan kenyataan itu, baru hari ini Nenek Sharmi berani mengatakannya.

"Mengandung?" Bunga masih terlihat bingung tak mengerti.

Nenek Sharmi mengangguk. "Iya ndok. Mungkin tujuh bulanan lagi Bunga bakal punya anak." ucapnya sok tegar. Senyum itu terlihat sangat dipaksakan.

Bunga langsung menatap neneknya dengan beribu pertanyaan sewajarnya anak seusianya.

"Anak? Gimana Bunga bisa punya anak toh mbah? Bungakan belum lulus sekolahnya." Begitulah Bunga, dia cuma seorang gadis kecil yang masih berusia 12 tahun. Begitu polos dan masih penuh rasa ingin tahu yang besar.

Namun setiap pertanyaan Bunga bagai sayatan yang melukai hati Nenek Sharmi. Dengan senyum palsu dia membelai lembut wajah cucunya. Menatap wajah mungil nan manis itu.

"Allah sayang Bunga, makannya Bunga dikasih anak. Biar entar Bunga ada yang nemenin main." Tuturnya.

"Kan udah ada mbah yang nemenin Bunga main." Ucapnya jujur.

Nenek Sharmi hanya tersenyum lembut seraya membelai puncak kepala Bunga. Nenek Sharmi hanya berharap agar dirinya bisa kuat membantu Bunga hingga kelahiran cicitnya nanti.

***

Kehamilan ke 5 bulan ....

"Bunga, ojok blayu ngono toh(Jangan lari-larian)..., Entar jatuh ndok." Suaranya jelas terdengar sangat khawatir.

Dengan perut yang semakin membuncit. Bunga tetaplah seorang gadis kecil yang masih bersikap selayaknya anak seusianya. Begitu aktif dan selalu ceria. Menginjak bulan kelima morning sicknessnya sudah berkurang namun kini Bunga sering ngidam. Banyak hal yang dimintanya, tapi untung saja segala permintaannya tak ada yang diluar batas kemampuan Nenek Sharmi. Walau sebagian makanan yang dimintanya pada akhirnya tak dimakannya.

Kadang Bunga sendiri merasa heran dengan keinginan-keinginan tiba-tibanya yang menurutnya aneh. Saat dirinya bertanya apa yang sebenarnya yang membuat dia begitu kepada neneknya. Nenek Sharmi pun mencoba menjawabnya.

"Ngidam? iku opo toh mbah(itu apa nek) ?" ucap Bunga tak mengerti.

"Itu biasa terjadi sama cah wedok seng meteng koyok awakmu saiki ndok(anak perempuan yang hamil seperti kamu sekarang, nak)."

Bunga mengangguk entah paham atau tidak.

Neneknya kembali tersenyum. "Itu wajar kok ndok,"

"Emang harus diturutin yah mbah?"

Nenek Sharmi mengangguk, "Kalau nggak dituruti entar anak kamu ngileran loh."

"Ojok toh (Jangan dong) mbah! anak Bunga nggak boleh ngileran." tolaknya antusias seraya mengelus perutnya.

Neneknya terkekeh geli seraya mengelus rambut cucunya sayang.

***

Saat malam tiba tanpa sepengetahuan neneknya Bunga pergi keluar. Dia pergi ke sebuah pohon besar yang berdiri kokoh tak jauh dari gubuk mereka. Bunga duduk diayunan yang dulu pernah dibuatkan oleh teman Dokter Ratih saat berkunjung memeriksa kandungannya. Tangan kirinya memegang tali ayuanan itu, sedangkan tangan kanannya mengelus perutnya. Rambutnya kini terurai makin panjang. Terpaan cahaya bulan menambah ketenangan di hati Bunga. Bintang-bintang bertaburan seakan menghiburnya. Menghibur hatinya yang terkadang merasa sedih. Sedih karena diriya dan neneknya harus tinggal digubuk kecil di tengah hutan. Sedih karena dirinya tak pernah diperbolehkan keluar dari hutan ini. Dan sedih karena setiap malam tidurnya terasa tak nyenyak. Sebuah suara kekehan nan serak dan bayangan seringaian itu selalu membayangi disetiap malamnya. Seperti malam ini, tidurnya benar-benar terganggu. Namun sampai sekarang dirinya tak mengerti dengan semua yang terjadi. Dan yang lebih membuatnya sedih saat melihat neneknya menangis dibelakangnya.

Little MotherWhere stories live. Discover now