TUJUH

23.4K 1.8K 102
                                    

"Jun aku yakin proyek kali ini pasti bakal lebih sukses dari proyek-proyek kita sebelumnya!"

Arjuna mengangguk. "Aku setuju."

"Cuma sayangnya, desa ini terlalu terpencil jadi masalahnya cuma dialat transportasi, kalau pemandanganya aku nggak pernah kecewa sama seleramu."

Arjuna tersenyum tipis.

"Oya, inikan malam terakhir kita survei di desa ini, mending malam ini kita seneng-seneng. Mumpung dibagasiku ada simpenan minuman." ujar Priko.

"Tentu. Tapi minum-minum nggak ada ceweknya kayak makan sayur bayam tanpa garam." kata Arjuna.

"Emang sih, tapi mau gimana lagi, kita ke sinikan awalnya cuma buat survei bukan buat seneng-seneng."

"Harusnya kamu nyimpen cewek juga di bagasi." celetuk Juna

"Gile! bisa mati anak orang kalau aku taruh di bagasi."

Tawa keduanya pun kembali pecah.

Dua sahabat itu bernyanyi begitu lepas di dalam Villa yang mereka sewa. Tepat pada malam itu mereka berpesta alkohol. Keduanya sudah dimabukkan oleh minuman itu. Hingga keduanya hanya tepar di ruang tengah villa itu. "Ko, aku keluar dulu." ucapnya gontai.

"Terserah." jawab Priko sekenanya.

"Payah! Baru empat botol udah tepar." ujarnya terkekeh.

Dengan langkah yang gontai, Arjuna keluar villa. Dan setelah melangkah tak jauh dari villa, dia melihat seorang gadis kecil melangkah dengan ceria. Entah kenapa dia tak pernah menyukai senyum dari seorang perempuan. Terlihat memuakkan dimatanya. Semua wanita itu cuma makhluk bertopeng baginya.

Tanpa gadis itu sadari, dia mengekor mengikuti langkah gadis itu. Niat buruk itu tiba-tiba muncul. Seringaian terbentuk sempurna dibibirnya. Dia kembali meneguk tetes terakhir minuman itu lalu melemparkan botol yang sudah kosong itu.

Prank!

Suara botol pecah itu berhasil membuat gadis kecil itu menoleh. Manis. Walau dalam keadaan setengah sadar dan cahaya remang bulan, wajah gadis kecil itu masih terlihat manis dan alami. Kedua kuncir dirambutnya menambah kesan kekanakan diwajah mungilnya.

Dia menyeringai dan sebelum gadis itu berteriak, Arjuna langsung menarik bahu mungil itu hingga akhirnya dia membungkam bibir kecil itu dengan bibirnya. Ciuman itu sangat kasar dan matanya telah menggelap, dia menarik gadis itu ke dalam semak-semak di dekat jalanan sepi itu. Rontaan dan perlawanan gadis itu tak ada artinya bagi lelaki sepertinya. Gadis itu terus menangis dan berusaha berteriak. Walau pada akhirnya cuma berakhir sia-sia. Malam itu dia benar-benar melampiaskan segala dendamnya yang penuh amarah dan nafsu. Hatinya benar-benar sudah menggelap dan minuman keras semakin memberinya dorongan untuk melakukan perbuatan yang tak beradab itu.

"Shit!" Makinya.

Mata tajamnya kini terbuka sempurna dan lagi-lagi mimpi itu datang disetiap malamnya. Keringat dingin mengalir deras diseluruh tubuhnya. Dia benar-benar seperti habis berlari berpuluh-puluh kilometer. Tangan besarnya mengusap wajah tampannya dengan kasar.

Perlahan namun dengan perasaan gusar dia beranjak turun dari kasur king sizenya. Kamarnya begitu indah dengan desain eropa klasik. Namun keindahan itu tak selaras dengan perasaan sipemilik kamar. Dia melipat kedua tangannya di dada, punggungnya bersandar di kusen jendela di sudut kamarnya. Pikirannya melayang entah ke mana dan raut wajahnya tak bisa diartikan. Kini yang dirasakannya cuma satu, kegelisahan yang tak jelas.

"Tuan muda?"

Arjuna sedikit terkesiap namun dia sudah terbiasa dengan kemunculan pelayannya itu. Dia menoleh ke arah pintu dan mengangguk mengijinkan Jo masuk ke kamarnya.

Little MotherWhere stories live. Discover now