[23] Rencana

5.1K 614 23
                                    

Ali menjatuhkan dirinya di bangku kantin. Turut bergabung dengan Keano, Alvin, dan Dycha yang telah lebih dulu berkumpul. "Weits, ini dia yang ngajakin kita kumpul sepagi ini. Jam berapa sekarang, pak?" Alvin bercelutuk, kemudian diikuti anggukan oleh lainnya.

Alvin benar, Ali memang sengaja mengajak teman temannya berkumpul di kantin kampus, pagi ini. Padahal kelas mereka masih dimulai nanti siang. Ali bahkan mengharuskan semuanya untuk hadir, tanpa terkecuali. Karena ini begitu penting, begitu kata Ali kemaren melalui grup whatsapp.

Ali menyeringai kecil, seraya mengatur posisi duduknya agar lebih nyaman. "Sorry, sorry. Gue sekalian nganterin Prilly kekampus tadi, kasian kan kalo Dia nunggu taksi. Kelamaan. Apalagi, Dia ada kuis pagi."

"Oh, sekarang sama Prilly?" Tanya Dycha yang kini mulai bersuara. Selama ini yang Dycha tahu, Ali adalah pemuda yang cool. Ia tidak ingin membuang waktunya untuk berinteraksi dengan kaum hawa.  Hanya Kiara satu satunya Gadis yang ada di poros kehidupan Ali. Tidak ada yang lain, hanya gadis itu.

Keano yang mendengar nama Prilly disebut, langsung bergerak cepat melepas headphone yang bertengger ditelinganya. Matanya berbinar, dan mulai ikut nimbrung diantara obrolan teman temannya. "EH PRILLY? YANG CANTIK ITU, KAN?" Keano begitu antusias ketika memorinya menghadirkan fragmen fragmen wajah ayu Prilly.

Keano memang tidak mengenal banyak tentang gadis itu. Tapi pertemuan keduanya saat di appartement Ali, cukup meyakinkan Keano bahaa Prilly adalah gadis yang baik. Dan begitu cantik.

Ali tidak tahu, apa yang terjadi dengan dirinya. Hanya saja, Ia tidak suka melihat cara pandang Keano saat membahas Prilly. Terlihat memuja, juga begitu bersemangat. "Biasa aja kali, norak Lo." cerca Ali.

"Bodo, mau Gue gebet ah. Lumayan, dapet bidadari. Nyokap pasti seneng, pasti langsung disuruh buat cepet nikah kalo Gue ngenalin Prilly." Gurau Keano dengan wajah yang ingin sekali Ali tinju dengan tangannya sendiri. Bagi Ali, ini tidak lucu.

"Sembarangan, nggak akan Gue restuin Lo." Balas Ali diikuti dengan gerakan mengambil alih minuman Alvin. Menyeruputnya, tanpa peduli dengan sang empunya yang entah mengizinkan atau tidak.

"Udah-udah. Ini malah rebutan Prilly. Kiaranya buat Gue aja ya, kalo gitu. Lo jangan maruk-maruk, man."

"Hidup itu pilihan." Lanjut Alvin. Pemuda itu, membiarkan Ali menegak habis minumannya. Karena saat ini, Ia beralih mengambil sebatang rokok dari dalam sakunya dan bersiap untuk mengisapnya.

"EH SEMBARANGAN YA LO, NGGAK. NGGAK ADA ACARA KIARA SAMA LO.KIARA PUNYA GUE." Ali menolak tegas. Menggebrakkan meja, dan mementahkan perkataan Alvin. Hingga membuat hampir semua pasang mata yang ada disana menatap awkward kearah Ali.

Peduli setan Ali dengan mereka, Ia tidak ingin Kiara jatuh pada siapapun selain dirinya. Sekalipun, itu hanya candaan.

"Iya-iya ampun, bos. Gue nggak mau cari mati sama Lo."

Ali menghela nafasnya, sambil tersenyum. "Nah bagus."

"Nggak usah ngajak ribut disini juga kali, Li. Lo juga nggak usah bercanda kelewatan gitu kalo soal Kiara, Vin. Tau sendiri lah Ali kaya gimana kalau nyangkut Kiara." Dycha, sosok yang sedari tadi sibuk dengan semangkok baksonya kini mulai menengahi perdebatan antara Alvin dan Ali. Diantara mereka, Dycha memang yang paling dewasa baik dari umur maupun cara berpikir.

"Oiya, Lo ngapain ngajakin kita kumpul? Ada yang penting kan, pasti." Lanjut Dycha, mengganti topik.

Great.

Ali mulai mengukir senyum tipisnya ketika mengingat tentang tujuannya mengajak teman-temannya itu berkumpul. "Ohiya, Gue ngajak Lo kesini buat bantuin Gue mikir cara buat nembak Kiara." Dalam satu tarikan nafas, ucapan Ali yang mantap itu menarik perhatian ketiga temannya. Dycha, Alvin, dan Keano yang kini menatapnya tak berkedip.

"Dalam waktu dekat ini sih, rencananya. Walaupun gitu, Gue nggak mau kalo nembak asal nembak. Gue mau bikin yang berkesan. Biar diinget terus sama Dia." Lanjut Ali. Intonasi suaranya terdengar jauh lebih serius menggema di telinga Dycha, Alvin, dan Keano.

Dan sebagai sahabat yang baik, tentu saja Dycha, Alvin, dan Keano mendukung niat Ali tersebut. Selama ini, mereka juga telah mengenal sosok Kiara cukup lama. Tidak ada satu celah pun pada diri gadis itu. Kiara sempurna, dan mereka semuanya pun mengakuinya.

*****

Prilly masih merutuki dirinya sendiri, mengumpat kesal sambil sesekali memasukkan kentang goreng kedalam mulutnya. Hari ini kuis Bu Lina yang sudah Ia persiapkan dengan matang, gagal total.

Kalimat-kalimat Ali semalam, memporak-porandakan ingatan Prilly tentang materi kuis yang sudah Ia pelajari. Bagaimana keinginan Ali yang mengatakan bahwa Ia ingin menjadikan Kiara kekasihnya, hingga tentang kejujuran pemuda itu bahwa sebenarnya Ia mencintai Prilly.

"Minum dulu, nih. Ntar keselek lagi, Lo." Aulia mulai menyodorkan segelas es teh pada Prilly yang masih sibuk mengumpat sambil terus memakan kentang goreng tanpa henti. Aulia tampak khawatir, bila sahabatnya itu akan tersedak.

Bahaya, kan.

"Udahlah, kuis ini kan bukan akhir dari hidup Lo. Tenang aja kenapa, sih?" Lanjut Aulia, lagi. Dengan senyum tipis yang membuat Prilly  beralih menatap mata miliknya.

Untuk beberapa saat, atmosfer diantara keduanya menjadi canggung. Prilly tidak kunjung membalas ucapan Aulia, meski pikirannya berkecamuk.

Haruskah Ia menceritakan apa yang terjadi semalam pada Aulia?

Dan membiarkan gadis itu tahu, bahwa ini semua bukan tentang kuis Bu Lina. Prilly tidak peduli dengan kuis itu. Karena pedulinya sekarang, adalah Ali.

"Prilly?" Sapa seseorang yang kini tiba-tiba duduk disamping kursinya, dan langsung meletakkan segala pesanannya di meja yang sama dengan meja yang duduki Prilly dan Aulia.

Aulia yang merasa asing dengan sosok tersebut, memilih untuk diam namun tetap memperhatikan pemuda itu dengan seksama.

Dari mukanya sih, ganteng. Kayaknya, juga anak baik.

"Eh, ada temennya Prilly juga? Kenalin, Gue Keano." Ucap sosok itu, ketika Ia rasa Aulia memperhatikannya. Dia adalah Keano, yang saat ini menjabat lembut tangan halus milik Aulia. "Aulia." Gadis itu mengakhirinya dengan senyuman.

Ah iya, Prilly ingat. Dia teman Ali yang beberapa hari lalu, Prilly temui di appartement Ali.

"Keano, temennya Ali kan?" Sapa balik Prilly dengan antusias. Membuat Keano begitu gemas dengan ekspresi Prilly, Ia tersenyum lalu mengangguk.

"Sorry ya, Gue gabung disini. Habisnya tempat lain penuh, hehe."

"Santai aja, Kean." Prilly berujar, dengan sorot mata yang masih memandang kearah Keano yang kini sudah mulai menyantap makanannya.

"Iya nggak papa, kok. Lagian ini Gue juga udah harus pergi, jadi kalo Lo disini. Bagus, ada yang nemenin Prilly." Timpal Aulia, yang sepertinya memberikan ruang bagi mereka untuk berdua. Aulia harap, Keano mampu mengubah suasana hati Prilly yang saat ini sedang tidak dalam kondisi baik.

Dan jika bisa, Aulia juga tentu berharap jika Keano turut bisa mengubah perasaan Prilly kepada Ali.
Perasaan yang akhir-akhir ini, Aulia ketahui sering membuat Prilly terluka.



PERFECT SCANDALWhere stories live. Discover now