[20] Prilly itu..

5.6K 608 21
                                    

Pukul 06.00. Prilly sudah terbangun dari tidurnya, dengan kondisi kedua mata yang begitu sembab dan terasa begitu berat. Semalam, setelah obrolan singkatnya dengan Ali itu usai, tangis Prilly tak lagi terbendung mengingat ucapan Ali bahwa dirinya mencintai Kiara. 

Semua itu membuat dada Prilly seolah terhimpit dua bebatuan besar yang kemudian menyulitkannya bernafas. Membuat matanya memanas. Hingga akhirnya, air mata itu tumpah meruah tanpa bisa dirinya cegah.

Prilly menyibakkan selimut hingga menampilkan wajah ayu nya yang begitu memprihatinkan. Prilly tak ingin beranjak dari tempat tidur, sekarang. Dirinya hanya sibuk menatap langit-langit kamar, sambil sesekali memejam kembali ketika Ia kembali mengingat bayangan wajah Ali.

Menyakitkan.

Prilly tidak menyangka, bila cinta pertamanya akan berakhir dengan luka.

"Pril?"

Ketukan pintu dan suara Ali, seakan beradu untuk memasuki telinga Prilly. Membuat Gadis yang semula ingin beranjak dari tempat tidurnya, kembali mengurungkan niat.

"Pril! bukain, dong."

Lagi dan lagi, Ali kembali bersuara. Intonasinya Ia tinggikan dan ketukannya juga semakin Ia perbanyak.

Prilly menghela nafas, kemudian menyibakkan lagi selimutnya hingga mengekspose tubuh mungilnya. Salah satu kakinya, Ia biarkan menjulur menyentuh lantai lantas diikuti sebelah kakinya yang lain. Dengan perlahan, Ia melangkah menuju pintu.

"Ada Kiara, nih. Dia pengen kenalan sama Lo, katanya."

Ketika gagang pintu sudah dalam jangkauannya, Gadis itu justru jatuh meluruh bersamaan dengan suara Ali yang menyebut kata Kiara. Menyandarkan dirinya pada punggung belakang pintu dan memeluk kedua lututnya sendiri kuat-kuat, menahan tangisnya yang Ia yakini akan membuncah sebentar lagi.

"Hai, nama Aku Kiara.. Sebenernya, Aku pengen banget ketemu sama Kamu. Kata Bi irah Kamu cantik dan juga baik, bikin Aku nggak sabar buat kenalan sama Kamu. Kalau sekarang Kamu belum bangun, nggakpapa. Mungkin lain waktu, hehe.. Aku sama Ali pergi dulu ya, dadaah!"

Sekiranya begitu, suara lembut Kiara yang saat ini menyapa Prilly. Menjejali telinga Prilly dan memenuhi isi didalamnya. 

Dari nada suaranya, Prilly seolah dapat menangkap bahwa Kiara adalah sosok yang ramah dan menyenangkan. Prilly tersenyum, Ali jatuh cinta pada sosok yang benar. Sosok yang Ia yakini lebih baik darinya.

"Gue sama Kiara jalan dulu ya, Pril.. Itu sarapannya udah siap, Kiara tadi yang masak khusus buat Lo. Jangan sampai nggak dicobain, bakalan nyesel Lo! Daaah!"

*****

Setelah cukup lama menghabiskan waktunya dijalanan yang padat, akhirnya Ali dapat juga membawa Kiara sampai disini yaitu Taman kota.

Mobil Ali sudah terparkir sempurna. Dan kini, keduanya memilih untuk berjalan-jalan disekitar area taman kota dengan dua buah Ice Chocolate yang berada ditangan keduanya. "Lo seneng kita jalan disini?"

Kiara menoleh, gurat wajahnya menyiratkan kebingungan ditambah dengan kerut didahinya. "Iyalah, seneng. Seneng banget malah. Kita udah lama tahu, nggak kaya gini. Lo terlalu sibuk mikirin kegiatan OSPEK, sih. Rapat inilah, itulah. Guenya dilupain.."

Ali akui apa yang diucapkan Kiara itu benar adanya. Akhir-akhir ini banyak sekali kegiatan kampus yang banyak menyita waktunya, membuat frekuensi kebersamaan Ali dan Kiara perlahan menurun. "Sorry deh, bentar lagi juga udah bakal kelar semuanya kok. Dan Gue bakal tebus abis semua waktu kita yang kebuang sia-sia, deh.."

Kiara tertawa kecil. "Masa?"

"Hmm.." Ali mengangguk mantap. Lalu, kembali menyeruput Ice Chocolate yang kini berada digenggamannya.

Mata Kiara seketika berbinar ketika melihat adanya bangku disisi taman yang kebetulan kosong. Buru-buru, Kiara menarik tangan Ali untuk duduk disana. "Duduk, yuk.."

"Li.." Panggil Kiara yang sontak membuat Ali menoleh. Pemuda itu, tidak lagi mengangkat Ice Chocolate nya ke awan-awan hanya untuk melihat es batu yang tersisa. Ia mengalihkan pandangannya pada Kiara, menatapnya lekat seolah hanya Kiaralah objek satu-satunya.

"Kenapa?"

Kiara menyandarkan punggungnya kekursi, dan menjatuhkan arah pandangnya tidak pada Ali. Melainkan pada sekumpulan orang didepannya yang tengah berlalu lalang berjalan melintasi mereka. Rasanya, itu lebih baik daripada dirinya akan tenggelam dalam tatapan Ali. "Prilly itu.. gimana?"

Ya elah.

"Yaa gitu. Biasa aja.." Ali memutar bola matanya. Cukup heran dengan pertanyaan yang dilemparkan Kiara kepadanya.

"Itu bukan jawaban, ish. Gue kan nanya gimana mana bisa cuma dijawab ya gitu. Demi apa, kalau ada soal essay kaya gitu pasti nilai Lo ancur."

Ali terkekeh geli, lalu mengacak perlahan rambut Kiara. Menggemaskan. "Um.. Anaknya sih emang awalnya jutek dan galak gitu.. Tapi dia baik, penyayang, toleransinya tinggi, sabar, pinter masak, lucu, ngegemesin gitu lah pokoknya. Persis kaya Lo."

Kiara menaikkan alisnya, seolah meragukan satu pernyataan Ali yang terakhir.

"Iya kaya Lo, ngegemesin nyebelin gitu deh." ulang Ali, yang sepertinya paham akan isyarat keraguan dari wajah Kiara.

"Ih, apaan, ish. Um.. Dia cantik ya?"

Ali mendengus. Mengangkat kepalanya menghadap langit biru sambil membayangkan bagaimana wajah Prilly. "yaiyaa.."

Bagaimanapun sikap Prilly kepada Ali. Seburuk apapun hubungan diantara keduanya. Fakta tetaplah fakta bahwa Prilly memang termasuk gadis yang cantik, dan Ali mengakui hal itu. Semua orang juga akan mengakuinya, mungkin.

"Lo suka ya sama.. Dia?"

Pertanyaan Kiara kali ini, sukses membuat Ali membulatkan matanya. Merasa terkejut dan tidak habis pikir dengan pertanyaan yang Kiara lontarkan ini. "Nanya apaan sih, Ra. Nggak jelas banget.." Ia menandaskan telak Ice Chocolate menjadi tidak bersisa, lalu melemparkan cup plastik bekasnya tepat sasaran pada tempat sampah yang tak berjarak jauh darinya.
Kiara geram dengan sikap Ali, mau tidak mau gadis itu melayangkan pukulan keras pada lengan Ali. "Jawab yang bener, ish. Jangan kaya gitu."

Ali meringis, menahan sakit di lengannya yang terasa memanas akibat pukulan Kiara. "Galak banget sih, neng. Untung abang sayang."

"Najis, ew. Buruan.. "

"Lo mau tau seriusan?"

Kiara mengangguk. Mengubah air wajahnya menjadi lebih serius dari sebelumnya. Mempersiapkan dirinya menunggu jawaban apa yang akan diucapkan oleh Ali. 

Besar harapan Kiara, agar pemuda didepannya itu mengatakan tidak. Agar dirinya tidak perlu khawatir akan ada sosok yang akan merenggut Ali dari hidupnya.

Katakan Kiara jahat, tapi begitu kenyataannya.

Ia takut kehilangan Ali. 

Ali menatap lamat Kiara dalam waktu yang lama. "Gue enggak suka sama Prilly, kita cuma temen. Naik level sih sekarang, jadi temen deket. Udah."

Kiara tersenyum. Oksigen disekelilingnya seakan berlomba untuk mengisi rongga dadanya hingga pada akhirnya meluruhkan kekhawatiran Kiara.

Terimakasih, Tuhan..

PERFECT SCANDALUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum