[18] Siapa Kiara?

4.9K 586 8
                                    

"MAMAA!"

"I'M HOMEEE"

Ali melangkahkan kakinya, masuk kedalam rumah dengan senyum sumringah yang begitu mendominasi wajah tampannya. Dengan teriakan yang begitu menggema keras hampir diseluruh penjuru ruangan, mau tidak mau hal tersebut membuat Kiara menatap jengah kearahnya sambil menginjakkan kakinya pada salah satu kaki milik Ali. Bisa dipastikan, injakan itu sukses membuat Ali meringis kesakitan dan mengaduh kesal.

"Apaan sih, Ra! kok Lo nginjek kaki Gue?"

"Habisnya berisik, sih. Bikin telinga sakit."

"Dih mulut-mulut siapa?"

"Tapi kan telinga-telinga Gue!"

"Tinggal tutup telinga aja, apa susahnya sih?"

"Susah lah. Mending juga Lo aja yang di-" Perkataan Kiara dengan berat hati harus terpotong ketika keduanya melihat Diva, berjalan tergesa menuruni anak tangga yang meliuk langsung kearah ruang tengah. Wanita separuh baya itu, langsung berhamburan kepelukan Ali. Putra kesayangannya.

"Aduh, anak ganteng mama pulang! mama kangen banget sama kamu." Diva meluapkan segala kerinduannya lewat pelukan yang semakin lama semakin Ia eratkan.

"Ohiya! Mama udah masakin masakan kesukaan kalian. Ayo Ra, abangnya diajak makan dulu."

Kiara mengangguk, mengiyakan perkataan dari Diva. Namun ketika Kiara hendak menoleh kearah Ali guna menyuruhnya untuk makan, pemuda itu telah lebih dulu mengalungkan tangan kanannya pada leher jenjang Kiara. "Yuk, Ra. Makan." Ia merangkul Kiara dan keduanya sama-sama berjalan menuju ruang makan untuk menyantap makan siang bersama.

"Oma nanyain kamu mulu, lho. Oma kangen itu sama cucu ganteng kesayangannya." Ali terkekeh pelan, merespon perkataan Diva yang kini duduk dihadapannya.

Sejujurnya, tidak hanya oma yang merindukannya. Melainkan dirinya juga begitu merindukan sang oma. "Ali juga kangen sama oma, kangen banget malah. Tapi ya gimana, urusan dikampus banyak banget. Bikin kepala Ali pusing."

"Halah sibuk pacaran itu mah, ngegebet cewek sana sini. Yakan, bang?"

"Dih, boong. Ngaco, mulu. "

"Oya?"

"Sumpah, engga. Engg-"

Diva terlihat pening melihat kelakuan kedua buah hatinya yang beradu mulut. "Udah, stop. Pusing kepala Mama lihat kelakuan kalian, kaya gini."

"Giliran Ali engga ngegodain, gantian Kiara yang mancing. Kalo udah adu mulut, nggak akan ada habisnya. Tapi kalo ntar ditinggalin Ali aja, Kiara kejernya minta ampun."

Kalimat terakhir dari Diva, membuat sifat jail pada diri Ali kembali menyeruak. Pemuda itu lantas menarik Kiara kedalam pelukannya dalam satu kali tarikan, "Uluh-uluh, sini peluk dulu yang bakalan kejer kalo Gue tinggalin. Pukpukpuk." Disela pelukan Ali yang begitu erat, pemuda itu bersuara dengan suara yang dibuat-buat.

Terdengar menjijikkan, memang. Namun, sukses menggoda Kiara. Membuat emosi gadis itu tersungut hingga ubun-ubun.

"Anjir, jinjay ah. Najis, bang. Najis." Kiara yang berada dipelukan Ali, memberontak. Gadis itu terlihat bersikeras untuk lepas dari pelukan Ali, namun apadaya bila nyatanya tenaga Ali jauh lebih besar.

"MAMAAAA, ALI NAKAL!" Dan kali ini, Kiara berteriak cukup keras. Memanggil Diva sebagai bala bantuan agar Ali melepaskannya. Namun bukannya melepas, Ali justru mempererat pelukannya terhadap Kiara.

Sementara Diva yang melihat kelakuan mereka, menarik simpul hangat sesaat sebelum pada akhirnya Ia memilih untuk meninggalkan keduanya dan berjalan menuju kamar. "Mama mau tidur siang dulu deh, pusing liat kalian.."

"Dadah mamah, have a sweet rest. Kiaranya bakal baik baik disini kok, Ali jagain. Ali pelukin."

Detik berikutnya, satu teriakan keras terdengar menggelegar dari bibir mungil milik Kiara, "HUAAAAA!!!"

Dan Ali pun, tersenyum.

Tersenyum puas dan penuh kemenangan.

*****
Malam ini udara malam terasa begitu dingin. Ditambah, nyala pendingin ruangan yang berada di ruang tengah appartement Ali semakin sukses membuat Prilly memeluk kuat-kuat dirinya sendiri. 

Malam memang telah larut, terbukti dari Bi Irah yang sudah berkali-kali membujuk Prilly agar Gadis itu segera masuk kedalam kamar dan tidur. Namun, berkali itu juga Prilly menggelengkan kepalanya dan menolak ajakan Bi Irah. Alasannya sederhana, yaitu karena Ali belum juga pulang.

Prilly menatap jam dinding yang terpasang diatas LED TV. Saat ini, waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam. Dan Ali, belum juga menunjukkan adanya tanda-tanda akan kunjung pulang. "Lo dimana sih, anjir.  Kedaerah pedalaman mana gitu, sampe-sampe dihubungi gabisa." Rutuk Prilly yang sedari tadi terus mengumpat. Pasalnya, ponsel Ali tidak bisa dihubungi.

Kan Prilly cemas, ya. 

Namanya juga cewek, pasti mikirnya kejauhan. Dan pasti, aneh-aneh dan enggak-enggak, gitu.

Beruntungnya, pikiran itu buyar dalam sekejap ketika Ia melihat Bi Irah yang lari tergopoh-gopoh menuju pintu utama. Dan ketika bunyi klakson itu berbunyi, Prilly menyadari bahwa Ali telah datang. 

Buru buru Prilly melangkahkan kakinya mengikuti Bi Irah menuju pintu utama, dan senyum Manisnya mengembang ketika melihat mobil Ali telah terparkir sempurna didepan matanya.

Syukurlah, gadis itu lega. 

Setidaknya, Ia bisa menyingkirkan pikiran buruk bahwa Ali kecelakan, terkena begal, atau apalah itu. Karena Ali sudah pulang, dan Ia merasa tenang.

Mendadak senyuman Prilly menghilang. Meluruh bersamaan dengan Ali yang mendekat kearahnya seraya menggendong seorang Gadis cantik yang tak Ia kenal. Tubuh Prilly membeku. Lututnya terasa gemetar seakan tak lagi kuat menopang tubuh Prilly. 

"Pril, tolong bukain pintu kamar Gue, dong. Gue mau nidurin Kiara nih, biar tidurnya dia lebih nyenyak." Ali berujar sambil berlalu, seakan Prilly tidak akan terluka melihatnya dengan gadis yang bukan dirinya. 

Untuk beberapa saat, Prilly terdiam. Menikmati setiap rasa nyeri yang menjalar di ulu hatinya, dan membiarkan buliran air mata keluar dari pelupuk matanya. 

Namun detik berikutnya, Gadis itu tersadar. Buru-buru Ia mengelap kedua sudut matanya sebelum pada akhirnya bergegas menyusul Ali untuk membukakan pintu. 

Setelah pintu itu terbuka, Ali langsung masuk dan menidurkan Kiara didalam kamarnya.  Pemuda itu juga menyelimuti Kiara sebatas dada, dan mengecup dahi milik Kiara sejenak dengan penuh kasih sayang. 
Sebelum pada akhirnya, Ia menghampiri Prilly yang mematung melihat semua itu sambil memegangi gagang pintu. "Hei kok bengong?" Prilly tersentak ketika Ali kini berada dihadapannya dan berbicara padanya.

"Tidur sana, Lo kelihatan udah ngantuk gitu." Ucap Ali seraya mengelus pucuk kepala Prilly, sementara Prilly hanya tersenyum tipis sambil menatap kearah Ali.

"Lo mau tidur dimana?" Tanya Prilly dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Pasalnya, Ia tahu betul bahwa di appartement ini tidak ada lagi kamar yang tersisa.

Ali terkekeh singkat mendengar pertanyaan Prilly, sambil merangkul gadis itu, Ali menuntun Prilly berjalan menuju kamarnya.

Dan ketika sudah berada didepan kamar Prilly, Ali melepas rangkulannya. Pemuda itu memegang kedua bahu milik Prilly, menatap lekat tepat pada mata hazel Prilly dan tersenyum. "Dimana aja bisa, cowok mah bebas. Santai. Lo tidur sana, selamat malam Prilly.."

PERFECT SCANDALWhere stories live. Discover now