Prolog

22.8K 813 0
                                    

"Lu masuk SMA mana?" 

Pertanyaan itu akhir-akhir ini sering terdengar di telinga Sakha. Pertanyaan yang membuat kupingnya panas. Kelas 9, dimana masa-masa SMP akan berakhir. Sebentar lagi, kemeja putih dengan simbol SMP dan name tag 'Sahka Arshana S.' itu akan berganti dengan seragam putih abu-abu.

Sakha berdiri dari duduknya dan berjalan keluar kelas sambil membawa ranselnya. "Bareng, bro?" Tanya seseorang yang kemudian berjalan di samping Sakha. "Yuk lah. Gua gak bawa sepeda," Sakha menyetujui ajakan orang itu.

Dia adalah Ray, teman kecilnya. Sakha dan Ray selalu bersama sejak kelas 1 SD. Mereka menghargai perbedaan. Walaupun berbeda kepercayaan, 2 orang sahabat itu tidak pernah menghina satu sama lain.

Sakha berdiri di boncengan sepeda Ray. "Ray, jangan lewat becek ya. Gua basah ntar," kata Sakha. "Sip," Ray mengangguk dan mengayuh sepedanya menuju rumah mereka. 

"Lo SMA dimana, Ka?" tanya Ray ditengah perjalanan. Sakha berdecak kesal. "Come on, Ka. Kalo gini-gini terus lo gak bakal tau mau sekolah dimana," Ray sepertinya tahu betul apa yang Sakha benci.

"Gak tau gua, coy. Bapak gua nyuruh masuk SMA biar bisa jadi polisi. Tapi gua mau masuk SMK penerbangan. Lu gimana?"

"Gua masuk SMA negeri deket rumah kita aja. Tapi menurut gua ya, mending lu masuk SMK sih. Kan yang sekolah bukan bapak lu," saran Ray. Sakha mengangguk.

"Gausah dipusingin dulu lah. Ntar gua ngomong sama bapak lagi," kata Sakha. "Iya bagus dah. Eh, ntar malem pos ronda ya, gabut gua," ajak Ray. "Siap lah. Gua kesana abis isya, ya. Lo duluan aja nanti," Sakha setuju. 

"Siap, kapten!"

My PrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang