44

7.3K 990 241
                                    

Waktu menunjukkan pukul 02.00 pagi. Tapi aku, Grace dan Luke masih terjaga dan lebih memilih untuk mengobrol di balkon apartment ku yang mungil tapi nyaman. Aku dan Zoe sudah menata balkon dengan meletakkan sofa bed dan meja kecil disana. Selain itu, ada sebuah lampion yang mempercantik balkon. Kami berdua biasanya lebih memilih untuk belajar di balkon jika kami bosan belajar di kamar. Bahkan aku dan Peter juga sering mengobrol disini dan ber---- ah sudahlah. Aku tidak boleh memikirkan dia terus. Dia sudah meninggalkanku, sudah melupakanku, kenapa aku tidak bisa melakukan itu juga?

Aku mengamati sosok Grace yang duduk di bangku depanku. Tangan kirinya memegang coklat panasnya dan tangan kanannya membolak-balik majalah yang ada dimeja. Dia sesekali memberikan komentar-komentar kecil yang berhubungan dengan fashion ketika dia selesai membaca artikel di majalah tersebut. Komentar itu hanya ku respon dengan putaran mata, tentu saja. Habisnya, aku sama sekali tidak mengerti tentang apa yang dia bilang. Luke lain lagi, ia sama sekali tidak mengacuhkan komentar adiknya dan terus memainkan gitar sambil bernyanyi, tentu saja.

Pandanganku beeganti kepada Luke. Luke Robert Horan yang dulu sudah berubah. Dia terlihat lebih dewasa. Dan sedari tadi ketika kami menghabiskan waktu bersama, aku bisa melihat bahwa sifat nya pun sudah sedikit berubah. Dia tetap annoying, tapi tidak keterlaluan seperti dulu. Dia terlihat lebih tegas, dan... entahlah.. kurasa dia jadi lebih bijak juga dari caranya tadi ketika ia menasihati Grace untuk hidup lebih hemat dan tidak belanja hal yang tidak perlu.

Entah kenapa, perubahan Luke ini membuat perasaan aneh muncul didalam hatiku.

Perasaan seperti penyesalan.
Menyesal karena aku tidak ada disampingnya untuk menyaksikan perubahannya ini secara langsung.

Aku kehilangan kesempatan untuk menyaksikan sahabat-sahabatku berubah menjadi seperti sekarang,

Menjadi lebih dewasa dan sukses.

"Apa ada sesuatu di wajahku?" Pertanyaan Luke membuyarkan lamunanku. Aku menatap Luke yang saat ini mengerutkan keningnya, ia berhenti main gitar dan terus menatapku. Aku menggelengkan kepala pelan. "Tidak ada kok. Kau tetap jelek seperti biasanya. Tidak ada yang berubah." Ucapku.

Luke tertawa mendengarnya. "Jangan salah, wajah yang kau bilang jelek ini telah membuat banyak gadis jatuh cinta padaku." Ucapnya. "Wajah, dan suara emasku."

Aku memutar mata mendengar ucapannya yang penuh kepercayaan diri itu.

Ucapanku tentang Luke yang sudah semakin dewasa tadi aku ambil lagi deh. Dia sama sekali tidak berubah. Dia tetap lelaki bodoh yang memiliki self esteem super tinggi.

He's so cocky.

"Oh ya? Gadis seperti siapa? Acacia, Arzaylea, atau gadis berambut merah yang datang ke rumah sambil mengaku-ngaku bahwa dia hamil itu?"

Aku melongo mendengar ucapan Grace barusan.

"LUKE! KAU MENGHAMILI PEREMPUAN?"

Luke menutup telinganya. Mungkin teriakanku tadi terlalu keras, apalagi dia duduk di sebelahku, pasti suaraku semakin menggelegar deh tadi.

"Tentu saja tidak, dasar bodoh!" Ucap Luke kesal. Ia menatap Grace penuh kekesalan, sedangkan Grace hanya tertawa. "Jesus, D. Ayahku selalu memberiku percakapan tentang keselamatan, tau. Aku tidak mungkin melupakan itu." Tambahnya, pipinya memerah ketika ia mengucapkan kalimat itu. Lagi-lagi Grace tertawa seolah dia menikmati keadaan ini.

"Lalu? Apa maksud Grace tadi?"

"Gadis berambut merah yang Grace maksud itu hanya fans. Aku tidak tahu kenapa dia bisa menemukan alamat rumah di London. Yang jelas dia datang kerumah, menangis tersedu sambil berkata bahwa dia hamil, dan membuat seisi rumah gempar. Ayahku bahkan meneleponku dan menyuruh aku pulang ke London saat itu juga dan jika aku tidak pulang, ayah bilang dia akan menyeret bokongku dan membawaku pulang untuk langsung menikahkan aku dengan gadis itu." Ceritanya dengan pipi yang mengembung lucu karena dia sedang kesal.

Little Fairy: Wherever You AreWhere stories live. Discover now