Bagian 8

728 119 6
                                    

Happy Reading♡

Punggung Krystal menegang, tak ingin sama sekali menyentuh sandaran kursi di belakangnya. Mulutnya terkatup rapat. Di dalam sana giginya sudah saling beradu menimbulkan gemeretak halus bahkan sesekali menggigit bagian dalam bibir bawahnya. Jemarinya tak lepas membentuk suatu tautan kuat diatas pahanya yang tertutup pakaian linen. Matanya juga tak berhenti berkedip disetiap detik. Pandangannya menerawang jauh, berusaha mencerna setiap kata yang terlontar mulus tapi terdengar rumit dari mulut Beth.

Gadis itu berceloteh panjang lebar tanpa jeda tentang hal-hal yang sama sekali tidak Krystal mengerti. Tentang segala teori yang meluncur dari mulut yang katanya adalah seorang peri. Mengungkap semua kemungkinan dari setiap kejanggalan yang selama dua hari ini mereka alami di Exordium.

Disamping semua istilah-istilah baru yang melintas di telinga Krystal, hanya dua yang berhasil ia tangkap di pikirannya, yaitu tentang balas dendam dan menguasai Exordium.

Jujur saja, yang selama ini Krystal tahu tentang semua pertempuran dalam dunia fantasi itu adalah fiksi. Bahwa adanya Armagedon yang disebabkan oleh pertempuran antara malaikat dari langit dengan lucifer dari neraka-pun masih jauh dari jangkauan pemikiran Krystal. Bukan ia tak percaya akan semua hal itu, hanya saja ia belum bisa percaya bahwa faktanya dunia yang ia anggap buatan itu ternyata benar ada. Perwujudannyapun tak jauh berbeda.  Pertempuran-pertempuran yang pernah ia tonton di film dan ia baca dalam novel bukanlah fiksi atau bualan belaka, dan yang paling menyita pikirannya saat ini adalah bahwa ia merasa juga akan ikut andil di dalamnya.

'Oh Tuhan, ragaku saat ini benar bersama mereka tapi aku sama sekali tak tau apa yang seharusnya aku lakukan.'

Detik demi detik terlewat, menitpun berlalu dengan sangat cepat. Sesaat kemudian Krystal berusaha menelan ludahnya yang mulai pahit, tidak susah, hanya sedikit memerlukan dorongan. Bibirnya terbuka, kemudian menutup lagi. Ingin mengatakan sesuatu tapi ia urungkan.

Namun, ia merasa tidak bisa seterusnya menjadi pendengar disini. Setidaknya walaupun kemungkinan suaranya tak didengar, masih ada secuil kelegaan yang menyelimuti hatinya setelah berhasil beropini.

"Jujur saja," selanya, membuat semua pasang mata terfokus padanya "dari semua yang kalian bicarakan tak ada satupun yang bisa aku pahami dengan mudah." Tangannya meremas resah ujung kain linen di pahanya.

"Aku tahu ini suasana genting. Tapi, tidakkah lebih mudah kalau kalian bicarakan secara gamblang lebih dulu? Tentang siapa aku?-maksudku- apa aku dimata kalian sampai kalian merasa baik-baik saja jika aku berada disini -dalam diskusi ini?" Ia berkedip sekali kemudian mengedarkan pandangan. 

"Kalian seolah berbicara tentangku, tapi jelas tidak denganku." Pancaran matanya yang biasanya sebening kristal kini diselimuti awan kegelisahan penuh tanda tanya.

"Oh, Klee, kami minta maaf, kami tid-" ucapan Wendy disela suara berat Kai, laki-laki itu menaikkan sebelah alisnya "Bukankah aku sudah memintamu keluar tadi? Kau saja yang tak paham konteks yang kuucapkan."

"Itu tadi-"

"Karna Beth yang memintamu? Tetap saja, kau seharusnya tau diri, nona."

Krystal menelan ludah untuk yang kesekian kalinya. Lebih pahit. Bibirnya tersenyum getir. Diantara semua kesabaran yang ia miliki, disinilah bagian paling beratnya. Saat ia menghadapi Kai. Rasanya percuma ia berbaik hati meredam kejengkelan atas segala sikap yang Kai berikan padanya. Tak ada perbedaan dari sikap sebelum-sebelumnya.

Tidak pernah terpikir bahwa Kai akan bertahan dengan sikap sengitnya walaupun Krystal sudah berusaha berteman dengannya.

Tidakkah di dunia ini diajarkan etika berteman?

[KAISTAL] LOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang