(37) Lukisan

150 19 2
                                    

Andrew sendiri yang membawa gigi itu ke lab untuk pengecekan, sedangkan aku mencari koordinat yang diberikan kakek. Sebuah lokasi yang tak jauh dari rumah moniq. Hanya berbeda kelurahan saja. Sebuah rumah yang terlihat biasa, berlantai dua, dengan pagar yang cukup tinggi, seperti pagar sebuah lapangan bulutangkis atau lapangan futsal. Kakek juga memberikan kunci pagar serta kunci rumah kepadaku. Segera saja aku memasuki rumah itu. Aku datang berdua dengan rio, salah satu anak buah andrew.

"Rumah yang tidak terawat Tuan," ucap rio.

"Kita ke sini hanya untuk mengecek, apakah benar lukisan ibuku ada di sini."

Ruangan depan serta ruang tengah kosong, tak ada satu pun benda di sana. Rio naik ke lantai dua sementara aku tetap curiga dengan adanya ruang rahasia. Aku cari secara cermat ke sudut-sudut ruangan yang ada di lantai satu. Awalnya aku mencari di sekitar dapur, namun tak terdapat apa-apa di sana.

"Tidak ada apa-apa di atas sana Tuan." Rio berkata saat menuruni tangga.

Tidak mungkin kakek membohongiku. Tapi memang tidak ada apapun di sini. Setelah berpikir beberapa menit, kami putuskan untuk kembali ke rumah. Namun saat aku membuka pintu, aku tidak dapat membukanya, seakan ada yang mengunci kami dari luar. Aku keluarkan kunciku, kumasukkan ke lubang kunci lalu kuputar. Terbuka.

Rio dan aku bersiap menghadapi apapun yang ada di luar walaupun aku tidak merasakan adanya kehadiran manusia. Itu jauh lebih mengkhawatirkan.

Kutarik perlahan pintunya...

Mengecewakan... tidak ada apa-apa. Tapi....

"Tuan. Lihat." Rio menunjuk sekeliling rumah.

Halaman yang tadinya kosong, sekarang penuh dengan lukisan, berjejer rapih.

"Telpon Jono, minta kirimkan mobil box. Ini lebih dari apa yang ibuku miliki. Banyak yang tidak kukenali."

"Bukan lukisan Ayah Tuan?"

"Bukan rio, ayahku tidak pernah melukis sekali pun."

Aku mencoba melihat bagian belakang salah satu dari lukisan yang tidak aku kenali itu. Ada inisial J.B.

Nama kakek?

Apakah kakek melukis juga?

Tapi lukisannya memang terlihat tua. Sangat berbeda dengan lukisan ibu, bahkan dengan lukisan ibu yang paling tua sekalipun.

"Rio, lihat. Sepertinya ini milik kakek buyutku."

"Mungkin saja Tuan. Emm Tuan, sepertinya kita butuh lebih dari tiga mobil box," ucap rio.

***

Setelah 30 menit kami menunggu sambil merapihkan dan menyiapkan lukisan agar siap untuk diangkut, akhirnya mobil boxnya tiba.

"Maaf menunggu lama Tuan," ucap salah seorang anak buah jono.

"Tak apa-apa."

"Tuan, biar kami yang mengurus sisanya. Tuan ditunggu oleh Nona Moniq di rumah. Tuan Andrew sudah kembali dari lab."

Aku pulang lebih dulu dengan salah satu mobil. Aku jadi sedikit bimbang dengan hasilnya.

Sesampainya aku di rumah, suasana sedikit ramai. Ternyata semua berkumpul di ruang tengah. Orang tuaku, tuan will serta nyonya arum yang sedang duduk tiba-tiba berdiri.

"Benarkah kamu bertemu langsung dengan kakek?" tanya tuan will.

"Iya Tuan. Eh, iya Om. Aku bertemu kakek buyut di Pegunungan Papua, di dekat Puncak Trikora. Aku dibawa dengan teleportasi oleh seorang pemuda bernama Andre. Dia adalah anak dari teman kakek. Dia sudah seperti cucunya sendiri."

"Bagaimana Keadaannya?"

"Dia segar bugar. Sehat dan bersemangat. Tidak terlihat tua,"

Ibuku kemudian bertanya, "Apakah kamu menemukan lukisan ibu?"

"Iya Bu, lengkap. Aku juga menemukan lukisan kakek. Bagaimana dengan hasil labnya?" Aku bertanya kepada andrew.

"Positif. Memang gigi milikku. Dia berkata jujur."

Kuceritakan semua yang terjadi ke mereka. Dengan tenang mereka mendengarkan dan sesekali bertanya. Tak lama kemudian box berisi lukisan-lukisan itu datang. Ibu dan ayahku segera keluar untuk mengeceknya.

Mereka memisahkan mana yang asli buatan ibu dan mana yang tidak.

"Tuan will." Ibuku memanggil tuan will.

"Panggil saja will." Sahutnya.

"Lukisan Kakek Jack sebaiknya ditaruh di mana?"

"Harus di tempat yang aman tentunya. Itu adalah warisan keluarga. Itu biarkan aku yang mengurusnya."

Hari itu kami sibuk memilah sekaligus mengamati lukisan kakek jack.

Lukisan kakek akhirnya ditempatkan di salah satu rumah tuan will di bali. Malam itu juga lukisan-lukisan itu dikirim dengan pesawat. Chycil pulang ke tempat tinggalnya karena ingin bertemu dengan orang tuanya. Begitu juga dengan fibi yang ikut pulang dengan ayah ibuku.

Tuan will menetapkan bahwa rumah-rumah yang kami tempati telah ia ikhlaskan untuk kami. Dia berkata, "Rumah kami sudah cukup banyak. Memberikan dua rumah untuk kalian tidak akan ada bedanya bagi kami." Bahkan ibuku diberi sebuah galeri di dekat rumah kami. Sebuah gedung tingkat tiga dengan halaman seluas satu hektar yang penuh dengan pepohonan yang rindang. Ayah juga diberi sebuah studio rekaman agar bisa membuka bisnis rekaman. "Ayahmu sudah cukup tua, sudah waktunya berganti profesi zo."

Awalnya ayahku menolak, namun setelah ibu membujuknya, keputusannya berubah.

"Surat-suratnya sudah aku urus. Nanti Jono yang akan mengantarkannya ke rumahmu." Ucap tuan will.

Aku tiba-tiba merindukan Kamal. Sudah cukup lama kami tidak bertemu. Aku pun meminta izin ke tuan will dan beliau mengizinkanku. Dan tidak bisa kuhindari, moniq pasti ikut denganku.

***

Kami berangkat pagi, sekitar pukul 9 dari bandara. Moniq senang sekali bisa pergi hanya berdua denganku, kalau jono tidak dihitung. Tentu saja jono harus ikut. Khawatir jika aku lengah, setidaknya jono bisa menjaga kami.

Sesampainya di Jakarta, aku menelpon kamal. Dia di rumahnya, kamu pun segera berangkat ke sana. Tapi saat kami hendak menaiki mobil, Jono mendapat telepon. Dia terlihat panik.

"Ada apa jon?" tanya moniq.

"Tuan, Nona. Sepertinya virusnya sudah tersebar di Stasiun Jatinegara."

###

850 ...
Ceritaku mungkin tak begitu bagus.
memang tujuanku membuat cerita awalnya adalah untuk membuat seseorang terkesan
Yang pada akhirnya selisih kami terus menjauh
Saat ini saja selisih kami sudah 9000 viewers hanya dengan 6 bab.
Huft.
Walau begitu aku sudah 2 kali mendapatkan rank di atas dia
Menyenangkan bisa berkarya dan dihargai begitu rupa.
Vote dan komentar kalian sangat berharga untukku
Untuk menyainginya tentu. Hehehe

Terima kasih pembacaku.

Bzo soetedjo

ZoeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang