(4) Lobi Gedung

570 52 1
                                    

Akhirnya aku tau siapa namanya. Tapi tidak membuatku ingat sedikitpun tentang siapa dirinya.

Setelah aku membaca tulisan itu, aku memastikan, apakah dia ada di dalam? Salah satu dari penonton?

.....

.....

Sia-sia

Tak ada satu pun orang yang memakai jaket berwarna ungu atau biru atau apapun yang berwarna terang. Aku yakin dia pasti menyukai warna terang.

Tak se-detik pun aku bisa fokus pada pertunjukan ini. Mata dan pikiranku ke mana-mana. Dari atas sangat jelas terlihat wajah para penonton. Aku sampai mengenali kawan SMA-ku yang tak kusangka datang menonton. Namun dia sama sekali tak kutemukan. Kemungkinan dia mengenakan pakaian yang berbeda. 

Mungkin rambutnya diikat? 

.........

Mungkin.

Dia pintar sekali menghilang.


Apa mungkin dia ninja?

Pikiran bodoh.

Pementasan berjalan lancar, semua terlihat bahagia. Tapi tidak denganku. Perasaanku masih semerawut. Aku memang mudah penasaran akan sesuatu. Kehadirannya membuatku kacau. Ada perlu apa dia tiba-tiba hadir kembali dalam hidupku, jika memang kami pernah bertemu, dulu.

Kesibukan memuncak ketika kami harus membereskan segala perlengkapan. Kami harus mencopot semua set properti kami lalu merapihkan ke dalam truk untuk dibawa kembali ke markas kami.

Cukup banyak barang yang kami bawa, mulai dari bambu, meja, kursi, kain, kostum, make up, juga alat perkakas. Semuanya satu truk penuh. 

Sekarang sudah pukul 10.35 malam. Apakah dia masih menungguku di lobi?

Aku berjalan penuh perasaan penasaran. Kulihat lobbi masih ramai. Cukup banyak yang masih berbincang mengenai pertunjukan kami. Namun dia tak nampak juga. Mungkin dia sudah pergi.

"'Mungkin dia sudah pulang.' Kau pasti berpikir begitu." Seorang gadis yang mengenakan celana jeans blue wash serta jaket jeans dengan warna yang sama, dan kaos merah polos, sepatu Converse biru, berdiri di belakangku.

"Tidak kah kau mengenaliku?" lanjutnya.

"Maaf, kau kah yang bernama deli..."

"Delieza monique. Ya, itu namaku. Dan kau adalah zoey mullersoetedjo?" Potongnya.

Kujawab dengan perasaan canggung, "Iya... Bagaimana kau tau nama lengkapku? Dan siapa sebenarnya kau ini?"

"Lobi ini terlalu ramai, bagaimana kalau kita ngobrol di luar?"

Aku mengikutinya dari belakang. Ia mengarah ke gedung di seberang yang agaknya sedikit lebih tenang.

"Zo, kalau boleh aku panggil begitu?"

"Ya. Zo saja," jawabku

"Kau ingat pernah bersekolah selama beberapa bulan di sekolah dasar di kota Batu, Malang Raya, sebelum kau akhirnya pindah ke kota Jakarta. Apakah kau ingat?"

"Ya. Aku memang pernah beberapa bulan sekolah di sana. Tapi aku tidak ingat rinciannya. jadi kau... Teman kecilku?"

"Sama sekali bukan." Jawabnya.

Lalu jika dia bukan teman kecilku, siapa dia? Tapi memang tidak mungkin dia adalah teman sekolahku. Dari wajahnya terlihat dia jauh lebih muda dariku. Aku sekarang berumur 24 tahun, dan perkiraanku, dia masih berumur 17 tahun.

Dia melanjutkan, "Kau ingat saat itu kau bersekolah dimana?"

"Sama sekali tidak ingat. Tidak ada yang bisa aku ingat. Nama sekolah, nama guru, nama teman pun aku tidak ingat. Maaf. Ingatanku sungguh jelek," jawabku.

"Tak apa. Aku tahu tentang hal itu."

Tahu dari mana dia tentang hal itu? Seakan akan dia sudah menjadi temanku sejak lama.

"Tak jauh dari sekolah mu dulu, ada sebuah rumah besar. Pasti kau juga tidak ingat bukan?"

Sambil mengingat ingat, suasana ramai saat itu sama sekali tak kurasakan. Seakan hanya ada kami berdua di sana, dan yang lain hanyalah patung.

"Ya, aku tak ingat sama sekali. Memangnya kenapa dengan rumah itu. Itu rumahmu?"

"Dulu bukan. sekarang..."

TIN TIN

Bunyi klakson dari sebuah mobil jeep hitam yang ada tak jauh dari kami. Seseorang turun dari pintu depan lalu menghampiri kami.

"Nona, ini sudah cukup malam. Kita harus pulang. Kalau tidak, saya akan dimarahi oleh tuan Andrew." ucap pria berbadan besar itu.

"Aku belum selesai bicara dengannya."

"Tapi ini memang sudah malam. Apakah mungkin kita bisa bertemu esok hari, mmm de.." Aku sedikit terbata-bata ketika hendak mengucapkan namanya.

"Panggil saja aku Moniq"

"Ya,Moniq. Emm... Bagaimana kalau lusa? Mungkin?"

"Tidak bisakah besok pagi zo?"

"Nona, besok pagi jadwalnya..." Pria itu berbicara kembali sambil menundukkan kepalanya agar sampai ke telinga moniq.

"Iya aku tahu. Maaf maaf. Baiklah, lusa. Senang berjumpa denganmu zo."

Kami pun berjabat tangan dan berpisah...

Dia melangkah pergi menuju ke mobil. Pria yang sepertinya pelayannya itu membukakan pintu untuknya. Ia melambaikan tangannya padaku sebelum menaiki mobil itu. Kemudian ia pun pergi. Dia terlihat seperti orang kaya.

Sebentar...
Lusa...
Lusa di mana?

"HEI..." teriakku...

Sesaat kemudian HP-ku berbunyi
Sebuah pesan dari nya

"Aku yang akan ke rumahmu. Tunggu saja. Selamat malam."

###

Sebentar lagi bab 6
Semoga terhibur
Terima Kasih

ZoeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang