(29) Waspada

223 25 12
                                    

Semua terdiam melihat kejadian itu. Prio yang curiga, langsung mengecek keadaan pada lampu yang terjatuh. Berat lampu itu sekitar 8-10 kg dengan ketinggian 8,5 meter. Fibi menahan dengan tangannya namun sia-sia, dengan tubuhnya yang kecil itu dia tidak bisa berbuat banyak. Sebagian pundak dan kepala serta tangannya terluka.

"Ada kertas!" Prio mengambil sesuatu yang terselip di bagian belakang lampu. "Zo. Ini. Sepertinya sebuah pesan. Aku yakin tadi tidak ada kertas ini di sini. Dan wilayah lampu steril. Hanya ada Ariq dan Jamal yang terkadang aku suruh untuk menyeting."

"Pasti Rei." Sahut Uthe. Sementara Moniq masih menangis memegang Fibi.

"Kau sudah panggil Ambulans?" Tanyaku ke Jono.

"Sudah Tuan."

"Gus, Ambulans sudah datang?" Aku berbicara dengan Bagus yang berada di luar dengan kemampuanku.

"Sudah tuan. Baru saja tiba."  Jawab Bagus.

Beruntung rumah sakit hanya berjarak 100 meter dari sekolah. Kami segera membawa Fibi ke rumah sakit. Moniq tak henti-hentinya menangis. Beberapa senior ikut menemani, sebagian tetap di auditorium untuk mulai membereskan panggung. Andrew dan Jono ikut mengamankan Rumah Sakit karena di tempat publik seperti ini, Rei bisa datang dari manapun dan kapanpun.

Moniq ikut menemani di dalam ruang operasi. Tulang selangka dan tulang lengan atasnya patah.

"Tidak apa-apa Moniq di dalam sana?" Tanyaku ke Andrew.

"Tak apa. Rumah sakit ini milik kami, kau tenang saja zo."

Kalau saja kemampuan Fibi sudah bangkit, dia tidak perlu di rawat seperti ini.

"Tenangkan pikiranmu Zo. Ini pertama kalinya aku bisa membaca pikiranmu dan hal itu tidak baik. Kau harus tetap membloknya. Jangan kau khawatirkan Fibi, Dia akan baik-baik saja." Sahut Andrew sambil menepuk-nepuk pundakku.

Uthe dan Rifqa mendekatiku dan berbisik, "Apa isi kertas itu kak?" Tanya Uthe. Aku mengambil kertas itu dari kantongku dan memberikannya kepada mereka. "'WASPADA'. .... Ini ancaman. Kita harus hati-hati kak."

"Di mana Chycil?" Aku baru menyadari bahwa dia tidak ada di dekatku. "DI MANA CHYCIL?"

"Muu..mungkin di sekolah?" Jawab Rifqa kebingungan.

"Andrew, tolong kau jaga adikku. Aku akan kembali."

"Aku akan menghubungi Bagus. Jono, kau ikut dengan Zo." Jawab Andrew yang sigap mengambil Hp untuk menghubungi Bagus.

Aku berlari menuju ke lobi dan terus berlari menuju sekolah. Jono yang tadinya ingin mengambil mobil jadi ikut berlari bersamaku. Aku mencoba mencarinya dengan kemampuanku tapi tak berhasil.

Sesampainya di sekolah, aku bertanya pada anak buah Bagus "Di mana Bagus?"

"Di dalam Tuan. Mencari Nona Chycil." Jawab salah satu dari mereka.

Aku berlari ke dalam dan terus mencoba mencarinya dengan mata dan juga kemampuanku.

"Tidakkah ada yang melihatnya?" Teriakku pada siapapun yang kutemui. "Adakah yang melihat Chycil???"

"KAKAK!"

Seseorang memanggilku dari kejauhan.

"Kakak! Dia ada di sini, di kamar mandi."

Ternyata Poppy yang memanggilku dari depan kamar mandi perempuan.

"Dia..... ada di dalam..... pingsan." Ucapnya.

Tubuhku lemas melihatnya, melihat tubuhnya yang tergeletak di lantai yang basah. Kepalanya ada di pangkuan Tika. Air menggenang di seluruh lantai kamar mandi. Tak ada darah. Untunglah.

"Aku menemukan dia..... di dalam sana Kak," Tika menunjuk salah satu ruang di kamar mandi itu. "Aku.... tidak tahu apa-apa Kak."

Semua menampakkan wajah ketakutan. Pintu kamar mandi penuh dengan anak-anak yang ingin melihat Chycil.

"Permisi, kasih jalan." Bagus membuka ruang agar kami bisa lewat.

Aku menggendongnya sendirian. Tubuhnya tak seberapa beratnya.

"Ambulansnya sudah di depan?" Ucapku.

"Sudah Tuan. Kami... tetap tidak menemukan Rei. Kita terlalu menganggap remah kemampuannya." Bagus menjelaskan situasi sambil berjalan di sampingku.

"Semua harus segera dipulangkan. Tempat ini sudah tidak aman lagi. Hubungi Tuan Will."

"Baik Tuan. Segera."

...

Ini kesalahanku.
Mereka berdua menjadi korban karena aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku harus segera mencarinya.

***

Sampai di Rumah Sakit, ternyata Chycil tidak apa-apa. Hanya ada bekas benturan kecil di kepalanya, seperti bekas pukulan benda tumpul. Dia masih terbaring di ruangan yang sama dengan Fibi, ini permintaan Moniq juga. Hebat, dia bisa mengesampingkan urusan pribadinya, tentang perasaannya. Aku sangat salut kepadanya.

Hari sudah malam, sekolah sudah steril. Petugas kepolisian tetap tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Rei atau orang mencurigakan lainnya. Begitu pula Bagus, mereka tak menemukan apapun. Jejaknya berhenti pada kertas bertuliskan "WASPADA." Semua pengamanan kecuali petugas kepolisian berpindah mengamankan Rumah Sakit ini. Suasana bahagia seusai pementasan berubah menjadi kesedihan.

Para pemain sudah pulang kecuali beberapa yang ingin tetap menemani Fibi dan Chycil hingga mereka tersadar. Entah kapan.

"Apa yang bisa aku lakukan?" Tanyaku ke Andrew.

"Berlatih, kita harus banyak berlatih agar kemampuan kita bisa meningkat. Setelah mereka siuman."

"Baiklah. Aku minta bantuanmu."

"Dan kita harus terus waspada." Andrew yang sedang berbincang dengan Bagus memandangku dan mengangguk kepadaku.

Marta mendekatiku bersama Uthe dan Angel. Rifqa dan Anin sudah pulang dengan yang lainnya.

"Informasi yang kudapat dari para arwah di sekolah, ada pengkhianat di antara pemain. Andrew sama sekali tidak datang ke sekolah hari ini." Bisik Marta kepadaku.

"Tidak mungkin. Bahkan Muhyi yang bisa mendeteksi kemampuan pun kecolongan?" Jawabku yang sedikit kaget.

"Informasi ini bisa dipercaya kak. Dan katanya... orang itu adalah Tika."

"Coba kakak telpon Tika atau orang tuanya. Pastikan." Ujar Angel. "Aku saja kalau begitu."

"Aku... berada di dekatnya... dan aku...  tidak melihatnya. Bodoh bodoh BODOOOOOOH!!!!"

Aku memaki diriku sendiri atas kebodohanku. Semua jadi memperhatikan diriku.

Angel baru saja selesai menelepon, "Kak, Tika hari ini sama sekali tidak meninggalkan rumahnya. Dia sakit dan istirahat di rumah."

"Jadi Tika yang tadi itu siapa????!!!!"

#####

867 kata

Kalau ada komentar
Silahkan komentar
Plong aja

Vote sangat dibutuhkan

Terimakasih para pembaca setiaku

Panggil saja aku bzo
Terimakasih

ZoeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang