(34) Telepon

221 20 3
                                    

Setelah beberapa lama Chycil bisa lebih tenang. Kami terus terapung di sungai yang cukup tenang ini. mencari tempat menepi yang dekat dengan jalan raya. Riki bisa saja menjeput dengan helikopter namun itu akan terlalu mencolok. Dia sudah menunggu kami tak jauh dari tempat kami saat ini.

"Masih sekitar 100 meter lagi. Kamu ingin gantian?" Tanya Moniq. "Fibi sudah gantian dengan Chycil. Kamu belum istirahat. Sudah 30 menit kamu mendayung."

"Tidak perlu. Kamu gantikan saja Chycil. Aku tidak lelah." Jawabku.

Tak lama kemudian kami menepi. Riki dan anak buahnya sudah menunggu. Hanya tiga mobil yang berjaga. Kami sudah dekat dengan pusat kota. Sudah cukup ramai.

"Nona tidak apa-apa? Tuan Will tadi menanyakan keadaaan Nona." Ucap Riki yang sedikit khawatir.

"Kami tidak apa-apa. Antarakan kami ke hotel." Jawab Moniq.

"Tapi Tuan meminta kami membawa nona ke Rumah Batu."

"Ah ya sudah. Oh iya. Katakan ke ayah, Kami menemukan petunjuk tentang kakek."

"Lebih baik Nona sampaikan sendiri nanti. Beliau baru saja berangkat dengan pesawat dari Malang."

Yang dimaksudkan Riki adalah pesawat pribadi milik Tuan Will. Mungkin Tuan will sudah tidak sabar ingin mengetahui hasil kerja kami.

Kami semua pergi dengan mobil sedan hitam. Walau mereka bertiga sudah bercanda lagi, aku bisa merasakan bahwa mereka masih merasa takut dalam hati kecilnya karena ini adalah tugas pertama kami. Aku juga masih belum bisa merasa tenang, masih memikirkan apa yang sudah menghancurkan mobil dan rumah itu. dan bagaimana sesuatu itu tahu kami ada di sana. Apakah ada jebakan yang tak kami sadari? Mungkin saja.

Aku diam melihat jalanan yang kami lewati, melihat pertokoan serta kegiatan perkotaan. Betapa tenangnya mereka menjalani kehidupan. Tidak seperti kami yang harus berlari dari hal-hal yang membahayakan nyawa kami.

"Kak, sudahlah, kita sudah jauh dari tempat itu." ucap Chycil.

Aku hanya melihatnya sebentar lalu kembali menengok ke arah jalan. Aku coba mengalihkan pikiranku. Aku memikirkan keadaan kota ini. Memang sungguh berbeda dengan Jakarta, di sini jauh lebih tenang. Jalannya cukup baik, mungkin karena ini di kota. Yang kuketahui, di daerah pinggiran banyak jalanan yang terbengkalai. Padahal sesungguhnya Kalimantan sungguh sejuk asal tidak terjadi kebakaran hutan yang menyebabkan polusi. Lalu pikiranku kembali ke handphone itu.

"Masih tidak bunyi? Handphonenya aktifkan?"

"Aktif kok kak. Kakak mau melihatnya? Nih." Fibi memberikannya kepadaku.

Tiba-tiba handphone itu berdering.

............

Kami semua terdiam sesaat.

"ANGKAT!" Moniq berteriak.

Kutekan tombolnya.

"Halo."

"Hai Zo. Akhirnya aku bisa mendengarkan suaramu. Bagaimana yang lain?"

"Kami tidak apa-apa."

"Untunglah kalian semua selamat. Ah bagaimana keadaan Yoga? Maafkan aku. Saat ini aku tidak bisa bertemu dengan kalian. Aku juga tidak dapat memberitahukan posisiku kepada kalian."

"Kakek... sebenarnya apa yang menghancurkan mobil kami dan rumah kakek tadi?"

"Sesuatu yang bukan manusia. Itulah mengapa kau tidak dapat merasakannya."

Kakek Jack terus berbicara tanpa jeda kepadaku. Fibi, Moniq dan Chycil melihatku dengan penasaran.

"Apakah Chycil berada di dekatmu?"

"Iya. Kakek ingin bicara denganya? Baiklah."

Aku menyerahkan handphone itu ke Chicil. Saat Chycil berbicara dengan kakek, aku terus mencerna apa yang sudah dikatakan oleh kakek. Hal-hal tentang Bill, Rei dan juga Wendy serta sesuatu yang tidak bisa kubayangkan.

Setelah Chycil selesai berbicara dengan Kakek, kami pun sampi di tempat yang kami tuju, Rumah Batu. Sebuah rumah yang dibuat dengan batu kali, bukan bata merah. Rumah berwarna abu-abu berukuran cukup besar. Mungkin seukuran dengan rumah-rumah Tuan will yang lainnya. Begitu sampai dan pintu mobil terbuka, Moniq segera menarik kami semua ke luar dan membawa kami dalam rumah.

"Sekarang kakak katakan, apa yang kakek katakan ke kakak."

"Kamu juga ceritakan Chyl" ucap Fibi.

"Iya, tapi kamu dulu. Tadi aku sudah membaca pikiran Chycil saat dia sedang mendengarkan kakek bicara di telepon, tapi pikiran kakak tidak bisa aku baca.

Kami duduk di ruang keluarga yang semuanya dindingnya berwarna abu-abu. Sofa yang tersusun persegi dengan meja kayu besar di tengah. Jendela besar yang mengarah ke halaman membuat cahaya matahari masuk langsung ke arah kami, menjadi penerang alami.

"Cepat kak!" Ucap Moniq memaksa.

"Sabar Moniq sabar." Sahur Chycil.

Aku hampir lupa betapa manis senyumannya padahal aku selalu ada di dekatnya.

Pertama-tama aku menjelaskan tentang kejadian di rumah tua itu. Tentang Mahluk tidak terlihat dan tidak terdeteksi oleh kami. Lalu ke hal yang paling penting tentang Bill.

"Kakek bilang, kita tidak akan pernah menemukan Bill dengan wajah aslinya. Kalian masih ingat kisah keluarga Wendy? Bagaimana kakeknya meninggal dalam kecelakaan. Masih ingat?"

"Ya aku masih ingat" jawab Moniq.

"Kecelakaan itu perbuatan Bill. Dia mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh kakek wendy itu dan membunuhnya setelah mengambil kemampuannya entah bagaimana caranya. Menurut Kakek, Bill menemukan cara untuk memindahkan kemampuan dari satu tubuh ke tubuh yang lain, dalam hal ini ke tubuhnya sendiri. Namun cara itu sangat kasar sampai harus mengorbankan tubuh si pemilik kemampuan yang asli. Kecelakaan itu hanyalah kamuflase untuk menutupi apa yang sebenarnya telah ia lakukan. Tidak semua kemampuan berhasil ia pindahkan ke tubuhnya, tapi resikonya tetap sama, kematian untuk sang target."

"Jadi dia berhasil mengambil kemampuan Rudi Sudarmono? Ini sangat berbahaya." Sahut Moniq.

"Kakek mengetahui satu orang lagi yang kemampuannya berhasil dipindahkan oleh bill."

"Rei." Fibi bicara dengan tegas. "Rei yang kita temui bukanlah Rei yang dulu berteman dengan Kakakmu."

"Andrew harus mengetahui tentang hal ini." Moniq segera mengambil telepon dan mencoba menghubungi Andrew.

"Satu lagi." Aku melanjutkan, "Sepertinya Bill sedang membuat senjata pemusnah massal. Sebuah bom biologis yang bisa memusnahkan manusia tanpa menghancurkan bangunan, tanpa api atau ledakan. Sebuah virus berbentuk cairan."

###

881 kata

Terima kasih para pembaca

Vote dan komentarnya ditunggu lho

ZoeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang