Ali diam sejenak, memikirkan apa lagi yang harus Ia katakan agar Prilly meluluh.

"Gue cium deh, gimana?"

"OGAAAAAAAAH!" Prilly berteriak kencang dan langsung menyembunyikan seluruh tubuh beserta wajahnya dibalik selimut tebal. "Lo mesum banget, sih!"

Tanpa Prilly ketahui, Ali terkekeh geli melihat respon Prilly yang terlihat kocak dimatanya. Namun buru-buru Ia kembali memutar otak, berfikir tentang apa yang dapat membuat Prilly mau kembali padanya. 

"Pril, Gue janji deh kalo Lo balik ke Gue. Gue bakal mengibarkan bendera perdamaian diantara kita, gimana?"

"Lo kebayang nggak sih, gimana serunya kita kalo seandainya damai? Kita bakal mulai semuanya dari awal, kita jadi temen, temen deket kalo perlu. Dan bakal terus kaya gitu."

"Biar Lo seneng, sekalian balon dan ice cream juga tetep Gue traktir deh. Gimana?"

Ali terus berceloteh hingga pada akhirnya, Prilly mulai membuka wajahnya yang semua Ia tutup rapat dengan selimut, gadis itu menatap Ali dengan tatapan menggemaskan seolah memastikan kebenaran atas apa yang tadi Ali katakan.

"Gue nggak bohong atuh,  janji?" Sekali lagi, Ali bersuara. Pemuda itu mengangkat jari kelingking kanannya tepat didepan Prilly,  mau tak mau sikap manis Ali itu mampu meluluhkan Prilly hingga membuat gadis itu menggerakkan kelingking kanannya dan mengkaitkannya pada kelingking milik Ali. Ia tersenyum dan berseru bahagia, "Janji ya!"

*****

Ali melambatkan laju motornya ketika Ia sudah memasuki kawasan kompleks perumahan elit di ibukota. Dan ketika Ia melihat sebuah taman kecil yang kini berada di sisi kirinya, Ali justru mengerem saat ada sesuatu yang membuatnya tertahan untuk memarkirkan motornya disini.

Ali segera melepas helm yang sedari tadi melindungi kepalanya, kemudian tak lupa baginya untuk merapikan rambutnya agar kadar ketampanannya meningkat. 

Setelah dirasa cukup, Ali lantas turun dari kemudi motor dan mulai melangkahkan kakinya berjalan menghampiri seorang Gadis yang tengah duduk manis disebuah ayunan yang saat ini sedang mengayun santai.  Meskipun gadis itu tidak menghadap kearahnya, namun Ali cukup yakin bahwa gadis itu adalah Kiara.

"Kiara?"

ucapan Ali ternyata mampu membuat Gadis itu membalikan tubuhnya saat Ia merasa ada seseorang yang memanggil namanya. Benar saja, Gadis itu Kiara. Cepat-cepat Gadis itu memberhentikan ayunan tubuhnya agar ayunan itu juga ikut terhenti, kemudian Ia tersenyum tipis kearah Ali. "Ngagetin banget sih, nyebelin."

Ali tertawa puas melihat respon Kiara sesuai dengan ekspektasinya. Gadis itu terkejut dalam hitungan detik, dan itu lucu. Setidaknya, begitu dimata Ali.

"Iya-iya maaf. Gue ayunin nih, sebagai tanda maaf gitu." balas Ali yang kemudian mendorong ayunan yang kini disinggahi Kiara, perlahan tapi pasti, tubuh Kiara menyertai gerakan ayunan itu. 

Kiara menikmati setiap ayunan yang disambut dengan hembusan angin pagi yang menyegarkan, benar benar terasa menyenangkan bagi pagi Kiara. "Inget nggak, sih. Dulu waktu kita kecil, hampir setiap sore kita main disini. Dan Lo nggak pernah absen buat ngeayunin Gue di ayunan ini, persis kaya gini. Nggak kerasa ya, sekarang kita udah gede. Nggak lagi bocah kaya dulu."

Ali terkekeh ketika dirinya juga ikut mengenang masa kecilnya seperti apa yang tadi Kiara katakan. "Habisnya Lo payah parah, sih. Naik ayunan sendiri, nggak berani."

Kiara mengerucutkan bibirnya kesal, namun tangannya tetap tak terlepas dari pegangan erat pada tali tambang yang dibiarkan diikat pada dahan pohon. "Ah, biarin. Bodo. Gue kan takut jatuh, nanti kalo jatuh pasti bak berdarah. Gamau, serem.."

Dan respon Kiara kali ini, benar benar membuat Ali tak dapat menahan diri untuk tidak tertawa. Pemuda itu memberhentikan ayunannya dan langsung berpindah posisi menjadi berjongkok dihadapan Kiara, hingga membuat gadis itu menatap bingung kearah Ali. Sementara yang ditatap, justru terlihat tenang dan mulai mengelus lembut pipi milik Kiara. "Selama Gue ada, Gue bakal terus jagain Lo, Ra. Gur nggak akan biarin Lo terluka sedikitpun, oleh apapun dan siapapun. Gue bisa pastiin itu."

Kiara tak membalas ucapan Ali barusan, Gadis itu lebih memilih untuk melingkarkan kedua tangannya pada leher jenjang Ali dan menikmati aroma maskulin milik pemuda itu.

Cukup lama mereka terhanyut dalam pelukan itu. Baik Ali maupun Kiara, keduanya sama sama merasa begitu nyaman. Hingga pada akhirnya, Ali mengalah ketika sifat jailnya mulai datang. "Udahan ah, pelukannya.  Malu tuh diliatin anak kecil itu, dikiranya mereka Lo lagi nangis kalo posisi kita kaya gini."

Dan perkataan Ali tersebut, sukses membuat Kiara merasa kesal setengah mati. Sebelum Gadis itu benar benar melepaskan pelukannya, Kiara sempatkan untuk mencubit keras lengan milik Ali hingga membuat sang pemiliknya mengaduh kesakitan. "Rasain, tuh. Lo mah jadi kakak nyebelin, banget!"

Masih sambil mengelus lengannya yang tadi Kiara cubit, Ali menaikkan sebelah alisnya dan menatap tajam kearah Kiara. "Oh jadi Gue cuma dianggep kakak doang?"

Otomatis,  Kiara mengerutkan dahinya dengan refleks. "Emang maunya dianggep apa, sih?"

Lebih.

PERFECT SCANDALWhere stories live. Discover now