[Jungkook × Yein] Sorry and thank you

802 95 2
                                    

Jung Yein POV

Kicauan burung gereja yang bertengger di ranting-ranting pohon terdengar seperti alunan musik yang indah di pagi hari. Aku baru saja membuka jendela kamar dan merasakan tubuhku membeku karena udara dingin yang menyeruak masuk. Aku menggosok-gosokkan kedua tanganku yang mendingin. Sekarang musim dingin, ditambah dengan rumahku yang berada di daerah pegunungan membuat suhu udara menjadi semakin menggila. Aku tidak pernah bisa tidur di malam hari tanpa kaos kaki, jaket, dan selimut tebal yang membungkus tubuhku.

Aku melirik jam dinding yang ada di kamarku dan sedikit terkejut saat waktu sudah menunjukkan pukul 6 lebih 15 menit. Dengan langkah tergesa aku mengambil handuk lalu pergi ke kamar mandi. Aku mandi dengan cepat, memakai seragam sekolahku dengan cepat, dan memakan sarapanku dengan cepat.

“Hati-hati. Kau bisa tersedak jika makan dengan cara seperti itu,” seru eomma menginterupsi cara makanku yang seperti orang tidak pernah makan selama berhari-hari. Aku mendongak menatap eomma lalu tersenyum tanpa dosa.

Di rumah ini hanya ada kami berdua, aku dan eomma. Appa sudah meninggal sekitar 3 tahun yang lalu. Kakak laki-lakiku bekerja di Seoul. Dia hanya pulang sebulan sekali. Eomma bekerja sebagai penjahit rumahan. Mau tidak mau aku juga belajar menjahit untuk membantu eomma saat pesanan jahitannya menumpuk.

Selesai sarapan aku mencium pipi wanita tangguh yang sudah melahirkan dan membesarkanku lalu bergegas berangkat ke sekolah. Aku tidak mau terlambat mengingat Mr. Kang, satpam penjaga gerbang sekolahku, yang terkenal galak. Aku bisa berakhir dengan hukuman push up 20 kali jika datang terlambat. Sungguh kejam.

'Teet teet'

Bel istirahat baru saja berbunyi. Hampir semua teman sekelasku keluar dari kelas. Rata-rata mereka akan pergi ke kantin, bermain bola di lapangan atau berkunjung ke kelas lain.

“Yein-ah, kau tidak ingin pergi ke kantin?” Ryu Sujeong, teman sebangkuku bertanya sambil menepuk bahuku.

“Tidak, aku malas,” jawabku asal.

“Baiklah,” dia pergi bersama Yuju dan meninggalkanku di kelas.

Beberapa saat kemudian aku baru menyadari bahwa kelas ini benar-benar sepi. Yang terdengar hanyalah suara deru mesin pemanas ruangan yang ada di pojok kelas. Aku memutar kepalaku ke seluruh penjuru kelas dan menemukan fakta bahwa hanya ada aku dan bocah laki-laki yang duduk tepat di belakangku yang berada di kelas ini. Sejak kejadian beberapa hari yang lalu aku menghindarinya, dan sekarang aku malah terjebak disini bersamanya. Great!

Beberapa hari yang lalu, lebih tepatnya saat pelajaran olahraga, dia dengan kejinya menertawakanku yang terkena bola basket yang dilemparnya dengan sembarangan dan sialnya kepalaku yang menjadi korban. Kepalaku berdenyut hebat dan aku hampir menangis karena merasakan sakitnya. Sedangkan dia tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya. Pada saat itu aku ingin sekali menyumpal mulutnya dengan kaos kaki bekas milik Dokyeom yang baunya minta ampun.

Aku terlalu larut dengan pikiranku sendiri. Dan ketika aku sadar, dia sudah duduk disampingku. Aku merinding dan perasaanku mendadak tidak enak. Sepertinya aku harus pergi dari sini. Aku tidak mau kamus bahasa Inggris kesayanganku yang sekarang tergeletak di meja mendarat di kepalanya. Apakah aku terlihat sangat sadis? Aku tidak peduli. Berbicara dengannya selalu membuat darahku naik ke ubun-ubun.

Aku hendak bangkit dari tempat dudukku saat lengan kemejaku ditarik olehnya. Aku menoleh ke arahnya. Dia menatapku datar dengan satu tangannya menarik kemejaku dan tangan yang lainnya memegang sebatang coklat.

“Apa?” tanyaku to the point. Aku malas bicara bertele-tele, terutama dengannya.

“Duduklah,” dia menarik lenganku hingga aku kembali duduk dibangkuku.

“Apa maumu? Aku sibuk.”

“Sibuk apa? Kau bahkan tidak ikut kegiatan ekstrakurikuler atau organisasi apapun,” jawabnya sambil tersenyum mengejek.

“Ya! Tahu apa kau tentangku? Jika kau hanya berniat untuk mengejekku sebaiknya kau pergi,” bentakku.

“Ckck, kau pemarah sekali. Aku hanya ingin memberikan ini,” dia memberikan coklat yang tadi dibawanya kepadaku. Aku menatapnya meminta penjelasan. Bocah itu terlihat kikuk, tangannya menggaruk bagian belakang lehernya yang sepertinya tidak gatal.

“Hmm, anggap saja sebagai permintaan maafku. Aku sadar kelakuanku beberapa hari yang lalu sedikit keterlaluan. Jika kau marah padaku, lebih baik kau membentakku atau memukulku. Jangan menghindariku dan mendiamiku seperti kemarin. Oke?”

Aku melongo mendengar penuturannya yang panjang itu. Apakah benar dia Jeon Jungkook? Apa benar dia orang yang selalu mengajakku berperang setiap saat? Apa kepalanya terbentur tadi pagi? Ada banyak pertanyaan yang berputar-putar diotakku. Dan kenapa suasana disini menjadi sedikit romantis? Membuatku ingin tertawa saja.

“Apa kau sakit?” aku meletakkan punggung tanganku di keningnya.

“Tentu saja aku sehat,” Jungkook menampik tanganku sambil menatapku heran.

“Kau lucu sekali," ucapku sambil tertawa keras. Seorang Jeon Jungkook baru saja meminta maaf dengan sungguh-sungguh padaku. Ini tidak bisa dipercaya.

“Sudah kuduga, kau pasti akan menertawakanku. Aku serius, jadi berhentilah tertawa!” Bocah itu menatapku tidak suka. Aku berdehem lalu menyeka mataku yang berair.

“Oke, kau kumaafkan,” aku tersenyum sambil menjulurkan tanganku, mengajaknya bersalaman. Jungkook balas tersenyum lalu menerima jabatan tanganku.

Hal seperti ini sudah sering terjadi. Setiap kali selesai bertengkar, aku ataupun dia pasti akan meminta maaf. Tapi kali ini ada yang berbeda. Seperti perkataannya tadi, jika dia menggodaku, aku pasti akan membentaknya atau mengejarnya lalu memukul lengannya. Mungkin kemarin aku juga berlebihan karena menghindarinya. Sudahlah, toh akhirnya kita berbaikan lagi.

“Ehey, sepertinya kalian sudah baikan ya?” suara cempreng Sujeong menggema di kelas. Dia adalah orang yang berisik. Setiap hari pekerjaannya hanyalah mengomel tidak jelas. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Taehyung sunbae hingga meminta gadis cerewet itu untuk menjadi kekasihnya.

“Ya, sepertinya begitu,” jawabku. Jungkook sudah kembali duduk di bangkunya. Dia pasti malas mendengar ocehan Sujeong jika dia masih duduk di bangku gadis itu sedangkan penunggunya sudah datang.

“Coklat? Dari dia?” tanya Sujeong histeris sambil menunjuk coklat yang ada di mejaku dan Jungkook secara bergantian.

“Yup!” jawabku antusias.

“Ya! Jungkook-ah! Kenapa kau tidak memberiku coklat juga?” Sujeong mengguncang lengan Jungkook, sedangkan bocah laki-laki itu mendengus sambil menatap Sujeong dengan mukanya yang datar. Aku tertawa melihatnya nampak tersiksa.

“Kau bisa membelinya sendiri kan? Atau kau bisa meminta Taehyung sunbae untuk membelikanmu. Lagi pula uang sakumu lebih banyak dariku," Jungkook tersenyum miring, "tapi aku sarankan kau jangan makan coklat Sujeong-ah. Pipimu yang sebesar bakpao itu bisa meledak."

"Sialan kau!"

Sujeong berlari mengejar Jungkook sambil membawa sapu. Aku hanya melihat keduanya sambil tertawa. Ugh, pipiku kram karena terlalu banyak tertawa. Kehidupanku semakin berwarna dengan kehadiran mereka. Aku menatap coklat di atas mejaku lalu merasakan kedua ujung bibirku terangkat. Bocah menyebalkan itu ternyata bisa berperilaku manis juga.

'Terima kasih, Jeon Jungkook.'

BTS × Lovelyz OneshotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang