017

17K 2.5K 237
                                    

|| Perpisahan Yang Seharusnya ||

.

.

.

Bahunya yang terhimpit beban membuat Weza membuka matanya, dia tidak berucap apapun begitu melihat Eunike terlelap bersandar padanya. Weza justru menghembuskan napas pelan. Bukan masalah Eunike akan meninggalkan kantor yang mengganjal hatinya. Namun bagaimana status hubungan mereka setelah semua ini. Apakah mereka akan terus terjebak dalam friendzone meskipun Eunike sudah tidak sekantor dengannya? Sejujurnya Weza ingin lebih dari sekedar teman kalau bisa. Ia tidak mungkin membiarkan Eunike pergi jauh darinya sebelum memastikan bahwa Eunike tidak akan diambil orang.

Kenapa Eunike tidak bisa peka sedikit dan mengerti perasaan Weza, membuat pria itu frustasi saja. Eunike bersikap manja begini setelah puluhan kali menolak ajakan jalan dan menonton. Kemudian disaat Weza mulai menikmati kedekatan mereka, Eunike ternyata sudah siap meninggalkannya.

Apa sebenarnya yang membuat Eunike begitu keras kepala?

Weza meraih tangan Eunike, memainkan jemari Eunike diantara jemarinya. Eunike bergeming, mungkin sudah terbang ke alam mimpinya. Weza pun tidak berniat membangunkan wanita itu. Melihat Eunike tenang seperti ini, lebih baik bagi Weza daripada melihat Eunike marah dan berdebat dengannya. Kadang Weza ingin sekali membungkam mulut Eunike dengan bibirnya saja. Mungkin sebuah ciuman bisa menghentikan bentakan-bentakan Eunike dan menyadarkan wanita itu bahwa Weza benar-benar menginginkannya.

Semua itu hanya angan dan wacana dalam benak Weza. Berbeda dengan wanita lainnya, ia sedikit menahan diri dengan Eunike. Wanita yang kini sedang mengembuskan napas teratur dalam tidurnya memang harus diperlakukan dengan penanganan khusus, jika Weza salah sedikit bisa hilang kesempatan untuk mendapatkannya. Jadi, Weza harus hati-hati menjaga sikapnya saat bersama dengan Eunike, setidaknya sampai Eunike jatuh kedalam pelukannya dan dipastikan sudah jadi miliknya.

Weza mengecup punggung tangan Eunike. Baru sekali ini dia jatuh cinta sampai segini susahnya. Namun tidak bisa dia terus-terusan bermain aman begini. Eunike harus dibuat sadar bahwa dia juga tidak bisa terus menarik ulur perasaan Weza.

***

Jika doa semudah ini terkabul, kenapa harus doa yang sesungguhnya ingin ia hapus. Eunike pernah berharap bahwa ia dan Weza kembali saling mengabaikan seperti dahulu. Kini ucapannya menjadi nyata, Weza perlahan-lahan menjauh darinya. Sejak perjalanan terakhir mereka sudah tidak ada perjalanan lainnya. Bahkan Weza sudah tidak mengiriminya pesan berisi perhatian atau hanya sekedar godaan yang kadang seperti lelucon untuk Eunike. Ketika mereka saling berpapasan pun sudah tidak ada senyuman menawan Weza yang bisa Eunike nikmati. Secepat mereka saling pandang, secepat itu pula mereka saling membuang tatapan ke arah lain. Ternyata bisa sesakit ini, Eunike tidak menduga bahwa ia akan terluka dengan sikap Weza.

Ini harapannya, dulu pun ia baik-baik saja tanpa Weza. Lalu kenapa kini terasa berbeda?

Eunike pikir Weza tidak akan menyerah, pria itu tampak serius dan gigih dengan perasaannya. Namun mungkin Weza memang seperti pria lainnya, ada kalanya dia lelah mengejar. Ya, Eunike memang mulai mendalami perannya menjadi wanita menyebalkan. Ini bukan salah Weza, ini permainan yang sengaja dipilihnya. Sejak awal Eunike sudah paham betul apa risikonya.

Sebulan sudah Eunike belajar menjadi terbiasa tanpa Weza. Ia pikir akan mudah karena ia pernah mengalaminya. Namun ternyata cukup menyiksa untuk Eunike, terlebih ketika melihat Weza tertawa bersama teman-temannya seolah memang tidak terjadi apa-apa dihidupnya.

Weza baik-baik saja, seharusnya Eunike pun demikian. Ia tidak perlu merasa kehilangan karena memang ia yang berniat meninggalkan. Ini rencananya, semua sesuai harapannya. Lalu apa yang dia keluhkan sekarang sampai harus menghela napas panjang?

Without WingsWhere stories live. Discover now