010

17.2K 2.5K 140
                                    

|| Gak Mau ||

.

.

.

Setiap sabtu jika ia tidak lembur, sepanjang hari biasanya Eunike habiskan di rumah. Eunike memanfaatkan waktunya untuk mengerjakan gelang-gelang bebatuan yang belakangan ini semakin meningkat penjualannya. Jejaring sosial Instagram dan promo yang dilakukan Rikna ternyata sangat berhasil. Bukan hanya sekedar memasarkan, adik satu-satunya Eunike itu juga mulai bisa membuat gelang-gelangnya sendiri, meskipun seluruh desain kombinasi bebatuan dan benang tali yang digunakan masih buah karya Eunike sendiri. Setidaknya, sekarang ini keuangan Rikna sedikit terbantu dari usaha Eunike yang awalnya tidak seberapa ini.

Nesya sejak pagi sudah pergi entah kemana, sejak bermasalah dengan kedua orang tua, kakak Eunike itu memang semakin jarang berkomunikasi dengan keluarga. Nesya menolak dijodohkan, ia bersikeras akan membayar semua hutang-hutangnya dengan jerih payahnya sendiri. Kadang Eunike ingin membantu Nesya, tapi ia sendiri juga hanya karyawan biasa yang gajinya tidak seberapa. Semua uang yang Eunike hasilkan tiap bulannya tidak pernah besisa karena habis untuk menghidupi keluarganya.

Bapaknya yang sudah tua dan sering sakit-sakitan sudah tidak bisa diharapkan untuk bekerja. Sementara ibunya yang memang sejak dulu hanya ibu rumah tangga tidak memiliki banyak kemampuan. Eunike tidak menyalahkan keduanya, mereka pernah menjadi orang tua hebat yang mampu membesarkan anak-anaknya dan mencurahkan kebahagiaan. Lalu ketika segalanya berubah menjadi buruk bukan berarti ia harus melupakan semua jasa orang tuanya.

Keluarganya mungkin sudah tidak seharmonis dan sehangat dulu. Biarpun begitu mereka tetaplah orang yang sama, keadaan saja yang sudah tidak sama.

"Nik, kamu punya pacar?" Tiba-tiba ibu Eunike muncul dari balik pintu kamarnya dan Rikna.

Eunike dan Rikna sama-sama tercengang. Pertanyaan ibu mereka masih belum bisa dimengerti keduanya yang sedari tadi sedang asik berkarya membuat gelang-gelang sesuai pesanan.

"Kak Nike kok ga bilang kalau punya pacar?" Rikna ikutan menatap Eunike lekat.

Eunike mengelengkan kepalanya kasar. "Aku ga punya pacar kok, Bu."

"Terus itu cowok yang di depan siapa? Dia bilang mau ketemu kamu. Ibu tanya siapa dia, terus dia ngenalin diri ke Ibu kalau dia itu pacar kamu." Ibu Eunike mengerutkan keningnya bingung, ada raut tidak suka yang terpancar dari wajahnya dan suara yang hampir tinggi.

Eunike menelan ludahnya. Hatinya tiba-tiba saja seperti ditusuk-tusuk dengan jarum. Eunike meletakan gelang yang sedang dibuatnya. Ia kemudian berdiri lalu menuju teras depan rumahnya.

Weza tersenyum kepada Eunike, dia memberanikan diri mendatangi rumah Eunike setelah lebih dari sebulan hanya sekedar mengikutinya.

Eunike menatap Weza yang sekali ini memakai pakaian bebas, bukan seragam seperti biasanya. Celana jeans biru gelap yang dipadukan dengan kemeja flanel yang sedikit lebih cerah, pria itu semakin terlihat lebih menarik dari biasanya. Jika tidak mengenal siapa Weza dan kebetulan berpapasan di jalan, mungkin Eunike akan menganggap Weza sebagai tempat cuci mata. Weza jenis orang yang bukan hanya sekedar sekali lihat, tapi ia akan membuat orang kembali ingin melihatnya. Dia memang punya bakat membuat patah hati untuk para wanita yang mengharapkannya. Tipikal player, wajahnya tampak nakal namun selalu menarik untuk dinikmati. Ditambah satu lesung pipit andalannya itu. Aaah... tapi bukannya senang, Eunike justru ingin menendang Weza saja sekarang.

"Ngapain kamu ke sini?" Eunike mengalihkan pandangannya, lebih memilih menatap motor sport Weza yang sudah terparkir rapi di depan rumahnya.

Without WingsWhere stories live. Discover now