015

16.1K 2.3K 97
                                    

|| Mencari Perhatian dan Menemukan Kesalahan ||

.

.

.


Weza lagi-lagi mencuri pandang pada Eunike. Tidak terhitung berapa kali Eunike memergoki Weza sedang menatapnya penuh rasa kagum dengan senyuman menawannya itu. Eunike bukannya tidak senang, ia bahkan sudah terlampau senang. Sejak berteman dengan Weza dia memang mendapatkan apa yang selama ini dia inginkan. Perhatian.

Masalahnya untuk Eunike, kadang ia jadi lemah dengan peraturan-peraturan yang sudah disusunnya untuk Weza. Beberapa bulan ini dia dibuat nyaman dan terlena dengan kebaikan Weza, sehingga mungkin ini sudah tidak pantas lagi disebut sebagai pertemanan. Terlalu berlebihan untuk Eunike yang memang tidak pernah memiliki teman dekat seperti dengan Weza.

"Apa sih, Za. Tatapan kamu bikin aku risih. Nggak usah genit deh, orang lain bisa salah paham." Eunike mencengkram tote bag di bahunya lebih erat.

Weza semakin melebarkan senyumnya. "Salah paham kalau kita pasangan yang mau menikah dan cari suvenir pernikahan gitu?"

Pipi Eunike panas seketika. Meskipun hal tersebut juga melintas dipikiran Eunike, tapi ia tidak mengira bahwa Weza akan dengan terang-terangan mengungkapkannya. Beberapa bulan ini hubungannya dengan Weza memang berjalan dengan baik, ia mulai terbiasa menerima semua perhatian yang Weza berikan padanya. Bukannya Eunike tidak tau perasaan Weza, ia hanya belum bisa menerima yang satu itu. Untuk masalah hati dia harus lebih hati-hati, demi kebaikannya dan tentu saja demi kebaikan Weza juga. Eunike sering kali menolak ajakan Weza jalan, menonton atau makan bersama di luar jam kantor. Tadinya ia mematuhi peraturan-peraturan yang dibuatnya sendiri. Namun belakangan ini, Eunike tidak tega juga terus-menerus menolak Weza. Kebetulan Eunike ada keperluan ke Jakarta, ia pun mengajak Weza. Daripada ia pergi sendirian karena adiknya Rikna ada kerja kelompok dengan teman-temannya, makanya Eunike membawa Weza ikut bersamanya. Awalnya agar ia ada teman dan Weza mendapatkan kesempatan untuk jalan dengannya.

Keputusan yang detik ini Eunike sesali, seharusnya ia pergi sendiri saja tanpa Weza. Sehingga Eunike tidak perlu salah tingkah begini menghadapi Weza yang sedang menatapnya dengan senyuman yang lama-lama buat lemas lututnya itu. Apalahi lesung pipitnya yang meski cuma satu tapi gimana gitu rasanya manis banget. Eunike tergagap dalam katanya. Ia tidak mampu membalas kalimat yang beberapa detik lalu Weza lontarkan.

"Mas sama Mba cari suvenir apa? Udah punya keranjang atau kotak seserahan? Kita ada model baru nih, ayo sini lihat saja." Salah seorang pedagang menghampiri mereka, ucapan standar yang tidak asing terdengar begitu Eunike dan Weza menjejakan kaki mereka di pasar Asemka.

Eunike memejamkan matanya mencoba menenangkan dirinya sendiri dari detak jantung yang semakin menggila. Para penjual pernak-pernik pernikahan ini hanya membuatnya semakin malu menghadapi Weza.

"Calon istri saya masih bingung Bu, kurang Aqua kayanya. Mau cari minum dulu, Nik?" Weza dengan sengaja makin menggoda Eunike. Seharusnya Eunike marah karena Weza melanggar perjanjian mereka, tapi dia hanya terdiam tidak bisa berbuat apa-apa di tempatnya.

Melihat Eunike yang hanya terdiam dengan wajah kemerahan membuat Weza tidak sanggup lagi dengan keusilannya. Meskipun sebenarnya semua ucapan itu adalah doa dari hatinya. Weza meraih tangan Eunike, membawanya pergi ke salah satu penjual minuman. Tangan Weza yang lain mengambil salah satu botol Aqua dingin dari dalam lemari es. Kemudian ditempelkannya botol tersebut ke pipi Eunike.

Dingin yang dirasakan Eunike membuatnya mulai tersadar, ia mengangkat sedikit wajahnya sampai bersitatap dengan Weza. Sedingin apapun Aqua yang menempel di pipinya sekarang, rasa panas itu tidak juga hilang. Eunike melepaskan tangannya dari Weza dan merebut Aqua dari tangan pria itu, lalu kabur menjauh.

Without WingsWhere stories live. Discover now