04 • Paksaan Keenan

493K 30.8K 2.6K
                                    

Tepat ketika jam berhenti di angka tiga, bel tanda pulang berbunyi. Seluruh murid telah mengemaskan barang-barang mereka ke dalam tas, dan kini saatnya meninggalkan kelas.

Akhirnya,

Pulang!

Alana berdiri dari bangkunya, bersamaan dengan Alfi yang hendak minggat dari tempat duduknya. Sambil berjalan ke luar kelas, Alana membuka ponselnya untuk mengabarkan mamanya —meminta untuk dijemput.

Alana: Ma, jemput ya. Aku udah pulang sekolah.

Sambil menunggu mama membalas WhatsApp-nya, Alana mengikuti para siswa yang mungkin tujuannya sama seperti dia, yakni ke depan gerbang sekolah. Tapi ternyata, tujuan mereka rata-rata ke kantin. Alana jadi bingung.

"Yah, lobi di mana ya?" Alana bergumam, kebingungan.

Kling.

Ponselnya berbunyi. Alana segera melihat layarnya, dan membaca balasan pesan dari mama.

Mama💝: Kamu bisa pulang naik bus gak, Na? Mama lagi ada urusan, gak bisa ditinggal.

Bibir Alana seketika mengerucut setelah membaca pesan dari mama. Bahu Alana pun jadi lemas hanya karena efek dari membaca pesan mama. Lagipula, Alana tidak biasa bepergian sendirian, apalagi naik bus. Ia ada rasa trauma bila naik bus, karena dulu ia pernah diancam oleh dua orang preman ketika suasana bus sepi dan kebetulan Alana duduk di kursi belakang.

"Alana!"

Suara itu membuat Alana menoleh, mendapati seorang lelaki sedang tersenyum ke arahnya. Di samping lelaki itu, ada lelaki lain.

"Keenan," sapa Alana.

"Lagi nunggu jemputan ya?" tebak Keenan.

Alana menggeleng. "Mama gak jadi jemput. Di depan sekolah, taksi suka lewat nggak?"

"Suka, tapi kalo sore jaraaaang banget. Kenapa, pengen pulang naik taksi?" ucap Keenan.

Alana kini mengangguk. "Iya, soalnya nggak berani naik bus ...."

"Oooh." Keenan mengangguk paham. "Emang rumah lo di mana?"

"Di Residence."

"Walaaah, deket rumah lo, Al!" Keenan menabok bahu Alfi. "Udah, lo anterin aja tuh Alana, sekalian lo pulang."

Alfi melotot. "PR amat. Lo aja anterin dia."

"Bensin gue udah merah, Bro. Mending lo aja." Keenan menepuk-nepuk bahu Alfi sembari tersenyum merayu.

"Apaansi, enggak ah." Tolak Alfi.

"Ehm ..." Alana merasa canggung, "Gue balik pake taksi aja."

"Eh, jangan, Na! Bareng Alfi aja, rumah dia deket Residence kok," kata Keenan.

"Maksa amat lu, Kebo," kesal Alfi.

"Udah lah, sekali-kali. Lo juga udah beratus windu kaga boncengin cewek, kan?" celetuk Keenan.

Hingga akhirnya, Alfi menyerah karena telinganya terasa panas mendengar celotehan Keenan yang tak akan ada habisnya bila ia belum menang. Dengan berat hati, Alfi meninggalkan tepat dan jalan menuju luar gedung sekolah dengan didampingi seorang cewek di sampingnya, Alana.

Sampai di parkiran, Alana menunggu Alfi mengambil motornya. Dan di depan lobi sekolah, Keenan berseru lantang memanggil nama Alana.

"Hati-hati di jalan, Alfi kalo bawa motor kayak dikejar-kejar setan!" seru Keenan di jauh sana.

Beberapa saat kemudian, motor Alfi berhenti di depan Alana. Alana segera naik ke boncengannya, dan seketika Alana menjadi sorotan bagi banyak murid yang melihat mereka.

Uh, oh. Fans Alfi kan banyak.

Di perjalanan, Alfi dan Alana sama-sama diam. Alfi sibuk memfokuskan diri pada kendaraannya, sedangkan Alana sibuk menikmati dinginnya angin yang menerpa kulit wajahnya. Rambut lebatnya pun bersibak kesana-kemari, seperti model iklan sampo.

"Udah lama gak naik ninja lagi. Terakhir naik sama mantan, udah gitu mogok di tengah jalan." Cerita Alana, disusul dengan tawa lucu khasnya.

"Lo curhat?" celetuk Alfi.

"Enggak, cuma ngasih tau aja," balas Alana.

"Emangnya gue mau tau?"

Jleb.

Percakapan selesai.

***

"Itu, rumah yang warna abu-abu." Alana menunjuk rumah berwarna abu, yang menjadi rumah paling besar di deretan komplek itu.

Motor Alfi berhenti di depan rumah yang Alana tunjuk tadi, lalu Alana pun turun dari boncengan. Matanya melirik sebuah motor besar warna merah yang terparkir tak jauh dari motor Alfi, kemudian ia kembali menatap Alfi.

"Makasih ya udah nganterin sampe rumah. Mau mampir dulu, nggak?" ucap Alana, ramah.

"Enggak."

"Ya udah, mau langsung pulang?" tanya Alana yang sebenarnya tak perlu menanyakan pertanyaan jenis itu.

Tanpa menjawab, Alfi kembali menyalakan mesin motornya dan hendak pergi. "Gue pulang."

"Dadah, Alfi!"

Setelah Alfi menghilang dari pandangannya, Alana membuka pagar rumahnya dan masuk. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya. Motor siapa yang terparkir di depan rumahnya itu? Apakah ada tamu di dalam?

Dengan waswas, Alana melirik ke dalam rumah, tepatnya ke ruang tamu. Ada seseorang di dalam sana, sedang duduk di sofa.

Perasaan Alana jadi tidak enak.

"I—itu ... siapa?" Alana bergumam. Tepat ketika Alana bergumam seperti itu, lelaki tadi menoleh ke arahnya dan boom!

"... Regan?"

###

lanjut ga niiii😜😂 vomment dulu yyy

DIGNITATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang