Bagian 5

11.3K 1.1K 28
                                    

Sinar mentari menembus jendela kamar Alya. Alya menggeliat. Dia membuka mata. Diam beberapa detik sejenak, kemudian dia tersenyum.

Kali ini semuanya telah terbayarkan. Dia yang dulu terlunta-lunta menjalani hidup, menyembunyikan segala kesedihannya, kali ini selesai sudah. Tidak ada lagi kisah yang menyedihkan. Dia bersyukur pernah merasakan pahit getir kehidupan. Pada akhirnya dia sendiri yang merasakan manisnya kebahagiaan.

Alya bangun dengan hati berbunga-bunga. Hari Nanda mengajaknya ketemuan. Alya udah tidak sabar. Dia ingin mendengar cerita banyak hal dari Nanda. Kemarin, Nanda belum sempat cerita padanya karena waktu sudah akan menjelang malam, Nanda menyuruhnya pulang. Hari ini, Nanda berjanji akan bercerita banyak pada Alya. Begitu juga dengan Alya.

Mereka bertemu di kafe yang Nanda tentukan jam sepuluh pagi. Percaya atau tidak, Alya sudah sampai di sana satu jam lebih awal. Dia sudah menghabiskan dua gelas milkshake coklat ditambah sepiring spaghetti. Tapi berbeda dengan Nanda. Laki-laki itu baru datang, lima belas menit terlambat dari waktu yang dijanjikan. Nanda muncul dengan kacamata hitam (seperti biasa), kemeja lusuh, dan rambut acak-acakan. Alya nyaris tidak mengenalinya. Dia kaget ketika tiba-tiba ada seorang laki-laki duduk dihadapannya. Kalau laki-laki itu tidak segera melepas kacamatanya, Alya sudah menyemprotnya habis-habisan.

"Nanda!"

Nanda terengah-terengah. Nafasnya tidak teratur. Keringat mengucur deras dari dahinya. Nanda berusaha kembali menormalkan detak jantungnya yang memompa darah dengan sangat cepat.

Dia baru saja lari dari terkaman singa betina.

"Kamu habis ngapain?!" seru Alya kaget.

Begitu nafas Nanda mulai teratur, dia menghela nafas panjang dan menjawab pertanyaan Alya.

"Aku habis lari dari asistenku..."

Alya melongo. Asisten? Nanda sesibuk itu?

"Dia bilang aku harus menyelesaikan laporan cepat-cepat dan hari ini harus jadi. Padahal sebenanrya laporannya baru diserahkan satu bulan lagi. Laporannya juga tinggal sedikit. Paling lama satu minggu lagi selesai," keluh Nanda kesal.

Alya mengangguk-anggukan kepala. Mengingat profil Nanda yang dia baca di internet, Alya tahu Nanda memang orang yang sibuk. Alya jadi merasa tak enak hati.

"Kalau kamu sibuk, aku..."

"Eh ini apaan dua gelas kosong? Ini semua kamu yang minum?!" seru Nanda menatap dua gelas kosong di hadapan Alya.

Nanda sengaja memotong ucapan Alya. Dia tahu pasti Alya berkata apa. Dan dugaannya benar. Karena itu sebelum Alya menyelesaikan pembicaraannya, dia sudah memotong ucapannya terlebih dulu.

"Dalam waktu lima belas menit kamu udah bisa habis dua gelas? Keren!"

Alya hanya tersenyum. Dalam hati dia membatin. Lima belas menit? DIa sudah menunggu satu jam lebih di sini. Bahkan dia berharap Nanda juga datang lebih awal. Tapi memang seharusnya dia juga sadar siapa Nanda sekarang. Nanda bukan Nanda yang dulu. Yang hobi rokokan di belakang sekolah. Yang selalu berniat menyoba narkoba ketika mendapat masalah. Sekarang Nanda sudah menjadi CEO sebuah perusahaan terkenal di Indonesia.

Nanda tersentak. Dia menyadari sesuatu.

"Jangan bilang kamu udah di sini lama??"

Alya diam. Kemudian terkekeh.

"Baru sebentar kok."

Nanda menghela nafas panjang.

"Maaf ya, Alya. Seharusnya aku juga bisa datang lebih awal.

[2/2] KembaliWhere stories live. Discover now