"Pertanyaan apa?" Tanyanya penasaran.

"Bagaiman bisa kau membawaku sampai ke sini?"

"Hah.... sudah dapat ku tebak, bahwa pertanyaanmu sangat tidak bermutu."

"Jawab!" Perintahku.

"Emang lu siapa merintah-merintah gua?" Teriaknya.

"Aku tidak peduli lu siapa dan berasal dari mana."

"Oh... Nyari mati rupanya." Ancamnya.

"Itulah yang ku mau sejak dulu." Ucapku.

Dia hanya terdiam.

"Kenapa? Takut? Kirain sih berani sama gua." Aku menertawakannya.

"Jadi lu mau cepet mati ya?"

"Maaf ya tuan. Aku tidak pernah takut kepada siapapun."

Dia terdiam lagi.

Suasana menjadi hening sekali.

Brak.

Pisau itu menembus meja yang ada di hadapanku.

"Jadi kau memutuskan untuk mati lebih cepat ya?" Tanyanya.

WHAT?!

.

Normal POV.

"DIMANA DESYCA?!" Teriak Reihan frustasi.

"Kita harus segera menemukannya." Ucap Dirga serius.

"Ya, nyawa Desyca sedang terancam sekarang." Sahut Juna.

"Tapi di mana dia?" Tanya Bejo lesu.

"Apakah harus laoshi cari pakai FBI?" Usul Yanjie.

Holang kaya mah bebashhhh! Batin mereka berempat.

"Loh kok diem?"

"Gk apa-apa kok, laoshi." Ucap mereka spontan.

"Jadi gimana? Apakah tidak ada petunjuk sama sekali?" Tanya Yanjie.

Sebelum mereka menjawab handphone Yanjie berbunyi.

Kring~~

"Halo?"

"Aku sudah menemukan alamatnya dari nomor teleponnya."

"Benarkah? Terima kasih, Gege."

"Akan aku kirimkan alamatnya lewat Sms."

"Baik, Gege."

Yanjie mematikan sambungan telephonnya.

"Ada apa, laoshi?" Tanya Dirga.

"Tadi kakak laoshi telepon, katanya dia sudah menemukan alamat Desyca diculik." Jawab Yanjie.

"BENARKAH?" Teriak mereka hingga burung-burung berterbangan.

"Tapi, bagaimana caranya?" Tanya Reihan.

"Disitu ada kesulitan, disitu juga ada jalan." Jawab Dirga dengan bijak.

"Tumben lu bijak, Ga." Ejek Juna.

"Dirga gitu loh." Sombong Dirga.

"Sombong amat lu." Kesal Juna.

"Mirror dong!" Sindir Dirga.

"Wat de…"

"Kalian berdua, kalau berantem jangan pada saat seperti ini! Kalian tidak tahu nyawa Desyca sedang terancam." Potong Yanjie.

My Name Is Desycaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें