VS 24 | A Past

901 125 4
                                    

Sekitar 11 tahun lalu....

"Kak Nat!" teriak seorang gadis kecil yang masih mengenakan seragam sekolahnya.

"Ada apa, Len?" Nathan yang saat itu masih duduk di bangku kelas 3 bertanya balik pada gadis kecil itu.

"Ada Ressan main, nggak?" Tanpa menjawab Nathan langsung mengangguk. Karena setiap hari, Ressan pasti ada di rumahnya. Tentunya main dengan Ryssa, adiknya.

"Di dalem, masuk aja."

Helen mengangguk cepat. Lalu masuk ke rumah Nathan. Tapi baru saja ia menjejakan kakinya ke dalam, ia balik lagi ke luar. Lalu memandang Nathan dan seorang gadis yang seumuran dengan Nathan.

"Kakak pacaran sama dia?" Helen bertanya sambil terkekeh. Sementara yang ditanya hanya cengengesan. "Cieee ...." Kemudian Helen pergi meninggalkan keduanya.

"Siapa?" tanya gadis yang ada di sebelah Nathan.

"Helen, anak tetangga sebelah yang waktu itu pindah. Udah hampir setengah tahun sih di sini."

"Lucu, ya?"

"Namanya anak kecil."

Padahal, mereka sama-sama anak kecil.

***

3 tahun kemudian....

"Ryssa sama Ressan pacaran, ya?" tanya Helen pada Ryssa yang saat ini sedang loncat-loncatan di kasur miliknya.

"Enak aja. Kamu sama Kak Nat kali," bantah Ryssa.

"Emang aku sama Kak Nat kayak apa? Main aja jarang."

Ryssa mengehentikan aktivitasnya. "Jarang sih iya. Tapi kalo main PS dia bantuin kamu terus. Aku mah nggak."

Helen mengerjapkan matanya. Bukannya gak ada yang salah dengan apa yang dilakukan Nathan? Toh Ryssa kan lebih jago main PS-nya. "Ya, kamu kan adeknya."

"Terserah kamu aja deh."

***

Tahun berikutnya....

Sore itu Helen sedang bermain di taman yang tak jauh dari rumahnya. Dasarnya gadis yang boyish nan hiperaktif. Ia lompat ke sana ke mari bak seekor kelinci. Ya, ia paling suka main lompat-lompat. Karena menurutnya, saat melompat tinggi, rasanya seperti terbang bebas walau sesaat.

"Helen, jangan lompat-lompat dari situ. Nanti kamu nabrak pohon," kata Mama memperingatkan.

"Eggak akan, kok, Ma. Tenang aja!"

Melihat anaknya seperti itu. Mama hanya bisa menghela napas karena tahu betapa keras kepalanya Helen, lantas memutuskan masuk ke rumah untuk melanjutkan masaknya. Sementara gadis itu, tanpa menghiraukan peringatan dari Mamanya sedikit pun. Ia mencoba lompat dari sebuah kursi panjang—yang saat ini ia naiki—ke pohon seberang agar bisa menggantung tepat di dahan yang paling pendek.

Namun di luar dugaan.

"Aa!" pekik Helen saat ia menabrak pohon itu. "Mama!" ia menangis memanggil mamanya. Tapi Mamanya tidak datang, suara Helen tidak sampai.

Hingga seorang anak laki-laki menghampirinya. Itu Nathan yang baru pulang bermain dengan teman-temannya. "Lah, kamu kenapa?" tanya Nathan melihat Helen yang sesenggutan di dekat pohon kersen.

"Nabrak ... pohon ... hiks ... sakit!"

"Makanya jangan bandel, kamu cewek tau."

"Ih ... jahat ... hiks."

"Ya udah, mana yang sakit?"

Helen menunjuk pada kakinya yang memar kemerahan juga dahinya.

Setelahnya, Nathan meniupi kaki dan mengusap dahi gadis itu menggunakan rambutnya. Kata mamanya itu mempan buat nyembuhin hal kecil seperti itu.

Love Life an Enemy Couple [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang