VS 5 | Another Heart

1.9K 219 32
                                    


Layar monitor terpampang di depan mata cowok itu. Tepatnya, itu yang menjadi tujuan bola matanya. Kedua kakinya terangkat ke atas meja melingkari monitor, di pangkuan terdapat keyboard yang sudah siap digunakan kapanpun.

Sementara itu, punggungnya tersandar pada kursi ukuran jumbo yang membuat tubuhnya tak tampak dari belakang. Tak lupa dengan telinga yang terkunci oleh earphones paduan warna black-red. Persis seperti seorang Hikikomori.

Itu―"Ren, makan dulu. Udah dari kemarin kamu begitu," ujar perempuan yang umurnya sekitar kepala 4. Ya, itu ibunya. Dan yang dipanggilnya tentu saja Rendy.

"Hiki!" celetuk Rayhan adiknya.

Sudah sejak senin kemarin ia bersikap seperti itu. Tepatnya senin sore, sepulang sekolah. Dan hari ini, ia membolos.

Sebenarnya Rendy bukan seorang hikikomori. Tentu, karena mana ada seorang hiki yang pergi ke sekolah. Hanya saja ada beberapa alasan tertentu yang membuatnya bertingkah layaknya hiki. Tepatnya semi-hiki. Hanya waktu-waktu tertentu.

Tak lama, Rendy melempar kaleng bekas softdrink ke arah Rayhan sehingga mengenai kepalanya.

"Apa-apaan, sih?!" Rayhan mengelus kepalanya yang terkena lemparan kaleng itu.

"Berisik!" balas Rendy ketus.

"Susah ya kalo hiki lagi hagavi!" Rayhan berteriak lantang kemudian lari begitu saja.

Wajah Rendy seketika memanas. Iya, jadi memerah karena malu rahasia tebongkar oleh bocah 12 tahun itu.

"Berisik."

***

"Yang nggak masuk hari ini siapa?" teriak Serina-sekretaris kelas Helen. Gadis itu tengah mengisi buku absen di depan kelas. Sementara guru belum datang.

"Gak tau," kata Helen cuek sambil menyisiri tiap bangku kelasnya. Dia ... nggak ada.

"Eh, Rendy gak masuk, ya?" Serina melirik pada Helen.

"Hmm," gumam Helen mau tak mau mengiyakan. Kemudian menghela napas panjang. Lagi pula, ia sudah menduga kalau Serina akan berkata demikian.

Padahal hari ini begitu cerah. Tidak ada alasan untuk cowok itu untuk tidak masuk. Karena biasanya meski kesiangan, ia selalu masuk. Kalau sakit sih tidak mugkin. Karena seingat Helen, kemarin ia masih baik-baik saja-bukan?

Dia kenapa, sih? Helen bertanya dalam hati.

Dia patah hati. Tiba-tiba suara seseorang melintas di benaknya begitu saja.

Nggak mungkin, ngaco! Mana ada orang ngomong di kepa gue. Helen mencoba menyangkal khayalannya dengan membatin lagi. Diam. Tak ada suara. Oke, udah jelas gue ngayal. Gadis itu mengembuskan napasnya lega.

Namun, selang beberapa saat ....

"Lo nggak ngayal, kok. Dia emang lagi patah hati," kata seseorang dari belakang dengan nada datarnya. Itu ... Erza yang kini sedang tersenyum lebar.

Helen berbalik kemudian memicingkan matanya, mulutnya datar tak berekspresi. "Hoh," katanya sambil menghadap ke depan lagi.

"Gak penasaran apa?" tanya Erza lagi.

Helen menggeleng cepat. "Kalo mau kasih info kayak gini. Mending lo kasih sama fans-nya yang emang jelas suka sama dia," terang Helen kemudian mengambil botol minum dan meneguk isinya.

"Kalo dia patah hatinya karena lo gimana?"

Uhukk... uhukk...

Seketika Helen tersedak saat Erza mengucapkan kalimat terakhirnya. "Gila! Mana ada," sangkalnya cepat seraya mengelap mulutnya yang tercecer air menggunakan tangan. Ya, tangan. Mana mungkin cewek seperti dia bawa atau pake tissue.

Love Life an Enemy Couple [END]Where stories live. Discover now