2

5K 713 21
                                    

2006

"Yoongi guru Song memanggilmu." Yoongi menoleh pada Hoseok. Teman dekatnya yang masih ia ingat. Namun saat mereka dewasa, seingat Yoongi, ia jarang bertemu Hoseok. Kemanakah ia?

"Ah, iya. Aku akan ke sana." Yoongi baru sadar jika Jimin juga sekelas dengannya. Yoongi menyusuri koridor kelas demi kelas. Sampai ia mencapai pintu ruang guru. Langsung di sambut oleh guru Song dan beberapa tumpukan buku.

"Yoongi-ah. Sebagai kepala murid aku minta kau untuk mengangkat semua ini ke lantai bawah, kau kan tahu gedung ini akan di renovasi. Jadi tolong ya." Guru Song menunjuk beberapa kardus yang hendak Yoongi bawa. Dalam hati Yoongi mendumel, bukankah sebaiknya ia berada di kelas dan mencoba berbincang dengan Jimin. ia malah kedapatan membawa kardus berdebu sebanyak itu.

Yoongi tengah memilih kardus mana yang Nampak ringan. Sebelum telinganya menangkap suara guru Song di kejauhan. "Nah, Jimin-ah. Kau bantu Yoongi dulu. Aku ada urusan sebentar." Kemudian langkah kaki terdengar mendekat pada Yoongi.

"Hei bodoh. Kau bisa melakukannya sendiri kan?"

Yoongi menoleh cepat. "Apa kau bilang? Bodoh?" ia mengerutkan keningnya. Menahan amarah. "Ya,karena kau memang bodoh. Min Bodoh Yoongi?"

Yoongi memejamkan matanya beberapa detik. Mengatur nafasnya agar emosinya mereda. Bagaimana juga ia datang ke masa ini untuk membuat Jimin jatuh cinta padanya. Ia harus terlihat baik agar Jimin bersimpati.

"Ya, baiklah kalau begitu." Yoongi kembali beralih pada kardus-kardus di hadapannya sementara Jimin malah meninggalkannya dan pergi keluar. Yoongi baru menyadari saat berbalik dan mendapati dirinya tengah sendirian.

"YAK! Park Jimin! dimana kau?!" ia mengangkat kardus keluar mencari sosok Jimin. dengan kondisi yang memprihatinkan, Yoongi menuruni anak tangga satu demi satu hingga ia melihat bayangan Jimin di ujung sana tengah melipat tangan di depan dadanya.

"Tega sekali dia membiarkan ku membawa kardus seberat ini tanpa membantu. Kenapa aku bisa jatuh cinta pada orang sepertinya?" Tanya Yoongi pada dirinya sendiri.

Dalam hati ia terus-terusan mengutuk Jimin. meski menuruni tangga entah kenapa rasanya makin berat ditambah tangannya hampir kebas.

Dengan nafas tarikan nafas yang penuh semangat, Yoongi mempercepat langkahnya hingga mencapai hadapan Jimin. ia bertumpu pada lututnya yang gemetar.

"Kenapa kau lama sekali?" Tanya Jimin dengan santai.

"Kau tidak tahu seberapa beratnya kardus itu? Hah?" Yoongi menatap sinis Jimin.

Jimin menatap kardus yang tergeletak di dekat kakinya, lalu wajah Yoongi yang penuh keringat.

"Sudahlah, masih ada satu lantai lagi. Cepat angkat kardusnya."

"YE?!" teriak Yoongi seraya bangkit.

Jimin sudah berbalik dan meninggalkan Yoongi dibelakang punggungnya. Mendahulinya menuruni tangga.

Yoongi mengumpat pelan seraya menghela nafas. Ia meraih kardus itu dan menyusul Jimin dengan rasa dongkol memenuhi hatinya. Persetan tentang ia yang bisa mencintai lelaki di hadapannya.

"Sialan." Umpat Yoongi saat merasa tangannya berkeringat dan mulai terasa pegal. Keringat sudah memenuhi seluruh tubuhnya. Belum lagi matanya yang menatap sinis punggung di hadapannya. Nafasnya sudah terengah-engah. Sampai-sampai Yoongi salah pijakan. Ia melakangkah terlalu panjang.

Yoongi terjatuh dengan kardus yang terlempar hingga posisi Jimin yang berada di depannya. Kakinya terkilir dan ia jatuh hampir mencium lantai. Semua isi kardus itu berhamburan.

AmnesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang