Rapat

330 44 0
                                    

Suasana ruangan terasa tegang. Wajah-wajah penting tampak hadir dan duduk dalam satu meja panjang. Di ujungnya dua orang duduk bersebelahan. Pin berlambang garuda emas dengan simbol pancasila di tengahnya menegaskan kedudukan mereka sebagai pemimpin negara. Di depannya berjajar para petinggi negara lainnya. Ada yang mengenakan setelan jas hitam, seragam hijau dengan rentetan medali di dada dan bintang yang menumpuk di pundak, semua duduk dengan laporannya masing-masing dalam berkas coklat berlogo garuda besi hitam mencengkeram plat bertuliskan B.R.A.I.N di sampulnya.

Satu persatu mereka menyampaikan laporannya. Penemuan Bakat-bakat baru, hasil penelitian, laporan tugas personil berkemampuan khusus tiap region, dan program kedepan yang akan dijalankan. Hingga tiba akhirnya region Sumatra.

"Bagaimana dengan Sumatra, Jenderal?" Presiden menunggu penuh harap.

"Ini akan menarik." Satu-satunya anggota rapat yang mengenakan setelan jas menyela. Anton, pemimpin region Jawa tersenyum sinis pada Jenderal.

Jenderal mendengus kesal. Mereka tak pernah akur. Jenderal tidak pernah mengerti bagaimana anak muda yang belum berpengalaman sepertinya bisa mendapat posisi itu dan yang paling penting adalah dia bukan dari kalangan militer.

"Region Sumatra berhasil mendapatkan dua aset tambahan. Saya yakin kedua aset ini akan sangat membantu kedepannya. Dua bakat ini adalah kemampuan penglihatan tiga ratus enam puluh derajat dan perubahan fisik."

"Terdengar biasa." Anton menyelanya. "Aku juga memiliki yang seperti itu dari tujuh aset yang kutemukan."

Jenderal menatapnya tajam. Dia melemparkan amarah melalui matanya. Anton hanya terkekeh melihatnya.

"Anton, bisakah kau diam sebentar." Presiden memperingatkan. "Semuanya, mari kita dengar laporan jenderal sampai selesai sebelum kita membicarakannya."

"Kedua aset ini memang terdengar biasa, tapi Pak Presiden, keduanya memiliki kelebihan tersendiri. Aset pertama kami percaya berhasil meningkatkan kemampuan penglihatannya ke tahap baru. Ini memberikan kita kepastian akan teori yang selama ini kita coba cari tahu."

Anggota rapat yang lain mulai berbisik tidak percaya, bahkan Presiden tampak terkejut, "Bagaimana maksudmu?"

"Kami belum bisa memastikan bagaimana atau apa kemampuan baru itu Pak, tapi dari hasil pengamatan dalam salah satu tugasnya ini sudah dipastikan. Meskipun untuk menemukan hal itu kami kehilangan salah satu aset."

"Oh, maksudmu pemberontakan itu?" Anton lagi-lagi menyulut api ke Jenderal.

Bisik-bisik makin terdengar riuh. "Anton apa maksudmu?" bahkan Presiden ingin mendengarnya.

"Salah satu aset terpercaya Jenderal melawan perintahnya. Melepaskan aset yang memberontak dan menjalankan misi tanpa persetujuan Jenderal kita ini."

"Benarkah itu Jenderal?" Presiden mulai cemas.

Jenderal meremas laporan di tangannya. Wajahnya merah marah melihat Anton di depannya. "Ini hanya kesalahpahaman. Memang benar saya belum memberikan ijin, tapi misi itu berjalan atas sepengetahuan saya. Dan hasilnya bisa saya katakan memuaskan. Dua aset tersebut didapatkan dalam satu tempat. Saya juga berhasil menemukan sesuatu yang akan membuat semua orang di ruangan ini diam." Jenderal menatap Anton sinis. Anton mengangkat sebelah alisnya, menantikan kejutan apa yang disiapkan Jenderal.

Lampu dimatikan. Layar putih di ujung ruangan mulai menampilkan proyeksi sebuah rekaman. Rekaman itu terlihat dari kamera pada helm salah seorang prajurit. Kejadian itu tampak terjadi saat malam, terlihat dari warna hijau khas dari fitur malam pada kamera. Prajurit itu sedang mengejar seseorang di antara pepohonan, suara tembakan beberapa kali terdengar dari sana. Lalu adegan utama mulai terjadi. Pohon-pohon di sekitar bergoyang pelan dan semakin kuat. Sesuatu jatuh melewati kamera. Kamera turun ke bawah menyorotnya kemudian ada suara bedebum keras. Prajurit itu terjatuh menjerit kesakitan. Dia berbalik sehingga kamera menghadap ke atas, puncak-puncak pohon bergoyang begitu kuat. Sebuah benda tampak mendekat cepat ke kamera. Kamera itu rusak tidak menampilkan apa-apa, tapi suara prajurit itu masih terdengar kesakitan. Kamera berpindah ke prajurit lain dan kejadian sama menimpa mereka.

Semua mata terpaku menontonnya. Hingga lampu menyala kembali tidak ada satupun anggota rapat yang mampu berbicara.

"Apakah itu..." Anton ingin menyelesaikan kalimatnya tapi dia menahannya.

"Iya, benar." Jenderal begitu puas melihat orang di depannya terdiam.

"Apa itu Jenderal?"

"Mitos, Pak." ujar Jenderal menambah penasaran. Presiden terlihat tak sabar, matanya meminta penjelasan segera. "Selama ini Bakat yang ditemukan terbatas hanya pada diri mereka. Peningkatan panca indera, perubahan fisik, dan lainnya. Tapi, bagaimana jika kemampuan ini keluar dari batas itu? Bakat yang mampu mengendalikan sekelilingnya, air, api, angin, atau tumbuhan bahkan ruang dan waktu? Dan teori tersebut mulai terbukti sekarang. Bayangkan apa yang bisa mereka lakukan dengan Bakat itu."

"Apa kau berhasil mendapatkan aset itu jenderal?" Anton penuh penasaran.

Jenderal terdiam, dia menengok Presiden di dekatnya menanyakan hal yang sama melalui tatapannya. "Belum. Aset itu menghilang saat kejadian tersebut. Seluruh personil yang mengejarnya berhasil dilumpuhkan. Menurut laporan mereka di serang oleh durian yang dilemparkan pepohonan."

Senyum sinis Anton kembali, begitupun peserta rapat yang lain. "Sudah kuduga."

"Saya sedang mengusahakan pencarian menggunakan Mata dan Pikiran semaksimal mungkin."

"Jangan terlalu mengandalkan dua asetmu itu," Anton berbicara.

"Apa maksudmu?!"

"Jika aku jadi kau, aku tidak akan mempercai mereka sebanyak itu. Mata dan Pikiran bisa menemukan tiap Bakat dengan cepat dan akurat begitu mereka merasakan sinyal otak para Bakat itu saat mengaktifkan kemampuan mereka dan menurutmu kenapa mereka belum memberitahumu tentang keberadaan Bakat kita yang spesial ini?" Anton menunggu reaksi Jenderal, "Jika kau masih ingat, mereka masih manusia yang memiliki kesadaran dan keinginan bukan mesin. Meskipun tampaknya mereka dalam keadaan tidak sadar, tapi otak mereka masih bekerja normal dan kau tidak tahu apa yang ada di pikiran mereka. Bisa saja mereka mekhianatimu, seperti Tangan yang kau banggkan."

"Beraninya kau! Kau pikir atas bantuan siapa kau menemukan aset-asetmu itu, hah?!"

Anton malah tertawa, "Lucu sekali Jenderal. Untuk informasi saja, aku tidak pernah menggunakan data dari Mata dan Pikiran. Aku menemukan aset-asetku jauh sebelum Mata dan Pikiran milikmu menemukannya."

Ruangan kembali riuh akan bisikan anggota rapat yang penasaran dan bertanya-tanya. Keadaan ruangan yang tegang semakin panas. Jenderal berdiri gagah menatap Anton yang terus memancing kemarahannya dengan senyum merendahkan miliknya.

"Tenang semuanya. Tenang." Presiden mulai hilang kesabaran. "Kita semua berkumpul di sini untuk menyelesaikan masalah yang dapat mengancam negara, bukan untuk unjuk kehebatan. Jenderal, aku meminta padamu kembali ke tempat dudukmu. Semuanya harap diam." Presiden melirik Anton khusus. "Mari kita dengarkan laporan Jenderal hingga selesai dahulu."

BAKAT

Jenderal keluar ruangan beserta peserta rapat lainnya. Wajah masam tidak puas akan hasil rapat. Dari belakangnya seseorang mendekat dan memanggilnya. Jenderal terus berjalan tidak menghiraukan orang di belakang yang malah tersenyum sadar diabaikan.

"Jenderal," Anton menepuk punggung Jenderal.

Jenderal sontak berhenti, memalingkan kepalanya menunjukkan wajah paling tidak bersahabat miliknya. "Apa yang kau mau dariku, hah?!"

"Jangan bilang kau sudah lupa dengan yang terjadi di dalam." Anton melirik ruangan rapat di belakang.

Jenderal tak peduli. Dia melanjutkan langkahnya.

"Aku penasaran dengan Bakat perubahan fisik yang kau dapatkan. Seperti apa dia?" Anton bertanya setelah menyusulnya beberapa langkah di depan.

"Tidak ada yang perlu kuberitahu padamu."

"Sepertinya aku harus mengingatkanmu. Aku adalah pengawas region Sumatra sekarang. Dengan kata lain aku adalah pimpinanmu. Untuk saat ini." Jenderal tidak bisa menahan emosi di wajahnya, sesuatu yang Anton nantikan. "Baiklah, jika kau tidak mau mengatakannya maka aku akan melihatnya sendiri."

"Pergilah. Aku tidak akan mengantarmu."

Anton tertawa, "Kau sadar kehilangan kepemimpinanmu, ya." Dan dia berlalu menjauh diikuti dua aset peliharaannya.

BakatWhere stories live. Discover now