Sisi Lain

1.7K 173 53
                                    

Kriiinggg!!!

Deringan alarm memenuhi seluruh ruangan. Memantul di dinding-dinding kamar hingga masuk ke dalam telinga yang punya.

“Egghm…” Risa bergumam sesuatu. Sesekali kakinya menendang kasur berharap suara itu pergi. Dia membalik badannya beberapa kali sebelum akhirnya mata itu mengerjap dan melihat jam weker tepat di sebelah bantalnya.

Risa bangun, dia mengambil jam weker itu dan mematikannya. Heh? Dia melihat sekeliling. Dinding krem, lemari di sudut kamar, televisi di sebelahnya, meja belajar di samping tempat tidur, gantungan baju di belakang pintu. Ini kamarnya.

Bagaimana aku bisa disini? Risa heran bagaiman dia bisa berada di kamarnya.

Risa teringat kejadian semalam. Kepalanya sakit tiba-tiba, tangannya mengepal pinggir kasur kuat mengingat kejadian dan perlakuan orang-orang bangsat semalam.

Tubuhnya terasa lengket, pakaiannya terasa keras. Dia melihat baju yang dia kenakan.

Hah! Heh… dan tiba-tiba dia merasa pusing, ingin muntah, tapi kengerian yang dilihatnya lebih memenuhinya. Seluruh bajunya berwarna merah gelap. Bau anyir yang diciumnya membuatnya yakin bahwa itu darah. Dia melihat kasur tempatnya berbaring. Noda merah besar tercetak di sprei, mengerikan.

Ketakutan, kebingungan, tidak mengerti apa yang telah terjadi. Risa ingin berteriak tapi dia tidak bisa mengeluarkannya. Tenggorokannya tercekat. Tiba-tiba, bayangan acak tidak jelas dan cepat memenuhi kepalanya. Cipratan darah melintas di kepalanya, matanya terperanjat, wajah ketakutan seseorang dalam kepalanya membuatnya memejamkan mata kuat, teriakan seseorang yang begitu kesakitan membuat Risa menjambak rambutnya.

Akkhh! Kepalanya terasa begitu menyakitkan. Bayangan-bayangan itu tidak berhenti muncul. Risa memeluk tubuhnya sendiri yang berubah dingin. Mata merah menyala, gigi-gigi tajam pada sebuah senyuman, tangan yang berlumuran darah. Wajah Risa sepucat mayat, putih, muram.

Risa berusaha bangkit dengan kaki lemasnya. Berjalan ke depan lemari pakaiannya yang terdapat cermin besar di sana. Dia berkaca. Rambutnya panjangnya berantakan, wajah putihnya hampir tertutupi dengan warna merah, mata besarnya semakin besar melihat baju yang di kenakannya semalam benar-benar berubah menjadi merah. Dia seperti bermandikan dengan cairan tubuh warna merah dengan bau amis dan anyir.

Risa segera berlari menuju kamar mandi dan membuka seluruh pakaiannya. Dia jijik dengan dirinya sendiri. Segera dia menyapu seluruh tubuhnya dengan air pagi yang dingin. Gayung hijau di tangannya tidak henti menimba air hingga kran di atas bak mandinya tidak henti mengalirkan air deras agar air dalam bak mandi itu tidak habis. Risa terus menggosok tubuhnya seolah tubuhnya begitu kotor dan kotoran itu tidak bisa hilang. Sudah berapa kali dia menyabuni tubuhnya, membilasnya, menyabuni lagi, begitupun saat mencuci rambutnya yang panjang. Dalam kelelahan, Risa menumpukan tangannya pada pinggir bak mandi. Dia menangis begitu sendu. Air matanya mengalir ke pipi seperti sungai terguyur hujan. Giginya mengatup kuat seperti ada bola besar yang terus mendesak keluar dari mulutnya. Mengingat bayangan orang-orang kesakitan dalam kepalanya, mengingat pemerkosaan pada dirinya, apakah dia sudah tidak perawan lagi? Dia tidak tahu apa yang telah terjadi padanya dalam semalam.

Risa merasa belum bersih, tapi dia sudah lelah mandi. Dia mengenakan handuk di dadanya, berjalan menuju cermin cukup besar di kamar mandinya. Wajahnya yang cantik sekarang terpampang di sana. Dia mendekatkan wajahnya pada cermin, menyentuh keningnya, hidung mancungnya, pipi lesungnya, ada goresan di sana. Dia ingat kembali saat mulutnya di tahan oleh tangan bajingan itu. Ini pasti ulahnya! Pikir Risa. Dia menatap wastafel di bawahnya, menggenggam pinggirnya kuat. Ingin rasanya dia membunuh orang-orang itu, memotong kemaluannya, dan membiarkan mereka kesakitan di tanah.

BakatWhere stories live. Discover now