Puisi 24 || Selubung

589 46 3
                                    

Meski tiada turut serta bergabung,
meski tiada bisa bertemu langsung,
sejujurnya, legaku ikut membubung,
sampul afeksinya definit mengapung,
walau pantasku hanya ... mendukung.

Ya, akuku bukanlah seperkasa petarung,
sekadar butir pasir di sentral balairung,
yang kalut gentayang lontang-lantung,
pun sebaik-baiknya onggokan patung,
yang gagu sebab tiadalah beruntung.

Dia, yang telah milikimu, sungguh beruntung,
kepadanyalah yakinmu akan sayap pelindung,
kepadanyalah renjanamu konstan bergantung,
lelaki yang kini mendekap bayimu menggelung,
ayah dari putra pertamamu, kuasaku ... limbung.

...

Toksin batin makin getol dobrak jantung,
mestinya tiada perlu sengit ini sinambung,
banter nian hidupku membenci merundung,
alih-alih aku keliru dendamimu tak terhitung,
kepadanyalah, benci ini ... patutnya kupasung!

Dia ... perusak relasi dari belakang panggung!
Dia ... yang t'lah buatku denganmu canggung!
Dia ... yang t'lah bentangkan bendera kabung!
Dia ... yang t'lah memutus sakral penghubung!
Dia ... rival angin-tenteram batal bersinggung!

Blokir bordir sukacita untuk terus melambung,
sekarang, mereka tampak silih mengungkung,
dia dan sedu sedan bahagianya mendengung,
sedang aku dan kecamukku di sini tanggung,
serempak pelik yang entah kapan berujung.

...

Namun, siapa dapat menerka betapa waktu begitu buas,
mengombang-ambing emosi dalam sekali hela pegas,
mulanya kesumat, lalu lagak, kini sepucat kertas,
satu kebenaran menguak, membuatku lemas,
dan aku sadar telak ... t'lah kelewat batas.

Tiada aba-aba, seketika dia hampiriku, bergegas,
dengan bayimu di gendongannya, tersirat tegas,
bahwa ada selubung fakta 'kan diungkap lekas,
aku masih meraba-raba berbagai probabilitas,
hingga kami bertatap muka, lalu membahas.

Kabut asumsi mendadak beringsut lepas,
siapa lelaki flamboyan ini, pun identitas,
aku serasa dilibas bogem mentah keras,
segalanya ... sesalku atas seluruh culas,
dia adalah saudara kandungmu, jelas.

...

Satria Dewangga Belantara Wijaya Kusuma Dharma,
berdikara enam kata kombinasikan serangkai nama,
bayi tampan ini tengah pulas di pelukanku, berirama,
sementara benak ini gemuruh, naik-turun tak berima,
aku kini seorang ... Papa, sandingimu selaku ... Mama.

Terhuyung gontai kuberlari meraihmu saksama,
tiada hirau ubin rumah sakit nyaring bergema,
tiada hirau esok lusa bakal kuperoleh karma,
tiada hirau dosa yang 'kan segera kuterima,
pintaku hanyalah kita ... kembali bersama.

Namun ... keraguan cengkerama,
yang ada sekarang seludang drama,
raga ini melumpuh tiada tahu karisma,
skenario Tuhan daulati haru jadi enigma,
selalu ada sebuah titik dari bermiliar koma.

[]

Gladiola {Wattys Award Winner}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang