PW-4. Tekad Emilia

222K 12.1K 139
                                    


***

Emi menggedor-gedor pintu apartemen Azhar sampai tangannya merah-merah dan tenggorokannya sakit karena berteriak terus.
Pasalnya sudah tiga jam Emi berdiri di depan pintu, dan di tatap aneh oleh penghuni apartement lain yang lewat.

Azhar sengaja mengunci pintu sebagai hukuman buat Emi. Biarkan saja toh Azhar yakin kalau Emi tidak akan kemana-mana. Bahkan kalau pergi pun itu akan menguntungkan bagi Azhar.

Azhar lebih memilih menghabiskan waktu untuk mengerjakan pekerjaan kantor yang belum beres. Azhar sibuk berkutat dengan laptop nya sampai pukul tujuh malam.

Begitulah Azhar kalo sudah berurusan dengan pekerjaan seakan lupa waktu.

Setelah membersihkan diri, Azhar bergegas untuk makan malam. Biasanya ia akan masak makanan sendiri daripada harus beli. Berhubung di rumah hanya ada makanan yang dibeli gadis kecil itu. jadi ia memutuskan akan makan di luar saja.

"Awwwwsh.." Rintihan seseorang dari sebelah kakinya, menghentikan aktivitas Azhar dari mengunci pintu apartemennya.

Melirik ke asal suara kemudian Azhar mengangkat sebelah alisnya, sedangkan Emi menggerutu dan memanyunkan bibirnya sambil berusaha berdiri dan meniup-niup tangan yang keinjek sepatu Azhar beberapa saat lalu.

"Ngapain kamu selonjoran di situ?" Masih dengan muka datarnya Azhar bertanya.

"Siapa juga yang selonjoran?" Jawab Emi sewot.
"Aku kelelahan tau habis perang sama pintu, Nih liat tanganku merah-merah, kenapa sih Om kunci pintunya. Sadis banget jadi sua-mmmm" Azhar menghentikan dengan membekap mulut Emi.

"Bisa nggak sih jangan berisik semenit aja, kuping saya panas dari tadi denger ocehan kamu." Azhar membuka bekapan tangannya sambil kembali membuka kunci apartement. Mendorong Emi supaya masuk ke dalam apartemen.

"Om mau kemana? Aku ikut ya? ya, ya, ya?" Emi mengerjapkan matanya lucu, berharap Azhar luluh dengan permintaannya.

Tapi dasar Azhar yang kelewat datar ia tidak perduli bahkan Azhar kembali mengunci pintunya dan pergi meninggalkan Emi. Tak perduli dengan Emi yang berteriak minta ikut.

Emi menghembuskan napas pasrah. Di hari pertama bertemu dengan suaminya saja sudah begini. Bagaimana kedepannya? Ia hanya bisa mengelus dada sambil berucap "Sabar Em,sabar.. Masih ada hari esok untuk mencairkan hati bekunya itu."

Meskipun pernikahan mereka karena terpaksa, perlu kalian ketahui tidak ada perjanjian apapun di dalam nya.

***

Azhar pulang membawa tiga kantong belanjaan. Isinya berbagai macam sayuran buat mengisi kulkasnya yang kosong dan juga mie instan kesukaan Azhar.

Emi langsung menghampiri Azhar dan membuka semua kantong belanjaan tergesa-gesa.

"Om gimana sih, masa gak beli apapun yang bisa ku makan sekarang. Masa harus masak dulu kan lama.." Rengeknya, begitu Emi membuka belanjaan Azhar.

"..." Tidak ada jawaban.

"Dan apa ini, Om banyak banget beli mie instan." Emi membongkar kantong belanjaan yang isinya mie instan semua. Emi menyipitkan matanya pada Azhar.

Lihatlah yang ia tatap malah asik dengan ponselnya sambil selonjoran di sofa.

Emi jadi kesal sendiri, ia memasukkan semua mie ke dalam tong sampah. 'Biar tau rasa dia, sipa suruh nyuekin aku.' Batinnya, sambil cekikikan sendiri.

Azhar mengerutkan alisnya mendengar cekikikan Emi dan langsung melotot setelah melihat apa yang di lakukan Emi.

"Hei, apa yang kamu lakukan dengan Mie instan saya." Geram Azhar sambil memungut kembali mie nya.

"Om, bisa gak sih bicaranya gak usah kaku banget. Dan biarkan mie nya dalam tong sampah." Emi menarik mie yang di pegang Azhar.

"Om mau cepet mati ya, gak sehat tau makan mie instan banyak-banyak. Seperlunya saja, lagian kan sekarang ada aku yang bisa masakin makanan buat Om." Kata emi setelah memenangkan aksi tarik-menarik mie instan itu.

"Ck, emang kamu bisa masak?" Azhar meragukan Emi

"Bisa dong, mau bukti?" Tantang Emi sambil menaik turunkan alisnya.

"Gak." Jawab Azhar singkat. "Nanti kamu kasih pelet lagi, iyyy." Lanjutnya sambil bergidik ngeri.

"Ya udah, aku masak buat aku aja. Awas ya kalau om nanti minta."

"Gak akan!" Azhar berlalu ke kamarnya, dan Emi bersiap untuk masak.

***

Semalam, Emi juga sudah membicarakan masalah pendidikannya pada Azhar, dan dengan mudahnya Azhar mengiyakan. Emi akan bersekolah di sekolah milik paman Dimas, pamannya Azhar.

Lagi dan lagi, karena amanak dari Kakek-nya lah yang membuat Azhar mengizinkannya. Dengan syarat, Emi tidak memberi tahu siapapun kalau Azhar yang menyuruhnya sekolah di sana. Tapi menggunakan Beasiswa sebagai alasannya.

Pagi ini Emi berinisiatif membangunkan Azhar. Tetapi, Karena setelah di ketuk beberapa kali Azhar belum menjawabnya, Emi pun memberanikan diri masuk ke kamar Azhar. Ternyata pintunya tidak di kunci.

Tempat tidur Azhar sudah kosong. Dan Terdengar bunyi gemercik air dari dalam kamar mandi, 'ternyata ia sudah bangun ' pikir Emi.

Setelah membereskan kamar tidur Azhar dan menyiapkan pakaian kerjanya, Emi kembali ke dapur untuk melanjutkan membuat sarapan dan akan menunggu Azhar di sana.

Cklek!
Emi berlari kecil menghampiri Azhar yang keluar dari kamarnya. "Pagi suamiku." Emi memamerkan senyum terbaiknya pada Azhar. "Mau sarapan dulu?"

"Tidak, saya mau langsung berangkat."

Melihat Azhar berjalan ke arah pintu, Emi langsung menyeretnya kembali memasuki dapur, dan mendudukan Azhar secara paksa di meja makan.

"Duduk yang bener dan habisin sarapannya." Emi bicara seperti seorang ibu memrintah anaknya yang baru berusia lima tahun.

Emi menyodorkan sepiring nasi dan sayurnya ke hadapan Azhar.

Azhar hanya pasrah menerimanya, karena ia tahu seberapa keras ia menolaknya, gadis di depannya ini akan lebih keras memaksanya.

Ketika Azhar akan berangkat kerja, emi membawakan tas kerja Azhar sampai depan pintu apartement dan Emi mengambil tangan Azhar untuk mencium punggung tangannya.

Emi melayani Azhar layaknya seorang istri pada umumnya, istri yang mencintai suaminya. Azhar yang di perlakukan seperti itu hanya bengong tanpa berkedip.

Jujur Emi ingin tertawa melihat ekspresi Azhar yang seperti orang linglung itu. Ini pertama kalinya Azhar lupa pada ekspresi datar yang selalu di tunjukannya.

Dan ini pertama kali Emi melihat raut wajah Azhar yang lebih manusiawi di banding raut-raut sebelumnya.

***

Tbc...

Ini karya pertamaku. Jadi harap maklum jika penulisannya masih berantakan...

😘😘😘

Pernikahan Wasiat [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang