Jilid 25 : Pouw Liok It munculkan diri

2.7K 41 0
                                    

Orang itu Nona Phang Lee Hoen yang cantik, maka menghadapi nona itu, sembari bersenyum ia lantas menyapa: "Nona Phang, sudah sekian lama kita tidak bertemu, apakah kau baik?" Sembari begitu, ia waspada terhadap tiga orang lainnya.
Lee Hoen memperlihatkan wajah penasaran atau menyesal ketika dia menjawab suaranya tawar.
"Berkat rejeki siauwhiap aku baik" sahutnya. "sekarang ini aku minta siauwhiap mengembalikan pedangku nanti dibelakang hari aku akan berdaya untuk membalas budimu."

Tiong Hoa dihadapi kesulitan- Pedang itu milik Lee Hoen, sudah selayaknya ia menbayar pulang. Tapi sekarang si nona mencampuri diri didalam kaum sesat, dengan memegang pedang itu, pihak dia menjadi bertambah berbahaya. itulah tak ia inginkan, karenanya tak dapat ia segera memberikan jawabannya.
"Nona Phang" kata seorang kawannya bengis, "tak usah mensia-siakan tempo bicara dengan bocah ini, bunuh saja dia, habis perkara"
Benar-benar dia segera menyerang Tiong Hoa, secara membokong.

Si anak muda bersenyum tawar, tubuhnya menyamping sambil berputar, hingga ia dapat teruskan menolak.
Pembokong itu menjerit, dia mental tinggi danjauh ketika dia jatuh, tubuhnya jumpalitan- Maka kagetlah kedua kawannya, tak kecuali Lee Hoen, hanya si nona menjadi masgul.
Dua kawan itu kaget tetapi mereka segera menyerang, berbareng.
Tiong Hoa tertawa tawar ia mengapungi diri, untuk berkelit dari serangan itu.
Karena ini, kedua penyerangnya terhuyung kedepan-Justeru itu si anak muda turun sambil membalas menyerang dengun tipu silatnya "In liong hoan sin, atau "Naga di-dalam mega jungkir balik. Berulang kali ia menemui orang-orang jahat dan kejam maka menghadapi dua penyerangnya ini hatinya menjadi panas, tak dapat ia menguasai diri nya lagi.

Dua penyerang itu kaget. Mereka merasa dada mereka tertindih sesak. Dalam kagetnya itu. mereka memaksa diri menolak ke- atas sambil tubuh mereka mencelat masing-masing kepinggir. Hebat kesudahannya perlawanan mereka ini.
Keduanya menjerit kesakitan, kedua tangan mereka masing-masing patah dan mengeluarkan darah, tubuh mereka roboh terkulai.
Tiong Hoa diam mengawasi ketiga kurbannya itu. Yang terpental itu pun roboh dengan jiwanya terus melayang, lukanya tak kurang hebatnya. Sebenarnya menggiriskan akan menyaksikan mereka mandi darah, sebab darah keluar dari mata, hidung, mulut telinga mereka.

Phang Lee Hoen berdiri menjublak diri dibawah pohon, tak tahu dia mesti berduka atau bergusar, rambutnya memain diantara tiupan sang angin. Berdiri diam seperti itu dia mirip seorang dewi....
Tiong Hoa mengawasi nona itu, baru ia bertindak menghampirkan-
"Nona, aku beri selamat padamu yang sakit hatimu telah terbalaskan" ia kata sambil tertawa. "Sekarang ini baiklah nona lekas pulang, supaya ibumu tidak usah terlalu lama lagi mengharap-harapmu."
Masih Lee Hoen berdiam. Tapi sekarang ia mesti bicara. "Siauwhiap bagaimana kau ketahui itu?" ia tanya heran.
"Tak ada saat yang dilewatiku mengikuti jejak Yan Loei dan rombongannya," sahut si anak muda. "Hanya sayang sekali, aku datang terlambat satu tindak. maka juga di dalam rumah besar didusun Sam Seng coen itu aku melainkan dapat menyaksikan mayat mayat mereka berserakan-"
"Syukur kau mengetahui itu, siauwhiap." kata si nona dingin. "Sekarang aku minta siauwhiap memulangkan pedang ceng song Kiam. Habis ini aku hendak berangkat pulang"

Tiong Hoa mengawasi. la melihat sinar mata penasaran bahkan gusar. Ia mengerti nona itu mendongkol.
"Numpang tanya nona, kau hendak pergi kemana?" ia tanya bersenyum.
"Itulah kau tak perlu tahu" sahut si nona, tetap dingin. Wajahnya dingin juga, hingga dia nampak keren.
Tiong Hoa tidak gusar, sebaliknya ia tertawa. Ia menatap terus nona itu.
Hati Lee Hoen goncang. Pemuda itu, dengan tertawanya itu, terlihat makin tampan dan manis. Maka ia lantas ingat pertemuan mereka, dalam hotel dikota Kim-leng.

Tiong Hoa bersenyum. ia berkata: "Aku yang rendah menginsafi nona tak puas aku tak menemui kau di Kim-leng itu. didada nona masih ada yang mengganjel. Tentu saja nona tidak ketahui duduknya hal. Ketika itu aku telah dicelakai Kee Leng Jie Kauw, yang membuatku jatuh kedalam jurang.
Hampir jiwaku melayang secara kecewa. Syukur aku bertemu seorang tua jago Rimba Persilatan, yang lagi menyembunyikan diri. Dia bawa aku ke guanya dan menolongi, hingga aku dapat melihat lagi matahari dan langit. Ketika akhirnya aku kembali kehotel, nona sudah tidak ada. Pasti kau berlalu dengan mendongkol. Karena kecelakaan itu untuk setengah bulan lamanya aku mesti menderita. Sekarang aku telah memberikan keteranganku, aku minta nona maklum dan suka memaafkan-"

Bujukan Gambar Lukisan - Wu Lin Qiao ZiTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon