Sepeninggal gadis itu ke kamar tidurnya, Seb berjalan menghampiri rak CD yang menempel di dinding ruang tamu. Ia membungkuk untuk melihat semua koleksi Serra di sana. Dan menyipit bingung.
Etta James. Brenda Lee. Bing Cosby. Nat King Cole. Billie Holiday. Ella Fitzgerald. Elton John. Tidak ada Justin Bieber atau setidaknya Adele? Apa gadis itu benar-benar 17 tahun?
Setidaknya dia punya selera musik yang bagus. Seb menarik satu CD milik Etta James dan memutarnya ke dalam stereo. Tembang At Last berkumandang di apartemen ini. Seb memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan memejamkan mata untuk menikmati tembang klasik itu.
Sudah lama ia tidak menikmati musik. Jangankan musik, menikmati makanan lezat atau segelas kopi hangat tanpa gangguan saja, sudah langka. Seb adalah robot yang seluruh hidupnya tercurah hanya untuk kerja.
Sesuatu membuatnya seperti kembali ke masa lalu. Masa di mana ibu bermain piano dan ia tiduran di lantai sambil menggambar. Lalu Ibu akan mengamati hasil gambarnya seraya tersenyum memuji. Setelah itu ibu akan memasak sesuatu yang lezat untuknya dan Sofie. Telur dadar gulung. Sop kentang wortel dengan bola-bola daging yang empuk. Ikan kukus dan daging sapi asap dengan potongan keju—
"Akan lebih berhasil kalau lagunya di-repeat terus."
Seb membuka matanya dan melihat Serra sudah berdiri di depan stereo set, gadis itu mengambil remote dan menekan tombol repeat. Lalu dia berdiri tegak lagi menghadap Seb. "Ini yang selalu gue lakukan kalau mendengar musik. Di-repeat terus-terusan sampai bosan. Semacam terapi, tapi selalu berhasil."
Ucapan gadis itu berlalu begitu saja seperti angin, karena saat ini yang mengundang perhatian Seb adalah penampilan rumahan Serra. Dia mengenakan kaos longgar dan celana pendek yang nyaris membalut pahanya seperti kulit kedua, rambut panjangnya digulung asal-asalan menampakkan leher jenjangnya yang mulus, dan permukaan kulit wajahnya yang sedikit basah itu membuatnya terlihat sangat muda.
Serra tidak terlihat seperti orang yang belum mandi. Aromanya sangat enak, seperti campuran sabun dan angin segar. Seb tidak tahu seorang manusia bisa memiliki seratus wajah yang terus berubah setiap saat.
Sebentar-bentar Serra kelihatan seperti perempuan dewasa, sebentar lagi dia kelihatan seperti anak sekolahan dengan topi Yankees, dan sekarang dia kelihatan seperti remaja lugu tanpa dosa. Penampilan remaja-lugu-tanpa-dosanya itu tidak akan membuat siapa pun menyangka bahwa dia seorang simpanan.
"Kamu punya selera musik yang aneh." Seb mengalihkan wajahnya dari Serra setelah lima detik bertatapan. "Kamu nggak pernah bergaul sama teman sebaya?"
Serra tersenyum dan meninggalkan Seb untuk beranjak ke dapur. "Anggap aja gue lahir ke dalam generasi yang salah. Generasi yang lebih memuja penyanyi berambut aneh yang bahkan nggak bisa pake celana dengan benar."
Gadis itu mengeluarkan suara tawa renyah sambil mengambil beberapa bahan makanan di dalam kulkas. Ia menyalakan microwave dan mencampur semua bahannya ke dalam mangkuk, lalu memanaskannya ke dalam microwave.
"Ngomong-ngomong, berita kecelakaan elo udah muncul di TV. Tragis. Gue merasa sedih, karena seluruh umat bangsa ini membahas kecelakaan mobil Seb Januardi bersama pacarnya yang sosialita cantik, ketimbang membahas aksi solidaritas mahasiswa menghimpun dana buat korban longsor. Dunia udah terbalik."
"Begitulah ironisnya. Ngomong-ngomong," Seb mengempaskan diri di atas sofa ruang tamu, sambil terus mengamati tangan telaten Serra mengaduk, menekan, dan menuang sesuatu yang entah apa, "aku mencari kamu selama seminggu ini."
"Oh ya?" Dia sibuk mengiris keju. "Gue menginap di rumah teman."
"Yang ulang tahunnya selalu kamu lupakan itu?"
YOU ARE READING
Forgetting Not Forgotten
Romance[TERSEDIA DI TOKO BUKU] "Cinta bukan segalanya. Cinta itu ibarat kita meletakkan pistol di tangan seseorang dan percaya bahwa orang itu tidak akan menembak kita. Coba pikir, orang idiot mana yang mau seperti itu?" *** Sebastian Januardi memiliki seg...
Part 5
Start from the beginning
