SM-3

5K 268 0
                                    

"Prill, buka dong pintunya, Sayang." ucap Farhan sambil mengetuk pintu kamar Prilly.

Prilly mendengar suara Farhan, namun ia tetap di tempatnya. Ia sama sekali tak bergeming, perlahan Prilly berjalan kearah lemari pakaiannya. Di ambil koper besar berwarna cokelat tua ia lalu membukanya.

Prilly memasukan semua baju-bajunya asal kedalam koper, semua barang-barangnya ia masukan semua ke dalam koper. Dengan air mata yang terus berderai Prilly menutup kopernya dan menariknya keluar.

Baru saja Prilly membuka pintu kamarnya, Raina, Mama Prilly. Sudah berada di hadapannya dengan membawa nampan berisikan makan sore Prilly. Tapi Prilly hanya menatapnya acuh.

"Prill, kamu mau kemana?" tanya Raina sambil menatap putri bungsunya itu.

"Prilly mau pergi, Ma."

"Pergi kemana, Sayang? Kamu jangan tinggalin Mama sendirian dong, Prill." mohon Mamanya sambil meneteskan air matanya. Nampan yang berisikan makanan ia simpan di atas meja.

"Maaf Ma, tapi Prilly harus pergi. Prilly nggak mau di jodohin sama Galih!" ucap Prilly dengan suara meninggi. Ia lalu menarik kopernya keluar kamar. Tapi tangannya di tahan oleh seseorang, dan itu Farhan, Papanya.

"Papa..." lirih Prilly pelan, Prilly menatap tajam Farhan. Ia juga menarik tangannya dari cekalan Farhan.

"Kamu mau kemana?! Kamu mau jadi anak durhaka, hah?" bentak Farhan sambil menunjuk-nunjuk wajah Prilly.

"Kamu kenapa sih, Prill? Apa anak lelaki yang kemarin Papa lihat itu sudah mencuci otak kamu? Papa tidak akan pernah setuju, jika anak lelaki itu menjadi pilihan kamu. Papa akan menjodohkan kamu dengan Galih secepatnya!" bentak Farhan pada Prilly. Prilly hanya menatap Papanya dengan air mata yang mengalir deras.

Sedangkan Raina mendekat kearah Putri bungsunya itu, di rengkuhnya ke dalam pelukan Raina. Mencoba menenangkan Prilly.

"Anda memang tidak pantas di panggil seorang Ayah. Seorang Ayah seharusnya melindungi anaknya, bukan malah mengorbankan anaknya demi bisnisnya. Ayah macam apa seperti itu? Mana ada seorang Ayah tidak rela anaknya memilih kebahagiaannya sendiri. Saya memang bukan anak anda, dan saya akan angkat kaki dari rumah ini sebelum anda mengusir saya. Jadi permisi," ucap Prilly dengan tenang, ia lalu melepaskan pelukan Raina pelan.

"Ma, Prilly pergi ya? Mama jangan khawatir sama aku, karena aku akan baik-baik aja, jaga diri Mama baik-baik, aku sayang Mama." Prilly mengecup singkat pipi Raina ia lalu pergi meninggalkan rumahnya.

Sebelum Prilly benar-benar menghilang dari hadapan orang tuanya, Prilly berbalik dan menatap Farhan dengan tajam.

"Jangan sampai membuat Mama saya terluka sedikitpun, jika saya mendengar Mama saya terluka dan itu karena anda? Anda akan habis di tangan saya saat ini juga!"

Mungkin ia akan membuka lembaran baru, memulai semuanya dari awal tanpa kehadiran orang tua, ia akan mencoba lebih mandiri lagi.

Prilly menarik kopernya dan menaruhnya di bagasi mobilnya, ia mengusap wajahnya frustasi. Kenapa semuanya harus seperti ini?

"Gue harus kemana? Astaga, kenapa hidup gue serumit ini." ucap Prilly frustasi. Prilly lalu menelpon sahabatnya, dan tak lama kemudian teleponpun tersambung.

"Hallo, Prill."

"Hallo, Sen. Lo dimana? Gue pengen ketemu sama lo," ucap Prilly sambil terisak pelan. Ia tak bisa menyembunyikan tangisannya lagi.

Sena yang tengah nongkrong bersama teman-temannya di buat cemas dengan suara isakan Prilly.

"Gue di tempat biasa, kok lo nangis sih? Lo sekarang dimana? Gue sekarang langsung kesana, Prilly!"

About Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang