14 June 2015

97 14 3
                                    

Jadi, seminggu ini ... pembunuhan dilegalkan.

Hakyo(Melody) duduk di kursi meja belajarnya yang terletak dengan jendela. Tampaknya ia dipusingkan oleh not-not balok di lembar musik. Pensil di tangan kanannya. Ujung pensil menggaruk rasa gatal di kepala.

Tadi dia sempat mendengar suara saling tembak di luar. Namun, ia tidak menghiraukannya. Tamu-tamunya juga sudah tidur. Ia pun lebih suka sendiri di larut malam. Mungkin secangkir kopi dan bungkusan marsmellow.

Lagi-lagi ia mendengar suara tembakan. Namun, siapa peduli? Ia sudah cukup tenang sendirian di ruang tengah. Ada empat kamar dalam apartemen. Jadi, tidak ada yang tidur di ruang tengah.

Tok tok!

Yang pasti itu bukanlah suara tembakan. Seseorang mengetuk jendela di pukul dua malam. Menakutkan, bukan?

Hakyo, tanpa rasa takut, menoleh pada jendela. Seorang pria berjaket kulit menunggunya untuk membukakan jendela. Hakyo beranjak dari kursi lalu mendekati jendela. Jendela apartemennya terbuka, memberikan jalur masuk bagi orang itu.

Hoseok, ia tahu itu.

"Kau ikut pembersihan?" tanya Hakyo merendahkan suaranya sambil menutup jendela. Hoseok menoleh, membuka maskernya setelah masuk ke dalam apartemen dan berdiri di sisi gadis tersebut.

"Tidak, kenapa?" jawabnya sekadar mungkin. Hakyo menyipitkan mata, matanya menangkap luka pada leher pria yang baru saja melepaskan jaket. "Cakaran kucing," jawabnya lagi sebelum diinterogasi oleh kekasihnya.

Pandangan Hakyo turun pada kaos abu-abu yang bersih. Sedikit mencurigakan bagi orang yang mudah berkeringat.

"Buka kaosmu."

Hoseok termangu, otaknya bertanya-tanya saat melihat wajah serius Hakyo. Bibirnya tertarik menghasilkan senyuman. Suara tawanya seperti kikikan keluar walau kecil dan hanya sekali.

"Kau sudah tidak sabar ya?" tanya Hoseok menggoda Hakyo yang memiliki maksud lain. Gadis itu melipat kedua lengan di atas dada. Kaki kanannya bergerak naik-turun, berulang kali.

Hoseok menautkan kedua alisnya, menunggu jawaban sang gadis. Namun, gadis itu malah menunggu pria di hadapannya peka. Memang hukum alamnya pria tidak pernah peka.

"Ugh, okay, you got me, babe," ucap Hoseok menyerah. Selanjutnya, dia membuka kaos abu-abu yang ia kenakan dengan wajah pasrah. Seiring kaos itu terangkat, tubuh Hoseok yang dipenuhi luka goresan pisau mulai muncul.

Tidak ada ekspresi kaget dari Hakyo. Ia sudah tahu kalau dia dibohongi oleh kekasihnya sendiri. Hoseok membuang kaos itu ke bawah dan meretangkan tangannya.

"Sembuhkan aku."

Hakyo memiringkan bibirnya, menjawab ucapan sang pacar, "Tentu, tuan penipu." Diiringi kepergiannya untuk mencari kotak P3K.

Tubuh Hoseok terempas ke atas sofa. Punggungnya yang telanjang menyandar pada bantalan empuk. Sendi putar di lehernya berputar ke kiri. Matanya menangkap apa yang ada di luar jendela. Hanya gedung sebelah dan kesunyian.

Hakyo datang membawa kotak yang dibutuhkan. Dirinya mengambil posisi duduk di sebelah Hoseok. Kotak ditaruh di atas meja lalu dibuka dengan pelan. Lima lembar kapas dan sebotol antiseptik untuk menghambat infeksi pada luka.

Sepuluh tetes antiseptik sudah terbenam pada kapas. Hakyo mulai membersihkan luka di sekujur badan Hoseok dengan hati-hati. Hoseok mengerang pelan, kepalanya menekan bantal sofa ke belakang.

Tangan Hoseok tak luput memegang sesuatu untuk menahan rasa sakit. Tangan kanannya mengambil kesempatan untuk meraba paha Hakyo. Namun, gadis itu tidak keberatan.

Fantastic ThangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang