Lose

2.6K 136 4
                                    



Aku mual lagi. Perutku terus bergejolak meminta memuntahkan semua isi perutku. Tubuhku lemas.

Aku memijat tengkukku sendiri. Kata dokter aku memasuki bulan kedua kehamilan sehingga morning sickness masih sering aku rasakan.

Beruntung Vino sudah pergi bekerja. Aku tidak ingin ia melihat aku dalam keadaan seperti ini.

Ponselku berbunyi nyaring. Tanpa melihat penelponnya aku segera mengangkatnya.

"Halo? "

"Sandra, bisa kamu bawakan aku map merahku? Itu bahan presentasiku hari ini"

"Kamu gak bisa balik? Aku capek banget kalau harus ke kantor kamu Vino" gerutuku. Tenagaku terkuras hari ini membuat moodku terasa amat sangat buruk. Mungkin seperti inilah perasaan Mama saat mengandungku dulu.

Terdengar suara Vino menghela napas. "Please Sandra, aku gak bisa balik sekarang. Aku bisa kena macet"

"Terus aku enggak kena macet gitu? Astaga aku capek banget Vino"

"Yaudah aku putar balik" ucapnya menyerah.

Aku segera mematikan telpon. Mulai menuruni tangga menuju lantai dasar. Aku ingin berada di depan pintu menyambut Vino saat datang. Namun jujur saja kepalaku terasa pusing bahkan tangga terlihat kabur di pandanganku.

Bruk.

Aku terjatuh dari tangga.

Perutku terasa terlilit. Aku menatap kakiku, darah mengalir dari balik sela kakiku.

Astagfirullah, apa yang terjadi?

Dan sedikit demi dekit pandanganku mengabur. Dan kemudia semua menghitam.

***

Kepalaku terasa berat. Kelopak mataku pun begitu. Seperti di lem, mataku sulit terbuka. Aku mendengar suara tangis seseorang.

Aku berusaha keras membuka mataku. Aku ingin melihat apa yang terjadi.

Dan pandangan pertamaku jatuh pada sosok Mama yang terisak di sampingku. Papaku hanya duduk menatapku dengan sendu di sofa. Mertuaku ikut menenangkan mama.

Sebenarnya apa yang terjadi?

Aku berusaha mengingat semuanya. Namun yang ku ingat hanya aku mual dan muntah karena morning sickness, Vino menelponku karena melupakan materi presentasinya. Dan kemudian...

Astaga!

Aku menyentuh perutku yang masih datar. Tangis Mama semakin terdengar pilu.

Kenapa mama seperti itu?

"Ma" aku memegang tangan Mama. Mama berusaha keras menghentikan isakannya dan menatapku.

"Apa yang terjadi Ma? "

Mama memejamkan matanya, "Kamu keguguran sayang"

Dan detik itu juga aku menangis terisak. Mama memelukku erat. Memberiku kekuatan. Namun tetap saja aku terpuruk.

Baru saja aku mendapatkan titipan darinya tapi sekarang Tuhan telah mencabutnya dariku.

"Allah pasti punya rencana terbaik untuk kalian" Mama membisikkan itu di telingaku.

Aku menganggukan kepalaku. Mama benar, Allah pasti punya rencana terbaik untuk kami.

Di ujung sana, aku melihat Vino yang menatapku dengan ekspresi yang tak terbaca.

Apa ia kesal karena aku tidak memberi tahukan mengenai kehamilanku?

Atau, apa ia marah karena aku tidak becus merawat calon buah hati kami?

Aku rasa aku tidak pantas menjadi seorang Istri dan Ibu yang baik. Aku tetap Cassandra yang lemah.

CassandraWhere stories live. Discover now