Pregnant

3K 142 2
                                    


Dua garis.

Aku menutup mulutku. Tak percaya. Setelah setahun menikah akhirnya Tuhan memberikan kami kepercayaan menjaga salah satu rahmatnya.

Aku menangis terharu dan mengusap perutku. Dalam perut rata ini adalah kehidupan. Ada jagoan kecil kami.

Aku segera berlari keluar kamar mandi dan meraih ponselku yang aku letakkan di atas meja.

Aku menekan speed dial no. 3 Hingga nada dering terdengar.

"Halo, apaan sih Ndra? " aku mendengar suara kesal seorang perempuan di ujung sana.

"Coba tebak"

"Gue gak punya waktu main tebak-tebakan. Gue harus jemput Zen ama Zelo dulu di playgroup" ujar Nata, sahabatku.

Jujur aku iri dengan Nata, ia memiliki 2 jagoan kecil yang tampan dan saat ini ibu muda itu juga sedang hamil tua. Namun aku tidak perlu iri lagi, karena segera, aku juga akan memiliki buat hati. Ah senangnya!

"Gue hamil" aku ku.

"APA? DEMI APA? Gue akhirnya dapat keponakan juga. Eh Vino udah tahu kalau lo hamil? " Nata terdengar sangat antusias. Tentu saja, karena ia yang selama ini selalu memberiku saran mengenai kehamilan. Bahkan saat hari pernikahanku ia mengirimkanku kitab 'kamasutra'. Astaga dasar gelo! Dan aku pun mengubur buku itu di bawah tumpukan pakaianku. Jika Vino lihat ia akan berpikir aku perempuan yang sangat agresif.

"Gue belum kasih tahu. Gue mau kasih kejutan. Udah dulu yah, gue mau ke kantor Vino dulu"

***

Aku menatap gedung pencakar langit itu. Masih ada rasa tidak percaya bahwa gadis dari keluarga biasa sepertiku bisa menikahi Alvino sang penerus Crystaline Group.

Aku melangkahkan kakiku dengan ringan menuju meja resepsionis. Ia menyapaku dengan ramah. Yah, mereka sudah mengetahui bahwa aku adalah istri dari Vino, boss besar mereka.

Setelah menyapa beberapa karyawan yang terlihat kaget melihat kedatanganku, aku memutuskan untuk melangkahkan kakiku menuju lift. Moodku sangat bagus hari ini.

Lift berhenti di lantai 20.

Aku segera keluar dan menghentikan langkahku di depan meja kerja Laras, sekretaris Vino. Paras Laras sangat cantik dan peringainya lembut berbeda denganku yang sedikit kasar. Tapi aku tidak takut Vino akan bermain di belakang dengan Laras karena Laras itu sahabat baik Vino dan Laras pun sudah lama menikah.

"Siang Mbak Laras, Vino nya ada? " tanyaku.

Laras tersenyum manis, "Ada tapi dia sedang mengobrol dengan seseorang"

"Siapa? "

"Hanya karyawan biasa. Calon manager gitulah. Tidak usah takut dia orangnya baik kok" Laras menenangkanku.

"Aku masuk aja yah, gak papa kan? "

Tanpa mendengar jawaban dari Laras aku segera menyelonong masuk ke ruang kerja Vino.

Saat pintu itu terbuka sedikit, aku melihat Vino tampak berbicara dengan akrab dengan seorang perempuan.

Dari belakang, gadis itu tampak sangat anggun. Tubuhnya jangkung dan rambutnya panjang bergelombang. Ia memakai dress selutut bergaya vintage dan semakin menambah kecantikannya.

Gadis itu berbalik dan tersenyum ramah padaku, Vino pun begitu.

"Maaf aku menggangu, kalian lanjutkan saja pembicaraannya" ucapku tak enak.

Gadis itu tersenyum lagi. Manis. Aku yakin akan mudah untuk jatuh cinta pada sosok itu.

"Gak papa Mbak, saya juga sudah selesai"

"Aku jadi gak enak. Oh ya, kenalkan aku Cassandra istrinya Vino" aku mengulurkan tanganku padanya.

Ia membalas jabatan tanganku, "Saya Amora, Mbak. Pak Vino juga sering bercerita tentang mbak"

Aku menautkan alisku. Sering bercerita? Berarti mereka sangat dekat.

"Dia teman kuliahku dulu di Inggris" jelas Vano yang membuatku mulai mengerti.

"Kalau begitu aku pamit dulu" ucapnya kemudian berlalu pergi.

Vano kini telah duduk kembali di meja kerjanya. Ia kembali pendiam tak seperti sosok yang tadi aku lihat saat bersama Amora.

"Vino" panggilku lembut.

Ia menatapku. Entah mengapa aku tidak sanggup untuk mengucapkannya. Lidahku kaku. Semangatku menguap. Dan aku tidak tahu mengapa?

Apa karena aku merasa aneh melihat suamiku jauh lebih terlihat hidup saat bersama wanita tadi dibandingkan bersamaku?

Apa waktu 5 tahun tidak cukup untuk menghilangkan kekakuan kami?

"Sandra, kamu mau ngomong apa? "

"Hm. Tidak jadi"

Alis Vano terangkat. Ia bertambah tampan berkali-kali lipat saat melakukan itu. Aku seakan ingin menyentuhnya. Entah karena bawaan bayi atau karena aku memang ingin.

"Katakan saja, kamu ingin apa? "

"Aku mau beli tas hermes keluaran terbaru yang limited edition" ucapku. Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Seketika tampilan tas branded yang aku baca di majalah kemarin lalu terbayang.

"Ya sudah, besok aku belikan"

Bodoh! Kenapa aku malah meminta itu? Harusnya aku hanya cukup berkata 'Vino sayang, kita punya anak'. Tapi mengapa aku malah begitu gugup seakan memiliki anak itu adalah dosa?

Mungkin besok!

Ya, besok aku akan mengatakannya.

CassandraWhere stories live. Discover now