KIRANA #2 - Tawuran

8.6K 310 16
                                    

Aku duduk bersila di atas kasur dengan berlembar-lembar surat cinta dari si inisial K disekelilingku. Aku membacanya lagi satu per satu sambil menebak-nebak siapa pengirimnya. Kata-kata peramal gipsi di bazar pun terngiang-ngiang dikepalaku. Ah, gara-gara Nia sih ini, aku jadi tambah penasaran, kan!

You're showered by a shower of starlight

I've never seen such an entrancing expression

I see you still like a picture.

At the end of the gaze

.K.

Kata-katanya benar-benar melambungkan hatiku. Aku, Kirana Sakanti yang selama dua tahun bersekolah di SMA Perguruan Indonesia nyaris invisible tiba-tiba dikirimi surat oleh penggemar rahasia. Ho-ho-ho.

Aku meraih surat lain dan membacanya :

Kirana.

Kamu adalah seberkas sinar yang cantik dan molek.

Sakanti.

Seseorang dengan kecantikan dan kemolekan yang berusaha disembunyikan.

Kamu adalah seseorang yang berharga.

Bagi keluarga, sahabat, dan juga aku.

.K.

Please jangan tertawa membacanya. Aku aja malu dengan namaku yang memiliki arti canti, molek, dan bersinar. Itu sangat bertolak belakang dengan kepribadian dan juga kenyataan hidupku. What a pity. Poor me. T_T

Ponselku tiba-tiba berbunyi mengagetkanku. Aku meraihnya dan menghela napas saat membaca nama Nia dilayar.

"Yoooo," sapaku.

"Rana, aku kepikiran satu nama nih soal pengirim surat cinta kamu itu," Nia berkata seperti orang yang sedang buru-buru.

"Oya? Siapa?" tanyaku. Pasti Nia akan menyebutkan nama anak-anak di sekolah yang nggak masuk akal.

"Kai!" Tuh kan.

"Kai? Berandalan dari kelas XI IPA 1 itu?"

"Ho-oh! Bisa jadi, kan?" Nia terdengar antusias.

"Wow... Dia kayaknya tahu aku hidup aja nggak, gimana tiba-tiba ngirim surat cinta?"

"Darling, namanya juga secret admirer," Nia sok bijak.

Aku menghela napas. "Kalau mau nyebutin nama yang aneh lagi jangan telepon. Berisik tahu!"

"Dih! Kamu kok gitu banget sih sama aku?" Nia pura-pura tersinggung. Aku tahu itu. Karena kami sering sekali pura-pura bertengkar seperti ini. Benar-benar nggak penting. "Jadi, persahabatan kita cuma segini aja?"

"Mboh ah!" aku menyahut jutek. Malas meladeni dramanya. Nia terbahak.

"Oke deh. Nanti kalo kepikiran nama lagi aku telepon lagi. Bye!" Dan Nia langsung memutuskan sambungan telepon sebelum aku menyahut. Dasar edan!

Aku menaruh ponselku kembali disamping dan membereskan surat-surat cintaku. Aku memasukkannya dalam sebuah kotak dan menyimpannya di laci nakas samping tempat tidur. Dear secret admirer, just watching me from away and don't do something freak. Okay? Good night, then.

*

Begitu bel pulang berbunyi, aku dan Nia segera bergegas menuju perpustakaan untuk mengerjakan pe-er fisika. Aku dan Nia membawa setumpuk buku referensi fisika di meja dan mulai membukanya satu per satu.

Tapi tiba-tiba segerombol siswa menyerbu masuk ke perpustakaan dengan suara berisik. Aku spontan menoleh dengan wajah tidak suka. Hei, ini perpustakaan, bukan kafe dimana kalian bisa haha-hihi tanpa peduli orang sekitar!

"Tawuran! Anak Trimukti nyerang!" Aku mendengar pekikan-pekikan panik.

"Mobilku yang parkir didepan sekolah pasti rusak deh tuh ah! Bangke!"

Aku dan Nia saling pandang. Tawuran. Lagi. Tidak aneh. Dan untung mobilku di parkir di basement sekolah. Tidak mudah mendapatkan tempat di basement karena itu parkiran khusus para guru, jadi aku harus datang sepagi mungkin sebelum satpam mulai berjaga. Cerdas kan aku?

But wait. Tawuran?

Mataku melotot pada Nia. Kris!

Cowok itu pasti ikut tawuran bersama gank-nya. Oh Tuhan, selamatkan dan jagalah Kris. Jangan sampai hal buruk menimpanya. Aku mohon Tuhan...

Konsentrasiku seketika hancur. Aku nggak lagi memikirkan pe-er fisika. Yang aku pikirkan saat ini adalah Kris. Hingga dua jam kemudian ada pengumuman tawuran telah selesai dan area sekolah kembali aman, para siswa diharuskan segera pulang dan kegiatan ekstrakulikuler ditiadakan. Aku dan Nia membereskan barang-barang kami lalu segera beranjak.

"Heh, mau kemana?" tanya Nia ketika aku berlari melewati basement.

"Lihat Kris!" sahutku sambil terus berlari menuju jalan kecil samping sekolah dimana terdapat sebuah warung yang menjadi tempat Kris dan teman-temannya nongkrong. Aku mengintip dari ujung gang. Aku merasa seperti seorang stalker ketimbang detektif.

Pintu warung terbuka dan Jo - salah seorang teman Kris - keluar diikuti oleh teman-temannya lain yang aku nggak tahu namanya, lalu Kai, Kris, Dio, dan Summer? Bagaimana bisa anak baru itu gabung dengan kawanan Kris? Hey, girl, it means war!!! Aku aja yang dua tahun satu sekolah dengan Kris belum pernah ngobrol apalagi gabung sama gank-nya!!!

Aku memicingkan mata memperhatikan gerak-gerik mereka dan aku menajamkan telinga untuk mendengarkan obrolan mereka. Mereka ber-haha-hihi nggak tahu ngomongin apa lalu Kai, Dio, dan Summer melambaikan tangan mereka untuk pergi. Ups, aku harus segera pergi sebelum ketahuan mengintip.

"Kenapa mukamu begitu?" tanya Nia begitu kami berada dimobil dan aku menyalakan mesin lalu beranjak dari area sekolah.

"You know what? That brand-new-girl gabung sama teman-temannya Kris!" aku berkata hampir berteriak.

"Oya?" mata Nia membulat. "Hm, nggak aneh juga sih, dia kan dekat dengan Kai dan Dio."

"My Kris! Oh my Kris!" aku berteriak histeris. "Gimana kalau dia naksir 'tu cewek?"

Nia hanya mengendikkan bahunya, lalu tangannya menepuk bahuku. "Yang sabar aja, deh, ya."

Kurang ajar!

"Jadi, kita mau ngerjain pe-er dimana? Rumahmu?" tanya Nia.

"Aku nggak mood ngerjain pe-er sekarang," jawabku judes. "Aku sedang berduka, nih. Kamu kok nggak ada simpati-simpatinya sih?"

"Udah deh, jangan drama!" Nia menjulingkan matanya. "Hm, berhubung kamu lagi galau, gimana kalau sekarang kita mau nyewa dvd aja? Hm? Hm?" Nia menaik-turunkan alisnya sok imut.

"Film drama sedih ya. Aku lagi pengen menumpahkan kesedihanku, nih," sahutku.

"Oh, whatevah!"

"Ah iya, besok anak-anak kelas XI berangkat ke Yogyakarta, ya?"

Nia mengangguk. "Kris jadi ikut tuh katanya."

Aku menghela napas. Mataku lurus memandang jalanan dan mencoba berkonsentrasi menyupir. "Kalau aku ikut dan hanya memperhatikan Kris dari jauh, cuma bikin hati aku tambah kosong," kataku sok drama.

Tapi tumben Nia nggak langsung menyelaku. Aku menoleh sekilas padanya dan wajahnya terlihat sedih. Oho akhirnya sahabatku ini bisa berempati?

"Baguslah kalau akhirnya kamu sadar," Nia berkata tiba-tiba.

Sepertinya aku salah mengenai pikiranku sebelumnya. Nia berempati? Buah! Pret!

"Pakyu Nia!" aku memaki saking sebalnya."PAKYUUUUUU!!!"

Nia terbahak puas.





Renata's Note:

Halo... Ini novel pertamaku di wattpad! Semoga suka ya... Ditunggu kritik dan sarannya~

Ditunggu juga bab-bab selanjutnya ^^

Another Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang