Kirana #5 - Plagiat

5.9K 215 4
                                    

"Lagi baca apa?"

Aku terperanjat saat mendengar suara Kafka yang begitu dekat dan sosoknya yang tiba-tiba muncul disebelahku. Aku buru-buru menyembunyikan surat cinta yang sedang kubaca.

"Heh, Kafka!" bentakku. "Bisa nggak sih kalau muncul pake suara?" omelku.

Kafka nyengir. "Kenapa sih kamu belum terbiasa dengan kehadiranku?"

Aku memutar kedua bola mata.

"Baca apa?" tanya Kafka lagi.

Aku dengan ragu mengeluarkan surat yang aku sembunyikan dibawah pantat.

"Surat cinta," kataku. "Hebat, kan, aku punya secret admirer!" aku menutupi rasa maluku dengan narsis yang berlebihan. Aku melirik Kafka yang nggak berkomentar.

"Kamu... Menyimpan itu?" tanya Kafka pelan. Tapi suaranya tetap nampak dekat ditelingaku.

Aku mengangguk. "Norak, ya? Habisnya ini pertama kalinya aku dapat surat cinta. Siapapun yang mengirimnya, aku doakan dia masuk surga! Hahaha," aku berusaha melucu. Garing. Buktinya Kafka sama sekali nggak tertawa. Oke, sepertinya cukup sulit melucu di depan hantu. Mungkin tingkat humornya sudah beda.

"Kamu suka dengan surat cinta itu?" Kafka bertanya lagi. Matanya nggak lepas dari surat di tanganku.

Aku mengangguk. "Aku jadi berpikir, apa sebaiknya aku juga mengirim surat cinta pada Kris, ya? Seenggaknya dia tahu kalau ada orang yang suka banget sama dia."

Kafka mendengus keras. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, di sampingku yang sedang duduk bersandar pada dinding. Dia melipat kedua tangannya di depan dada dan memejamkan matanya.

Aku mengendikkan bahu lalu melipat surat yang kupegang dan menaruhnya kembali dalam kotak dalam laci nakas. Hujan masih turun cukup deras meskipun ini sudah hampir tengah malam. Aku beranjak dari kasur dan berdiri di depan jendela yang gordennya kusibak. Memandang hujan dalam gelapnya malam di luar. Namun ketika melihat sesosok putih berambut panjang melintas di halaman belakang rumahku, aku langsung menutup gorden dengan malas dan beranjak menuju tempat tidur. Kafka masih tidur disisi lain tempat tidurku.

Selama dua minggu ini aku selalu tidur bersebelahan dengan Kafka, meskipun aku nggak tahu hantu benar-benar butuh tidur atau nggak. Karena Kafka bukan manusia dan bahkan nggak bisa menyentuhku, aku bisa tidur tenang tanpa khawatir dia akan melakukan sesuatu padaku. Tapi yang aku khawatirkan adalah wajah jelek dan kebiasaan burukku saat itu : kentut sembarangan. Tapi selama Kafka itu roh dan indra penciumannya nggak berfungsi, aku hanya berdoa kentutku nggak bersuara.

Aku memejamkan mata dan memikirkan kata-kata untuk surat cinta yang akan kutulis pada Kris. Iya, aku akan mengirimkan surat cinta untuk Kris. Aku akan menjadi secret admirer-nya.


*


"Kamu plagiat!" Kafka teriak ditelingaku.

"Aduh Kafkaaaaaa... Tanpa kamu teriak suaramu juga sudah cukup keras tahu!" omelku sambil mengusap telingaku. "Dan kutegaskan, ini bukan plagiat! Tapi mengutip!" aku membela diri sambil terus menyalin isi surat cinta secret admirer-ku.

Ini pukul setengah lima subuh dan aku sengaja bangun untuk menulis surat cinta untuk Kris.

"Kamu nggak mikirin perasaan orang yang nulis surat cinta itu, ya? Kalau dia tahu, dia pasti kecewa banget!"

"Dia nggak bakalan tahu," kataku sambil terus menulis. Aku menulis dengan perlahan agar tulisanku terlihat rapi dan cantik. "Lagian aku juga nggak tahu siapa yang nulis ini. Ummm," aku berhenti mendadak dan menoleh pada Kafka. "Tapi kalo ternyata yang nulis ini Kris dan aku malah kirim balik ke dia, konyol nggak ya?"

Another Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang