Pemuda itu mendekat. Namjoon segera berdiri untuk mempertahankan diri.

"Yoongi. Min Yoongi. Dan kau?" Dia menjulurkan tangannya untuk bersalaman ketika berhenti tepat di depan Namjoon. Dia melirik papan nama yang tersemat pada bagian dada kiri seragam Namjoon. "Ah, Kim Namjoon. Aku tahu kau. Siswa peringkat pertama ujian masuk tahun ini. Kau sangat pandai, ya?"

Namjoon mendengus dan mulai memunguti buku-bukunya yang berserakan di lantai. Beberapa buku terlihat cukup buruk dengan jejak sepatu dan robek di sana-sini. Itu membuat Namjoon menghela napas. Dia tidak mungkin membeli buku baru lagi untuk mengganti buku-buku yang rusak. Ini kali kedua bulan ini. Uangnya tidak akan cukup untuk makan jika dia melakukannya. Itu artinya dia harus memaksa diri meminjam dan mengingat seluruh isi buku-buku yang rusak ini. Pekerjaan yang melelahkan untuknya.

Namjoon tidak menghiraukan Yoongi yang melakukan sesuatu di sampingnya. Selama itu tidak mengganggu ketenangan hidupnya. Namun pemuda aneh itu tiba-tiba saja berseru, "Whoa, kau menulis lirik lagu juga?"

Namjoon menyadari apa yang pemuda itu lakukan. Yoongi memegang buku rahasianya. Namjoon segera menyambar buku tersebut di tangan Yoongi dengan cepat. Membuat pemuda itu tampak kehilangan kata-kata namun hanya untuk beberapa detik.

"Aku tidak bisa menulis lirik lagu," ujar Namjoon gusar sambil mempercepat gerakan tangannya untuk memasukkan semua barangnya ke dalam tas.

"Jadi tadi itu apa?" Yoongi seakan tidak menyadari keengganan Namjoon untuk membahas apa yang dia tulis dalam buku yang penuh dengan coretan-coretan tulisan tangannya.

Namjoon berusaha tidak menjawab ucapan Yoongi. Terus berjalan hingga pemuda itu menyerah mengikutinya. Dia tidak ingin siapa pun mengetahui hal ini. Dia tidak ingin membahasnya. Untuknya hal ini adalah satu-satunya pelarian. Sesuatu yang membuat pikirannya berada pada tempat yang semestinya. Menjaga agar dia tetap waras.

Dia sungguh ceroboh hari ini dengan membawa buku tersebut ke sekolah. Jika buku itu jatuh ke tangan Rahoon tadi, maka habislah riwayatnya. Ini semua karena dia ingin menunjukkannya pada seseorang.

"Ya, Kim Namjoon!" Seseorang menahan pundaknya dan membuatnya berhenti berjalan. "Siapa yang mengejarmu? Kau jalan seperti sedang dikejar setan."

Pemuda berwajah tampan dengan bibir yang berbentuk sedikit kotak saat tertawa menatap Namjoon geli ketika pemuda itu berbalik menghadapnya. Namjoon melongok ke belakang pemuda itu untuk mengecek apakah Yoongi masih mengikutinya. Namun dia tidak melihat pemuda berambut merah dan berkulit seputih salju itu. Namjoon pun menghela napas lega.

"Hanya seseorang berambut merah yang sedikit gila." Namjoon menggelengkan kepala. Ketika melongok ke atas, Namjoon menyadari bahwa tempatnya berhenti adalah ruang kelasnya, 1-3. Dia pun berjalan masuk.

"Rambut merah? Memangnya di sini boleh mewarnai rambut? Kalau begitu aku juga mau mencobanya." Pemuda itu duduk di samping Namjoon. Tampak begitu bersemangat memikirkan warna apa yang harus dipilih untuk rambutnya.

"Kim Taehyung, jangan sembarangan. Nanti kau akan ditandai oleh guru BP kalau bertingkah."

"Tapi, kan, keren."

Pemuda yang dipanggil Taehyung oleh Namjoon itu menjulurkan lidah ke arahnya. Sedikit kekanakan dan sulit diatur seperti biasa, itulah yang dipikirkan Namjoon mengenai teman sebangkunya. Namun dia hanya menggelengkan kepala sambil mengeluarkan buku catatan yang masih baik kondisinya.

"Aku pinjam buku sejarahmu."

Taehyung menaikkan alis matanya separuh mendengar permintaan siswa teladan yang tidak biasa. "Kau lupa bawa buku pelajaran? Tidak biasanya." Dia mengeluarkan sebuah buku yang masih sangat baik kondisinya, seperti baru. Tentu saja, sejarah bukan mata pelajaran kesukaannya, sama halnya seperti mata pelajaran yang lain.

Youth Of LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang