14%

5K 380 30
                                    

maaf ya ceritanya terlalu eeerrr.. bertele-tele. hahaha. maaf yaa. :D tapi rancangan ceritanya memang begitu. saya benar-benar minta maaf. tapi terima kasih atas komen kalian di part sebelumnya. author senang. sampai-sampai...ehem! author abagikan komen kalian. oke abaikan. tapi sekali lagi...makasih. ^^

Happy Reading~~

><><><><><><><><><><><><><><><><><>><><


Aku melangkah menuju sebuah lorong rumah sakit. Yang di sampingnya terdapat beberapa deret kamar dan banyak orang yang sedang berjaga di depannya. Entah itu orang lain, keluarga pasien, atau pun suster dan dokter yang berjaga. Suasana ini kental sekali dengan suasana tempat orang sakit. Aku melangkahkan kakiku menyusuri lorong-lorong rumah sakit untuk menuju suatu tempat.

Ruangan 17A ruang fleresia. Itu ruangan VIP yang biasa di gunakan untuk mendapat beberapa Fasilitas. Dari telingaku sudah dapat aku dengar suara tangisan penuh kesedihan dan pilu yang menyayat hati. Aku belum pernah berada di tempat ini. Merasakan kehilangan bahkan aku belum pernah.

Ku susuri lorong kamar VIP mencari no 17A. Setelah ketemu, aku menatap papan nama yang ada di depan pintu. Gabriel Yoseph Velentino. Nama itu tertera jelas di sana. Akupun meraih hendle pintu dan memutarnya perlahan. Ruangan dingin kini menyapaku. Aku melihat ibu Gabriel, tante Sara. Menoleh padaku. Senyuman kecil mengembang di wajahnya yang terlihat sangat jelas cetakan kelelahan. Tante Sara menghampiriku.

"Nak Adan. masuk." Aku menyalami Tante Sara. Ada sepucuk rasa bersalah melihat keramahan tante Sara padaku. "Ayo duduk. Maaf ya, tante penampilannya berantakan."

Aku mengangguk dan mencoba tersenyum kecil. "Tak apa, te."

"Baiklah. Tante titip Irel dulu ya. Tante mau menemui dokter dulu." Aku mengangguk. Dan membiarkan tante Sara keluar.

Aku berdiri dan berjalan menuju kasur Gabriel. Tapi pemandangan mengenaskan terlihat jelas di hadapanku. Ingin rasanya aku bunuh diri sekarang. Bagaimana aku begitu egois. Aku memutuskan berjalan menuju anak perempuan yang tengah tertidur di sisi kanan kasur Gabriel, dengan memegang tangan Gabriel. Aku mengelus rambut lurus Tasya, yang tengah tertidur. Lalu pandanganku jatuh pada sosok Gabriel yang terbaring lemah di kasur. Wajahnya benar-benar pucat. Aku tersenyum kecut.

Haruskah aku memaafkannya? Segitu gigihnyakah dia ingin meminta maaf pada Tasya? Apa aku salah? Ingin melindungi kakakku sendiri? Dan mengorbankan sahabat sendiri? Pikiranku serasa mau pecah. Semua selalu bertabrakkan di kepalaku. Membuat kepalaku terasa mau pecah.

"A-Adan?" aku terperanjat kaget saat seseorang memanggil namaku. Lalu aku berbalik dan menghadap ke belakang. Tatapan Reo penuh penyesalan kini dapat aku lihat dengan jelas. "A-a...anu..a-Gu-gue bisa jelaskan semua ini. Lo-lo percaya ma gue. Gu-gue—"

Aku menggeleng pelan. "Tak apa. Santai aja. Gue dah maafin Gabriel. Mungkin gue yang terlalu keras dengan Tasya dan Gab." Aku tersenyum kecil menahan rasa sakit di dalam hatiku. Aku masih tak rela Tasya merasa sedih.

"Adan?" kini suara perempuan menyusup masuk di telingaku. Aku membalikkan badanku dan melihat Tasya. Tasya menatapku dengan tatapan tak percaya. "Adan? bagai...bagaimana bisa..ka-kamu..."

Aku memutuskan berjalan menghampiri Tasya, lalu memeluk tubuhnya yang kecil. Mengelus punggungnya dengan penuh kasih sayang. "Gue...hanya nggak ingin lo ngerasa sakit. Gue nggak ingin ngeliat lo merasa menderita. Gue hanya ingin ngelindungi elo. Tapi..." aku mencoba melepas pelukkanku, dan menatap manik mata Tasya yang kini terurai air mata. Aku tersenyum, lalu menghapus linangan air matanya dengan jariku. "Tapi kalau elo maunya seperti ini....gue bisa apa?"

[2]Between of Shadow (MxBxB) (Yaoi)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن