Langkah Pertama

731 27 22
                                    

JINGGA

"SERIUS lo nggak ikut?"

"Nggak, Tir. Sori banget gue ada urusan penting hari ini."

"Dasar so sibuk," Tiara mencibir dengan maksud bercanda. Aku tersenyum sebagai balasan. "Ya udah, gue sama yang lain duluan ya."

Kepalaku mengangguk begitu Tiara dan dua temannya menghilang di balik pintu. Setelah mereka benar-benar pergi, kumasukkan buku dan tempat pensil ke dalam tas. Alin yang sedari tadi menatap jendela, menghampiri lalu menepuk bahu.

"Jadi, agenda hari ini?" tanyanya pura-pura bodoh yang langsung membuat wajahku memerah karena menahan malu.

"Seperti biasa, misi negara."

"Dasar jones, untung lo sahabat gue. Kalau bukan udah gue suruh kawin sama Datuk Maringgih jadi Siti Nurbaya versi nol dua."

"Lo juga jomblo nggak usah ngejek sesama. Tolong ngaca!"

Alin yang berjalan lebih dulu mendadak berhenti lalu menepuk kepalaku cukup keras. Bukannya meringis, aku tertawa geli melihat wajahnya yang semerah lipstik Wardah. Reaksi yang lucu kalau kalian ingin tahu, mengingat sahabat tomboyku ini memiliki hati baja.

Tapi sekalinya disinggung masalah asmara berubah menjadi ratu drama lengkap wajah bersemu pink khas remaja. Pada dasarnya kami ini masih remaja, kan? Remaja tak sadar usia.

Bosan melakukan tindakan yang sangat bukan anak kuliahan (baca: jambak, pukul, dan jitak), kami berdiri kalem di depan lift. Hari ini kuliah perdana di semester empat. Seperti yang sudah-sudah, tidak ada hal yang spesial. Dari dua mata kuliah yang masing-masing berbobot 3 sks, tidak ada satu pun yang menghabiskan waktu banyak.

Mengingat apa yang dilakukan di kelas hanya seputar perkenalan, kontrak belajar, dan pembagian kelompok presentasi untuk minggu depan. Agenda yang seharusnya selesai setelah dzuhur, bisa berakhir lebih cepat. Nyatanya sekarang baru pukul sebelas aku sudah bebas berkeliaran di luar kelas.

"Lin, gue ngeprint materi kelompok sebentar. Baru cus ke gedung olahraga."

"Repot deh, katanya nggak mampir-mampir."

"Sekalian lewat, cintaku,” balasku menahan tawa. Alin dengan rasa sebal yang belum sepenuhnya hilang hanya bergumam.

Gadis tomboy bernama lengkap Alinda Maharani ini adalah temanku sejak ospek. Entah kenapa setiap menyebut nama Alin mengingatkanku pada Karina pacarnya Dirga. Jujur aku tidak begitu suka, bisa dibilang alergi dengan gadis centil sejenis dia.

Jangan tanya mengapa, yang ada alergiku kambuh, bisa bentol disertai nanah seperti terkena azab pedih kulit mulusku yang setiap malam Jumat rutin berlulur dengan esens susu kambing dan stroberi.

Kembali pada Alin, dikarenakan kebetulan yang menguntungkan, kami ditempatkan di kelas yang sama, prodi Ilmu Komunikasi. Bisa dibilang Alin sangat menikmati masa-masa selama menjadi mahasiswa. Hal itu yang menjadi pembeda di antara kami berdua.

Sebab aku adalah tipikal anak kostan yang lebih senang menghabiskan waktu berdiam diri di kamar, entah itu tidur, menonton drama korea atau melakukan hal kurang penting lainnya. Singkat cerita, aku hanyalah mahasiswi kupu-kupu.

Terlepas dari perbedaan itu, kami berdua bernasib sama, jomblo. Sebagaimana kapabalititas seorang jomblo, kami selalu berusaha—lebih tepatnya hanya aku yang berusaha. Sejauh ini Alin terkesan santai dalam menanggapi semuanya. Meski sewaktu-waktu dia bisa begitu galau ketika meratapi kesendiriannya yang kronis.

Membahas masalah usaha, sebenarnya ada sangkut paut dengan misi negara yang kusebut saat menolak ajakan Tiara ke kafetaria. Niatnya kami mau berburu mahasiswa jomblo ... kenapa terkesan ngenes banget ya?

Ephemeral : Can't Leave You AloneWo Geschichten leben. Entdecke jetzt