Bab 2

3.7K 115 0
                                    



"Ehh, ada pak Mail di sana!" Tunjukku ke belakang Rio dengan gaya dramatis. Semua mata tertuju ke arah pandangan mata itu. Selagi mata mereka mengarah kesana, aku mengangkat rokku hingga sebetis dan berlari sekencang mungkin dari kantin terkutuk itu. Padahal sebelumnya kantin adalah tempat favoritku di sekolah ini. Sialan kamu Rio!

Tidak butuh waktu lama bagi mereka menyadari bahwa aku sudah membohongi mereka dengan menggunakan nama guru paling sadis (nah kalau beliau baru boleh di bilang sadis. Masa iya setiap hari kami harus mengerjakan lima soal matematika dan menyerahkannya setiap pukul tujuh pagi di mejanya) di sekolah ini. Dalam pelarianku menuju toilet cewek, aku bisa mendengar suara gaduh mereka yang mencariku.

Kubuka bilik toilet dan duduk di atas closet. Kakiku kuangkat supaya tidak ada yang tahu aku masuk di bilik mana.

Semenit berlalu begitu lambat. Dan sepuluh menit terasa bagaikan sejam ketika aku sadar kakiku kesemutan karena terlalu lama aku angkat. Akhirnya aku menurunkan kakiku dan mengintip dari bilik closet. Kosong. Sepertinya aku aman untuk keluar.

"Kalau mau cari tempat sembunyi, kreatif dikit napa Nis."

Aku luar biasa kaget saat suara cewek bernada dingin itu menerpa atmosfer toilet yang menengangkan. Gadis itu bersandar di pintu toilet dengan sebelah kaki menapak ke dinding. Meninggalkan cap sepatunya di dinding tersebut.

"Clara,bikin kaget aja." Aku mengelus dadaku. "Sejak kapan kamu disini?"

"Sejak kamu ngumpet di closet sambil ngangkat kaki ke atas. Gaya kamu nggak banget buat di lihat. Aku rasa kalau Rio ngelihat, dia bakal langsung ilfil sama kamu."

"Lha, ide bagus itu. kenapa kamu nggak foto tadi. Terus tempelin di mading, biar Rio ngincer cewek lain aja." Aku nyegir lebar yang di sambut gelengan kepala lemah dari Clara.

Clara adalah satu-satunya sahabat cewek terdekatku. Dia gadis dingin yang terkesan angkuh. Padahal sebenarnya dia sangat baik hati dan rela banget bekorban untuk sahabatnya. Dan satu lagi, dia cantik. Cantik banget malah. Cuma cowok-cowok benci sifat angkuhnya itu. Mereka aja yang nggak tahu kalau itu Cuma kedok, dan aku nggak perlu repot-repot ngejelasin itu semua.

"Gila!"

"Tapi kamu senang kan berteman sama orang gila ini?" aku cengengesan, hal yang membuat Clara kesal. Karena sudah berada di toilet, aku gunakan saja waktu yang tersisa untuk membasuh wajahku. Biar lebih segar dan siap menyambut mata pelajaran selanjutnya.

Clara melirik jam tangannya. "Kok lonceng belum bunyi ya."

"Yuk ah, nggak usah nunggu lonceng. Kita masuk duluan aja."

"Emangnya nggak masalah kalau ketemu Rio."

"Alah cuekin aja. Aku kan jago  pasang tampang jutek maksimal kayak kamu." Tunjukku ke pipi Clara.

"Terserah!"Dia membuka pintu toilet. Aku berjalan beriringan bersamanya menuju kelas kami yang terdapat di lantai dua. Aku melihat Ivan dari kejauhan dan ia melambai padaku.

Saat aku dan Clara sudah berdiri di depan pintu yang bertulisan XI. IA 2 Ivan langsung menarik tanganku.

"Apa yang kamu lakuin tadi benar-benar heboh. Masa lari dari saat-saat paling kritis."

"Itu namanya aksi penyelamatan." Aku membela diri.

"Menurutku itu pengecut." Clara sinis. Aduh ini cewek, kalau ngomong sering banget bikin hatiku cenat cenut. Tapi apa daya, dia lah sahabat cewekku yang sangat aku sayangi.

Tidak sepertiku yang manyun mendengar ucapan Clara, Ivan malah tertawa dan ber-high five ria bersama Clara.

"Tapi masalahnya ada yang jadi benci banget sama kamu Nis."

"Hah siapa? Rio?"

"Bukan."Ivan nyaris berbisik, hingga suaranya sulit aku dengar. "Kamu berhasil membuat salah satu anggota Melinda and the Genk marah karena kamu memperlakukan Rio seperti itu."

"Lho bukannya Melinda naksir berat sama si Opik ya." Opik itu cowok populer ala-ala drama korea. Sumpah digigit meong kalau kalian tidak percaya. Dia tajir,  pintar, dan kapten basket pula. Pokoknya perfecto, belum lagi wajahnya yang kebarat-baratan unyu banget seperti Logan Wade Lerman.

"Idih,"Ivan menjetik dahiku, "Kan aku bilang salah satu anggota Melinda, bukan Melindanya."

"Ohya ya. Paham." Aku melirik Clara yang menepuk jidatnya ke tembok. Mungkin sebenarnya ia lelah hayati juga berteman denganku.

"Teru ssiapa yang marah?" tanyaku penasaran

"Mila Ramadhani."

Clara langsung mendengus kasar, dan aku terkesiap. Cewek cantik yang ingin aku hindari di sekolah ini adalah Mila. Dan aku benci harus mengakui bahwa aku telah membuka jalan permusuhan dengannya.

Sialnya aku.

***

Pacarku, Adik Kelasku [COMPLETED]Where stories live. Discover now